KABARBURSA.COM – Aktivitas perdagangan karbon di Indonesia menunjukkan pertumbuhan signifikan sepanjang Mei 2025.
Berdasarkan data resmi dari Bursa Karbon Indonesia, idxcarbon.co.id mencatat volume dan nilai transaksi karbon meningkat tajam dibanding bulan sebelumnya, mencerminkan minat yang makin tinggi terhadap mekanisme pasar karbon domestik.
"Sepanjang bulan Mei, total volume perdagangan karbon mencapai 564 ton karbon dioksida ekuivalen (tCO2e), melonjak drastis dibandingkan April 2025 yang hanya sebesar 57 tCO2e," tulis laporan bulanan perdagangan karbon dikutip Senin, 15
Nilai transaksi pun mengalami kenaikan tajam dari Rp3.413.200 pada April menjadi Rp33.666.800 pada Mei 2025. Frekuensi transaksi tercatat sebanyak 15 kali, naik tiga kali lipat dari sebelumnya hanya lima kali.
Volume rata-rata harian sepanjang 17 hari perdagangan di bulan Mei mencapai 33 tCO2e dengan nilai rata-rata harian sebesar Rp1.980.400. Sebagai perbandingan, pada April yang memiliki 16 hari perdagangan, rata-rata volume harian hanya 4 tCO2e dengan nilai Rp213.325. Total hari perdagangan sepanjang tahun ini (year-to-date/ytd) mencapai 91 hari, dibandingkan 74 hari hingga April.
Secara kumulatif hingga akhir Mei, total volume perdagangan karbon tercatat sebesar 691.296 tCO2e dengan nilai transaksi sebesar Rp27.312.467.000 dan total frekuensi 99 kali. Jumlah peserta pasar karbon tetap bertahan di angka 112 peserta.
Rinciannya, pasar karbon terbagi dalam empat segmen: pasar reguler (regular market), pasar negosiasi (negotiated market), pasar lelang (auction market), dan marketplace.
Pada pasar reguler, volume perdagangan selama Mei hanya mencapai 21 tCO2e dengan nilai transaksi sebesar Rp1.250.800 dan frekuensi lima kali. Komposisi transaksi terdiri dari IDTBS (Indonesia Domestic Tradable Emission Unit) sebesar 13 tCO2e senilai Rp762.800 dan IDTBS-RE (IDTBS – Renewable Energy) sebesar 8 tCO2e senilai Rp488.000.
Adapun untuk total perdagangan pasar reguler sepanjang tahun ini.Volume mencapai 1.701 tCO2e, nilai transaksi Rp157.122.000 dan frekuensi transaksi sebanyak 44 kali.
Kontribusi terbesar datang dari unit IDTBSA (IDTBS Authorized), yang merupakan unit karbon domestik berbasis teknologi selain energi terbarukan dan telah diotorisasi untuk perdagangan internasional. Total volume dari IDTBSA mencapai 1.361 tCO2e dengan nilai sebesar Rp130.656.000. Sementara IDTBSA-RE (unit otorisasi RE) berkontribusi 75 tCO2e senilai Rp10.800.000.
Marketplace, yang menyediakan platform daring perdagangan karbon domestik, juga mencatat lonjakan aktivitas. Volume perdagangan pada Mei 2025 mencapai 283 tCO2e dengan nilai Rp17.128.000 dan tujuh kali transaksi.
Sebagian besar berasal dari IDTBS sebesar 260 tCO2e senilai Rp15.288.000, serta IDTBS-RE sebesar 23 tCO2e senilai Rp1.840.000. Hingga akhir Mei, total volume marketplace mencapai 832 tCO2e dengan nilai Rp50.775.000 dan frekuensi 19 kali.
Sementara itu, pasar negosiasi, yang memfasilitasi transaksi bilateral antar pihak, tetap menjadi tulang punggung utama. Selama Mei, pasar ini mencatat volume 260 tCO2e dengan nilai Rp15.288.000 dari tiga transaksi, seluruhnya berasal dari unit IDTBS.
Secara akumulatif, pasar negosiasi menyumbang volume terbesar yaitu 688.763 tCO2e dengan nilai Rp27.104.570.000 dan frekuensi transaksi 33 kali. Mayoritas kontribusi berasal dari IDTBS sebesar 640.382 tCO2e senilai Rp23.224.730.000, diikuti oleh IDTBSA sebesar 48.186 tCO2e senilai Rp3.854.880.000 dan IDTBSA-RE sebesar 195 tCO2e senilai Rp24.960.000.
