KABARBURSA.COM - Rilis laporan keuangan PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) menunjukkan keberhasilan perseroan dalam membalikkan kerugian sebesar Rp 1,88 triliun menjadi laba bersih sebesar Rp 401 miliar pada kuartal II tahun 2024.
Hal tersebut mencerminkan pemulihan kondisi keuangan yang berjalan dengan baik dan tepat sesuai rencana perusahaan. Keberhasilan ini juga membuka peluang bagi saham WIKA untuk kembali menunjukkan performa positif di pasar modal.
Pergerakan saham WIKA menunjukkan potensi yang kuat untuk melanjutkan tren penguatannya. Selama 12 hari terakhir, harga saham WIKA meningkat sebesar 268 poin atau setara dengan 103,51 persen, dan tren positif ini berlanjut hingga penutupan perdagangan pada Jumat, 30 Agustus 2024, di mana saham WIKA ditutup dengan kenaikan sebesar 16,07 persen.
Dalam periode satu bulan terakhir, harga saham WIKA telah tumbuh secara akumulatif sebesar 76,80 persen, dan dalam tiga bulan terakhir, kenaikan ini mencapai 225 persen berdasarkan data dari RTI. Meskipun begitu, harga saham WIKA saat ini masih berada pada level Rp 390 per saham, yang mana sebelumnya pernah mencapai level tertinggi Rp 567 per saham dalam lima tahun terakhir.
Menurut Mahendra Vijaya, Sekretaris Perusahaan Wijaya Karya, harga saham WIKA saat ini masih berada di bawah nilai buku (book value), yang menunjukkan bahwa saham ini masih undervalued. Dengan ekuitas perusahaan yang mencapai Rp 15,86 triliun per 30 Juni 2024 dan jumlah saham beredar sebanyak 39 miliar, harga saham WIKA sebenarnya bisa mencapai Rp 397 hingga mendekati Rp 400 per saham.
Saat ini, rasio harga terhadap nilai buku (PBV) saham WIKA berada pada level 1,28, lebih rendah dibandingkan PBV PT Waskita Karya Tbk (WSKT) sebesar 1,49, namun lebih tinggi dari PT PP Tbk (PTPP) yang sebesar 0,24 dan PT Adhi Karya Tbk (ADHI) di posisi 0,30.
Mahendra menambahkan bahwa prospek harga saham WIKA masih sangat tergantung pada mekanisme pasar dan sentimen yang berkembang di kalangan investor. "Seharusnya harga saham ini masih bisa naik lagi," katanya.
Selain itu, dengan adanya kontrak kerja yang telah diamankan senilai Rp 68 triliun, termasuk proyek-proyek besar di Ibu Kota Nusantara (IKN) dengan total nilai kontrak sebesar Rp 14 triliun, WIKA memiliki prospek yang kuat untuk mempertahankan kinerjanya dalam 2-3 tahun ke depan.
Namun, WIKA tetap harus waspada terhadap tantangan ke depan, terutama terkait dengan penurunan alokasi APBN untuk infrastruktur pada tahun anggaran 2025. Pemerintah telah menetapkan anggaran infrastruktur sebesar Rp 400,3 triliun, yang lebih rendah Rp 23 triliun dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini bisa memberikan tekanan pada performa proyek WIKA yang mayoritas berasal dari proyek pemerintah.
Untuk mengantisipasi potensi penurunan ini, WIKA telah merencanakan strategi diversifikasi dengan memperkuat portofolio proyek non-pemerintah. Mahendra juga menyebutkan bahwa WIKA akan fokus pada pengembangan sektor Engineering, Procurement, Construction, and Commissioning (EPCC) dengan mitra BUMN seperti PLN, Antam, dan Freeport, serta meningkatkan perolehan kontrak dari sektor swasta.
Selain WIKA, saham anak usahanya, PT Wijaya Karya Beton Tbk (WTON), juga menarik perhatian investor. Menurut Verly Widiantoro, Direktur Teknik & Produksi WIKA Beton, harga saham WTON saat ini belum mencerminkan nilai sebenarnya. Dengan PBV sebesar 0,27, harga saham WTON di pasar saat ini masih berada di bawah nilai buku yang ideal.
WIKA Beton sendiri merupakan anak perusahaan terbesar WIKA dengan kontribusi sebesar 20 persen terhadap induknya, sementara kontribusi WIKA terhadap WIKA Beton kurang dari 10 persen. Hal ini menunjukkan bahwa WIKA Beton memiliki kemampuan operasional yang kuat dan mandiri, serta tidak bergantung sepenuhnya pada induknya.
