KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatat perdagangan saham selama sepekan periode 2 – 5 Juni 2025 ditutup bervariasi.
Sekretaris Perusahaan BEI, Kautsar Primadi Nurahmad menyampaikan peningkatan tertinggi terjadi pada rata-rata frekuensi transaksi harian sebesar 4,43 persen.
"Menjadi 1,37 juta kali transaksi dari 1,31 juta kali transaksi pada pekan lalu," ujar dia dalam keterangan resmi dikutip, Jumat, 6 Juni 2025.
Kautsar mengatakan peningkatan turut dialami rata-rata nilai transaksi harian selama sepekan menjadi Rp17,14 triliun, naik 2,18 persen dari Rp16,78 triliun pada pekan sebelumnya.
Namun, kapitalisasi pasar BEI mengalami penurunan sebesar 0,32 persen menjadi Rp12.381 triliun dari Rp12.420 triliun pada sepekan sebelumnya.
"Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selama sepekan turut mengalami perubahan sebesar 0,87 persen ditutup pada level 7.113,425 dari 7.175,819 pada pekan lalu," ungka Kautsar.
Sementara itu, lanjut Kautsar, rata-rata volume transaksi harian Bursa pekan ini 24,29 miliar lembar saham, turun sebesar 22,88 persen, menjadi dari 31,49 miliar lembar saham pada pekan sebelumnya.
Adapun investor asing per kemarin, Kamis, 5 Juni 2025 mencatatkan nilai jual bersih senilai Rp720,62 miliar dan sepanjang tahun 2025 ini, investor asing mencatatkan nilai jual bersih Rp49,89 triliun.
Dana Asing Diprediksi Balik Arah, Pasar Modal RI Siap Bergairah
Pasar modal Indonesia bakal bergariah setelah arus masuk dana asing (foreign inflow) diprediksi berbalik arah pada semester II 2025.
Analis pasar modal sekaligus Founder Stocknow.id Hendra Wardana mengatakan, sejumlah katalis kuat mulai terbentuk dan membuka peluang bagi pasar modal Indonesia untuk kembali menjadi magnet investasi global.
"Salah satu sentimen terbesar yang dinanti adalah ekspektasi penurunan suku bunga oleh Federal Reserve AS pada semester kedua tahun ini," ujar dia kepada KabarBursa.com, Kamis, 5 Juni 2025.
Jika terealisasi, Hendra memandang kondisi ini akan mendorong rotasi dana dari aset berisiko rendah ke pasar negara berkembang seperti Indonesia yang menawarkan imbal hasil lebih menarik.
Dari dalam negeri, Hendra menuturkan investor menyambut positif rencana peluncuran stimulus ekonomi oleh pemerintah yang berfokus pada penguatan daya beli masyarakat.
"Di sisi lain, stabilitas politik pasca pemilu serta pembentukan kabinet oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto semakin memperkuat kepercayaan investor asing bahwa arah kebijakan ekonomi Indonesia akan tetap pro-pasar dan berpihak pada pembangunan," ungkapnya.
Tak kalah penting, lanjut dia, tren penguatan kembali harga komoditas seperti emas dan nikel juga menjadi alasan utama mengapa investor asing mulai memburu saham-saham berbasis sumber daya alam (SDA).
Dalam konteks ini, Hendra memprediksi sejumlah sektor menjadi magnet utama dana asing. Menurutnya, sektor perbankan tetap solid dengan saham-saham seperti BBRI, BMRI, hingga BBCA yang menawarkan kinerja kuat dan pertumbuhan stabil.
Sementara itu, sektor logam dan tambang seperti emas dan nikel juga dinilai semakin menarik karena posisinya sebagai aset lindung nilai di tengah ketidakpastian geopolitik dan resesi global.
"Saham-saham seperti BRMS, ANTM, MBMA, dan MDKA berada dalam radar investor," tandasnya.
Lebih jauh Hendra menuturkan, beberapa saham bisa menjadi pilihan di tengah potensi banjir dana asing seperti BRPT (buy, target Rp1.400) dengan eksposur energi dan petrokimia, SCMA (buy, target Rp190) yang berpeluang menikmati lonjakan belanja iklan.
Selain itu, ada pula MBMA (buy, target Rp530) sebagai bagian dari rantai pasok baterai kendaraan listrik, serta BRMS (buy, target Rp430) yang mencetak pertumbuhan laba dan volume produksi emas secara signifikan.
"Dengan berbagai katalis positif tersebut, semester II 2025 berpotensi menjadi titik balik pasar saham Indonesia menuju tren bullish yang lebih berkelanjutan," pungkasnya.(*)