KABARBURSA.COM - Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kembali menggelar lelang Surat Utang Negara (SUN). Dalam lelang yang dilakukan pada Selasa, 1 Oktober 2024 itu, sebanyak tujuh seri surat utang ditawarkan kepada para investor melalui sistem yang dikelola oleh Bank Indonesia.
DJPPR melaporkan bahwa total penawaran yang masuk dalam lelang tersebut mencapai Rp46,649 triliun. Dari jumlah penawaran yang masuk, Pemerintah memutuskan untuk memenangkan sebesar Rp24 triliun.
Salah satu surat utang yang menerima penawaran tertinggi adalah seri FR0103, dengan total penawaran mencapai Rp14,955 triliun. Namun, Pemerintah hanya memenangkan nominal sebesar Rp7,350 triliun untuk seri ini.
Seri FR0103 mencatat yield rata-rata tertimbang sebesar 6,52975 persen, dengan yield tertinggi yang dimenangkan mencapai 6,54000 persen. Tingkat kupon surat utang ini berada di level 6,75 persen dan akan jatuh tempo pada 15 Juli 2035.
Sementara itu, surat utang yang mencatat nominal kemenangan tertinggi adalah seri FR1014, dengan nilai Rp8,600 triliun, meskipun penawaran masuk untuk seri ini berada di bawah FR0103, yaitu Rp14,130 triliun.
Seri FR1014 mencatat yield rata-rata tertimbang sebesar 6,23995 persen, dan yield tertinggi yang dimenangkan sebesar 6,26000 persen. Tingkat kupon surat utang ini adalah 6,50 persen dan jatuh tempo pada 15 Juli 2030.
Berikut tujuh seri surat utang negara yang dilelang:
1. SPN03250101 (New Issuance) akan jatuh tempo pada tanggal 1 Januari 2025 dengan tingkat imbalan diskonto
2. SPN12251002 (New Issuance) akan jatuh tempo pada tanggal 2 Oktober 2025 dengan tingkat imbalan diskonto
3. FR0104 akan jatuh tempo pada tanggal 15 Juli 2030 dengan tingkat imbalan sebesar 6,50 persen
4. FR0103 akan jatuh tempo pada tanggal 15 Juli 2035 dengan tingkat kupon sebesar 6,75 persen
5. FR0098 akan jatuh tempo pada tanggal 15 Juni 2038 dengan tingkat imbalan sebesar 7,12 persen
6. FR0097 akan jatuh tempo pada tanggal 15 Juni 2043 dengan tingkat imbalan sebesar 7,12 persen
7. FR0102 akan jatuh tempo pada tanggal 15 Juli 2054 dengan imbalan sebesar 6,87 persen.
Pada lelang SUN kali ini, pemerintah menetapkan target indikatif sebesar Rp22 triliun hingga Rp33 triliun.
Lelang tersebut bertujuan untuk memenuhi sebagian dari target pembiayaan dalam APBN 2024.
Lelang bersifat terbuka (open auction) menggunakan metode harga beragam (multiple price). SUN yang akan dilelang mempunyai nominal per unit sebesar Rp1 juta.
Perbedaan SBN, SBSN, dan SUN
Dalam dunia investasi, ada beberapa istilah yang mungkin masih membingungkan bagi sebagian calon investor, seperti SBN, SBSN, dan SUN. Apa perbedaannya?
Menurut laman resmi Kementerian Keuangan (Kemenkeu), ketiga istilah tersebut memiliki singkatan sebagai berikut:
- SBN: Surat Berharga Negara
- SBSN: Surat Berharga Syariah Negara
- SUN: Surat Utang Negara
Lalu, apa pengertian dari masing-masing istilah ini?
Pengertian SBN, SBSN, dan SUN
Surat berharga adalah dokumen yang memiliki nilai uang atau nominal dan berfungsi sebagai legitimasi atas kepemilikan hak tertentu yang bisa digunakan untuk keperluan transaksi.
Berikut pengertian dari tiga istilah di atas:
Surat Berharga Negara atau SBN adalah surat berharga yang diterbitkan oleh pemerintah Indonesia dan bebas dari risiko gagal bayar karena investasi ini dijamin oleh negara.
SBN terdiri dari dua jenis utama, yaitu Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara atau SUN adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang Rupiah maupun valuta asing, yang nilai pokok dan kuponnya dijamin oleh negara sesuai masa berlakunya.
Sementara itu, SBSN yang juga dikenal sebagai Sukuk Negara, adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.
Investasi dalam SUN maupun SBSN dikelola oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Penawaran SUN dan SBSN
Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) ditawarkan secara ritel kepada warga negara Indonesia.
Ada berbagai jenis investasi SUN dan SBSN berdasarkan karakteristik produknya, yang terbagi menjadi kategori konvensional dan syariah.
Di kategori investasi konvensional ada Obligasi Negara Ritel (ORI), yaitu memiliki nilai kupon tetap dan bisa diperdagangkan antar investor domestik.
Jenis investasi konvensional lainnya yaitu Savings Bond Ritel (SBR), yakni mempunyai tingkat kupon mengambang dan tidak bisa diperdagangkan.
Sementara itu, yang termasuk jenis investasi syariah adalah Sukuk Ritel.
Dalam hal ini Sukuk Ritel memiliki tingkat imbalan tetap yang dibayarkan setiap bulan dan bisa diperdagangkan di pasar sekunder.
Selain itu ada Sukuk Tabungan yang memiliki tingkat imbalan mengambang dan tidak bisa diperdagangkan di pasar sekunder.
Dan, Cash Waqf Linked Sukuk Ritel (CWLS Ritel) atau Sukuk Wakaf Ritel yaitu Investasi wakaf uang pada sukuk negara yang imbalannya disalurkan untuk membiayai program sosial dan pemberdayaan ekonomi umat.
Meskipun memiliki kategori yang berbeda, seluruh SBN digunakan oleh pemerintah untuk pembiayaan pembangunan nasional.
Keamanan Investasi SBN
Seluruh instrumen SBN termasuk investasi yang aman karena nilai pokok dan kuponnya dijamin oleh negara.
Dengan memahami perbedaan antara SBN, SUN, dan SBSN, calon investor dapat membuat keputusan investasi yang lebih baik.
SBN menawarkan keamanan dan dukungan dari pemerintah, sedangkan SBSN memberikan opsi investasi berdasarkan prinsip syariah yang juga aman dan dijamin oleh negara.
Keuntungan Investasi SUN
Tingkat keuntungan investasi SUN bersumber dari penghasilan kupon dan potensi kenaikan harga obligasi.
Dibandingkan efek lainnya, SUN memiliki risiko gagal bayar yang sangat kecil sebab nilai pokok dan kuponnya dijamin negara.
Produk SUN juga bisa dijadikan sebagai agunan dan dapat dijual sewaktu-waktu saat pemiliknya membutuhkan dana.
Perlu diketahui, setiap tahun pemerintah menganggarkan pembayaran kupon maupun pokok obligasi negara dalam APBN.
Penjualan dan penawaran obligasi negara oleh pemerintah di pasar primer umumnya dilakukan melalui lelang.
Lelang obligasi diikuti oleh peserta yang memenuhi persyaratan seperti bank atau perusahaan efek yang ditunjuk Menteri Keuangan sebagai dealer utama. (*)