Lebih jauh lagi, WIKA Beton sedang dalam penjajakan dengan investor strategis asal Jepang yang tertarik untuk berinvestasi di perusahaan tersebut. Minat ini didorong oleh prospek bisnis WIKA Beton yang stabil meskipun tidak seagresif lima tahun terakhir. Namun, proses ini masih dalam tahap awal dan membutuhkan persetujuan dari WIKA selaku pemegang saham mayoritas.
Secara keseluruhan, baik WIKA maupun WIKA Beton menunjukkan kinerja yang solid dengan potensi pertumbuhan yang besar, baik dari segi perolehan kontrak maupun prospek pasar saham. Para investor diharapkan untuk tetap memantau perkembangan ini, mengingat berbagai peluang dan tantangan yang ada di depan.
Saham WIKA
Dalam beberapa bulan terakhir, saham yang sedang kita amati telah menunjukkan lonjakan yang signifikan, meskipun kinerja jangka panjangnya masih mengecewakan. Berdasarkan data performa harga terbaru, saham ini mencatatkan pengembalian yang sangat tinggi dalam jangka pendek, namun menunjukkan penurunan yang tajam jika dilihat dalam jangka waktu yang lebih lama. Bagaimana kita dapat memahami dinamika ini, dan apa yang dapat diharapkan investor ke depannya?
Dalam sepekan terakhir saja, harga saham telah meningkat sebesar 17,47 persen. Lebih mencolok lagi, dalam tiga bulan terakhir, harga saham tersebut melonjak sebesar 225 persen. Kenaikan signifikan ini terlihat pula dalam performa satu bulan terakhir yang mencapai 100 persen dan pengembalian year to date (YTD) sebesar 91,75 persen. Angka-angka ini menunjukkan bahwa dalam jangka pendek, saham tersebut mengalami rally yang sangat kuat dan memberikan keuntungan yang menarik bagi investor yang baru saja masuk ke pasar.
Performa saham selama enam bulan terakhir menunjukkan pengembalian sebesar 91,75 persen, yang menegaskan adanya peningkatan harga yang konsisten. Ini adalah pencapaian yang tidak bisa dianggap remeh mengingat volatilitas yang sering kali mendominasi pasar saham. Dalam satu tahun terakhir, pengembalian harga mencapai 13,91 persen, sebuah angka yang menunjukkan pertumbuhan yang lebih moderat, namun tetap positif di tengah kondisi pasar yang tidak selalu stabil.
Namun, ketika kita melihat lebih jauh ke belakang, gambaran yang muncul sangat berbeda. Dalam tiga tahun terakhir, harga saham ini telah mengalami penurunan sebesar 51,56 persen. Bahkan, dalam jangka waktu lima tahun, penurunannya mencapai 79,18 persen, dan jika melihat performa dalam sepuluh tahun terakhir, harga saham ini turun drastis sebesar 82,67 persen. Penurunan ini menggambarkan adanya tren jangka panjang yang merugikan, mengindikasikan bahwa meskipun saham tersebut telah mengalami lonjakan baru-baru ini, kinerja historisnya tidak cukup kuat untuk menutup kerugian yang terjadi selama bertahun-tahun.
Dalam periode 52 minggu terakhir, harga saham ini mencapai titik tertinggi di level 422,03 dan terendah di level 77,00. Lonjakan baru-baru ini tampaknya lebih mengarah pada pemulihan dari level terendahnya, yang berarti meskipun ada penguatan signifikan, harga saham ini masih jauh dari level tertinggi tahunan yang pernah dicapai. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah rally ini didorong oleh fundamental perusahaan yang kuat atau hanya sekadar sentimen pasar sementara.
Mengingat perbedaan besar antara kinerja jangka pendek dan jangka panjang, investor perlu berhati-hati dalam mengevaluasi prospek saham ini. Meskipun performa jangka pendeknya tampak menjanjikan dengan pengembalian yang sangat tinggi, sejarah penurunan harga yang panjang menunjukkan adanya risiko signifikan. Investor harus mempertimbangkan apakah lonjakan harga saat ini didukung oleh perubahan fundamental perusahaan atau hanya merupakan hasil dari volatilitas pasar dan spekulasi jangka pendek.
Untuk investor yang mencari peluang jangka panjang, penting untuk mengkaji lebih lanjut mengenai strategi bisnis perusahaan dan prospek ke depan dalam menghadapi tantangan yang ada. Namun, bagi trader jangka pendek, volatilitas saham ini dapat memberikan peluang menarik untuk meraih keuntungan, asalkan mereka tetap waspada terhadap risiko yang ada di balik performa jangka panjang yang kurang memuaskan. (*)