KABARBURSA.COM - Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada Fahmi Radhi membaca wacana penghapusan bahan bakar minyak (BBM) Pertalite terkait dengan program makan siang dan susu gratis pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) 2024.
Menurut perhitungannya, pemerintah Indonesia memang tidak akan mengganti BBM beroktan 90 itu menjadi Pertamax Green 92. Alasannya, dampak terhadap ekonomi yang ditimbulkan sangat besar. "Nah, saya enggak yakin bahwa pemerintah akan melakukan itu (menghapus Pertalite) saya kira perlu menghitung karena dampaknya tadi itu," ujarnya saat dihubungi KabarBursa, Jumat 1 Maret 2024.
Akan tetapi, Fahmi menduga pemerintah ingin mencapai tujuan lain. Salah satunya ialah penghapusan BBM bersubsidi itu untuk dialihkan ke program paslon tersebut. "Itu barangkali bisa juga dipaksakan. Jadi dengan menghapus Pertalite supaya pindah (pemakaian BBM), maka subsidi yang mestinya untuk Pertalite tadi itu kan akan digunakan untuk mendanai makan siang gratis yang sekian ratus triliun itu ya," ujarnya.
Fahmi pun menyatakan bahwa pemerintah wajib memperhitungkan konsekuensi yang ditimbulkan jika subsidi Pertalite dialihkan untuk program itu. Bukan tidak mungkin, lanjutnya, keresahan sosial akan muncul berkat kebijakan yang salah. "Tetapi ini kalau tidak dihitung secara cermat, tidak hati-hati ini bisa jadi bumerang bagi pemerintah karena harga-harga kebutuhan akan naik secara terus-menerus dan ini akan menimbulkan keresahan sosial dan itu berbahaya bagi rezim yang baru begitu," paparnya.
Lebih lanjut, ia melihat bahwa penghapusan Pertalite dan pengalihan subsidi merupakan salah satu jalan paslon tersebut memperoleh dana untuk programnya. Sayangnya, Fahmi memprediksi ekonomi negara berpotensi kolaps. "Programnya Prabowo-Gibran untuk mencari dana jadi bisa juga harga Pertalite tadi, atau Pertalite dihapus diganti (program tadi) maka terjadilah kenaikan harga gitu ya," kata dia.
"Nah subsidi yang biasanya untuk Pertalite itu bisa diambil Gibran untuk mendanai makan siang tadi tapi itu tetap akan memberikan dampak negatif terhadap ekonomi, terhadap inflasi, terhadap saya beli, harga kebutuhan pokok naik, nah ini akan menimbulkan kerusuhan sosial juga, bahaya kalau enggak dihitung ya," tegasnya, menambahkan.
Pasalnya, Fahmi mengaitkan wacana tersebut dengan kondisi saat ini. Penting bagi calon pemimpin baru mempertimbangkan segala situasi demi kepentingan masyarakat luas, bukan segelintir pihak. "Sekarang misalnya harga beras mahal, harga apa-apa mahal, semua antre di mana man kan ini sangat mudah menyulut kerusuhan sosial yang itu bisa menjatuhkan rezim juga. Zaman Soeharto itu jatuh setelah menaikkan harga BBM," tukasnya.
Apalagi Menteri Keuangan Sri Mulyani, jelasnya, telah memberikan peringatan atas penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk program tersebut. Orang yang "mengurusi" keuangan negara telah mengatakan bahwa penggunaan APBN sangat berbahaya. "Maka kalau kita lihat sikap Sri Mulyani, meskipun dibahas-bahas dia kan enggak setuju menyediakan dana APBN untuk makan siang gratis, apalagi harus memangkas subsidi BBM itu cukup berbahaya gitu ya tapi kalau dipaksakan ya Sri Mulyani angkat tangan," pungkasnya. (ari/dev)