KABARBURSA.COM - PT Nippon Indosari Corpindo Tbk (ROTI) berhasil membukukan penjualan bersih yang positif pada semester I 2024.
Head Investor & Public Relations Nippon Indosari Corpindo (ROTI), Hadi Susilo mengatakan penjualan bersih ROTI pada semester I 2024 mengalami peningkatan sebesar 5,5 persen.
"Penjualan bersih meningkat 5,5 persen mencapai Rp1,9 triliun naik dari Rp1,8 triliun semester 1-2023 lalu. Pelompatan luar biasa bila dibandingkan dengan fisrt half 2019 yang hanya Rp1,587 triliun," ujar dia dalam Public Expose Live 2024 pada Selasa, 27 Agustus 2024.
Hadi melanjutkan pada semester I 2024 ROTI mencatat Ebitda sebesar Rp313 miliar, meningkat 13,3 persen dibanding periode serupa tahun lalu.
Untuk laba bruto, kata Hadi, ROTI sukses membukukkan Rp1 triliun, angka ini meningkat sebesar 8,4 persen jika dibandingkan tahun lalu periode yang sama yakni Rp958 miliar.
Selain itu, dia juga menyampaikan laba bersih ROTI pada periode semester I 2024 juga mengalami peningkatan.
"Laba bersih meningkat 21,8 persen mencapai Rp145 miliar dibanding Rp119 miliar periode sama tahun lalu," ungkap dia.
Dilanjutkan Hadi, laba rugi ROTI pada first half 2024 dari penjualan yakni Rp1,9 triliun. Hal ini kata dia merefleksikan pertumbuhan 5,5 persen yoy (year on year). Dia menyebut kondisi ini terjadi setelah peningkatan belanja konsumen mulai pulih pasca pandemi Covid-19.
"Sumbernya dari permintaan produk roti dan kue yang semakin kuat khususnya di luar pulau Jawa dan tentu saja karena peningkatan belanja konsumen paska pandemi preferensinya kembali belanja di outlet minimarket," tutur dia.
Daya Beli Warga RI Masih Dominan
Pemerintah Indonesia menilai daya beli masyarakat masih cukup kuat dalam mempertahankan tingkat konsumsinya. Penilaian ini didasarkan pada sejumlah indikator, mulai dari pertumbuhan beberapa sektor usaha hingga inflasi yang terkendali.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan, konsumsi rumah tangga pada kuartal II-2024 memang di bawah pertumbuhan nasional, hanya sebesar 4,93 persen.
Namun, kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tetap dominan, mencapai 54,53 persen. Airlangga menekankan bahwa dibandingkan dengan negara lain, daya beli atau konsumsi Indonesia masih relatif tinggi.
“Jika dibandingkan dengan negara lain, angka ini cukup tinggi, dan kontribusinya masih dominan, dengan konsumsi mencapai 54,53 persen dari total PDB,” ujar Airlangga di kantornya, Jakarta, Senin 5 Agustus 2024.
Beberapa sektor usaha yang terkait konsumsi rumah tangga, menurut Airlangga, masih tumbuh tinggi di atas pertumbuhan PDB nasional sebesar 5,05 persen per kuartal II-2024. Di antaranya sektor akomodasi dan makanan minuman yang tumbuh 10,17 persen, serta transportasi dan pergudangan yang tumbuh 9,56 persen.
“Konsumsi ini tentu kemarin kita didorong Ramadhan, Idul Fitri, dan kegiatan mobilitas masyarakat, termasuk kegiatan-kegiatan di hotel, restoran, dan cafe,” ujar Airlangga.
Selain itu, inflasi tetap terkendali di kisaran 2 persen, seiring dengan kenaikan inflasi inti. Airlangga juga menyoroti bahwa impor barang konsumsi masih tumbuh sekitar 12 persen, mencerminkan likuiditas perekonomian yang memadai, penyaluran kredit yang meningkat, serta okupansi hotel di atas 50 persen.
“Jadi kalau kita banyak bicara inflasi, inflasi inti kita mendekati 2 persen, kredit konsumsi naik 10,4 persen, impor barang konsumsi 12 persen, peredaran uang (M2) tumbuh 7,2 persen, dan tingkat okupansi hotel 54 persen,” ungkap Airlangga.
Oleh sebab itu, pemerintah belum mempertimbangkan pemberian paket kebijakan untuk mendorong konsumsi rumah tangga ke depan. Penyaluran bantuan subsidi upah (BSU) seperti saat Covid-19 juga tidak masuk dalam radar kebijakan saat ini.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menjelaskan bahwa evaluasi pemberian insentif hanya terkait Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk sektor perumahan dan PPnBM DTP untuk otomotif.
“Pengalaman beberapa tahun sejak pandemi menunjukkan bahwa kebijakan ini sangat efisien karena dampaknya langsung terasa oleh masyarakat dan kontribusinya terhadap ekonomi bisa dibandingkan dengan potensial loss,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, konsumsi rumah tangga hanya mampu tumbuh 4,93 persen (year on year/yoy) pada kuartal II-2024. Meskipun masih menjadi pendorong utama perekonomian, konsumsi rumah tangga tetap berada di bawah 5 persen dalam tiga kuartal terakhir.
Namun, jika dibandingkan dengan kuartal II-2023, laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga menurun karena pada saat itu masih mampu tumbuh 5,22 persen. Dibanding kuartal I-2024, pertumbuhannya pun stagnan karena pada periode tersebut tumbuh 4,91 persen.
“Sebetulnya, dari Q1 ke Q2 ada sedikit peningkatan, dan pertumbuhan konsumsi 4,93 persen memang masih di bawah angka pertumbuhan nasional,” kata Airlangga. (*)