Pasar lelang karbon (auction market) hingga akhir Mei 2025 belum mencatat aktivitas perdagangan sama sekali.
Peningkatan Aktivitas Didukung Penambahan Proyek Karbon
Jumlah proyek karbon yang terdaftar pada Mei 2025 bertambah menjadi delapan, naik dari tujuh proyek pada bulan sebelumnya. Penambahan ini turut mendorong ketersediaan unit karbon yang tercatat sebesar 2.074.000 tCO2e. Meski begitu, jumlah unit karbon yang telah dihapus atau retired masih sangat kecil, hanya 573 tCO2e pada Mei 2025 dibandingkan 65 tCO2e pada April.
Berikut adalah daftar proyek karbon yang telah terdaftar dan menyumbang volume ke pasar karbon Indonesia :
- Proyek Lahendong Unit 5 & 6 (PLTP Geothermal). Dimiliki oleh PT Pertamina Power Indonesia, dengan total volume dari 2016–2020 sebesar 863.209 tCO2e.
- Pembangunan PLTGU Blok 3 PJB Muara Karang. Dimiliki oleh PT PLN Nusantara Power, dengan volume 776.873 tCO2e (vintage 2022).
- Pengoperasian PLTM Gunung Wugul. Minihidro milik PT PLN Indonesia Power, menyumbang 12.932 tCO2e untuk vintage 2021–2022.
- Pengoperasian PLTGU Priok Blok 4. Dimiliki oleh PT PLN Indonesia Power, dengan volume 763.653 tCO2e untuk vintage 2021.
- Konversi PLTGU Grati Blok 2. Perubahan dari siklus tunggal ke siklus gabungan (combined cycle) dengan volume 407.390 tCO2e (vintage 2021).
- Konversi PLTGU Muara Tawar Blok 2. Dimiliki oleh PT PLN Nusantara Power, dengan volume 34.000 tCO2e (vintage 2023).
- Pengoperasian PLTMG Sumbagut 2 Peaker 250 MW. Tercatat dari tiga tahun vintage (2021–2023) dengan total volume 173.878 tCO2e.
- Pemanfaatan Limbah Pabrik Kelapa Sawit (POME) untuk Biogas Co-firing di Riau. Dimiliki oleh PT Perkebunan Nusantara IV, terdaftar pada 20 Mei 2025, menyumbang 21.510 tCO2e.
Dengan semakin banyaknya proyek yang masuk dan meningkatnya nilai serta volume perdagangan, pasar karbon Indonesia terus menunjukkan potensi besar sebagai bagian dari transisi energi bersih nasional.
Namun, masih terdapat ruang untuk peningkatan, terutama dalam hal penghapusan unit karbon (retirement) serta aktivasi pasar lelang.
Diberitakan sebelumnya, Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI), Jeffrey Hendrik, menjelaskan Bursa Karbon Indonesia atau IDX Carbon semakin aktif membidik pasar internasional dalam rangka memperluas jangkauan perdagangan karbon dari Indonesia ke pasar Asia.
Transaksi Karbon Internasional Bertumbuh
Sejumlah negara potensial seperti Jepang, Singapura, dan Korea Selatan menjadi target utama kerja sama lintas negara (G2G) untuk pengakuan unit karbon asal Indonesia di pasar global.
Menurut Jeffrey, transaksi karbon internasional sejauh ini sudah berlangsung melalui representasi negara asing di Indonesia, namun masih memerlukan penguatan kerja sama antar pemerintah.
"Sudah ada unit karbon dari Indonesia yang dibeli oleh pihak luar, namun untuk dapat diakui di negara asal mereka, perlu ada penguatan di level G2G,” ujar Jeffrey Hendrik di Gedung BEI, Jakarta, Selasa, 22 April 2025.
Ia menambahkan, pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan tengah memproses recommended agreement dengan sejumlah negara seperti Jepang dan Singapura. Ada sejumlah syarat yang administrasi yang dipangkas demi tercapainya kerja sama antar negara.
Jeffrey membeberkan bursa karbon juga mengambil langkah konkret untuk mempermudah akses investor asing melalui revisi peraturan onboarding. Salah satunya adalah penyederhanaan dokumen administrasi seperti penghapusan syarat Legal Entity Identifier (LEI) yang dinilai tidak relevan untuk transaksi karbon.
“Kami akan permudah persyaratan administrasi onboarding calon pengguna jasa dari luar negeri, tanpa mengurangi kualitas dari proses standar kualitas yang kami lakukan,” kata Jeffrey. (*)