KABARBURSA.COM - Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat data perdagangan saham selama pekan ini periode 7-11 Juli 2025 ditutup di zona positif.
Sekretaris Perusahaan BEI Kautsar Primadi Nurahmad mengatakan rata-rata frekuensi transaksi harian selama sepekan meningkat sebesar 9,77 persen menjadi 1,14 juta kali transaksi dari 1,04 juta kali transaksi pada pekan lalu.
"Kemudian peningkatan turut dialami oleh rata-rata nilai transaksi harian BEI yaitu sebesar 6,65 persen menjadi Rp11,08 triliun dari Rp10,39 triliun pada pekan sebelumnya," ujar dia dalam keterangan resmi dikutip, Sabtu, 12 Juli 2025.
Rata-rata volume transaksi harian bursa pekan ini tercatat 20,09 miliar lembar saham, meningkat 3,34 persen dibanding pekan sebelumnya sebesar 19,44 miliar lembar saham.
Selain itu, kapitalisasi pasar BEI turut mengalami kenaikan sebesar 2,77 persen menjadi Rp12.404 triliun dari Rp12.070 triliun pada sepekan sebelumnya.
"Kemudian, pergerakan IHSG selama sepekan mengalami kenaikan sebesar 2,65 persen dan ditutup pada level 7.047,438 dari 6.865,192 pada pekan lalu," jelas Kautsar.
Adapun investor asing pada Jumat, 11 Juli 2025, mencatatkan nilai beli bersih Rp460,11 miliar dan sepanjang tahun 2025 ini, investor asing mencatatkan nilai jual bersih Rp57,865 triliun.
IHSG Pekan ini Diproyeksi Menguat
Sebelumnya diberitakan, IHSG memang diperkirakan bergerak bervariasi dengan kecenderungan menguat pada pekan ini. Indeks diproyeksikan bergerak dalam kisaran support di 6815 dan resistance di 6970 pada 7 sampai 11 Juli 2025 ini , setelah pada pekan lalu mengalami koreksi tipis sebesar 0,47 persen dengan tekanan jual asing mencapai Rp2 triliun.
"Pasar saat ini berada di persimpangan. Ada potensi meredanya ketegangan dagang, tapi juga risiko dari kebijakan fiskal dan suku bunga AS," ujar Equity Analyst IPOT, Imam Gunadi Senin, 7 Juli 2025.
Ia menilai bahwa ketidakpastian global justru dapat menciptakan peluang bagi investor yang fokus pada sektor berpotensi dan tahan banting. Penurunan kinerja IHSG disebut Imam dipengaruhi kombinasi sentimen eksternal dan domestik, salah satunya perkembangan data PMI manufaktur dari China, AS, dan Indonesia.
Menurut dia China menunjukkan perbaikan kinerja manufaktur berdasarkan data NBS Manufacturing PMI yang naik dari 47,5 menjadi 49,7 pada Juni 2025.
Peningkatan didorong oleh kenaikan pesanan baru ke zona ekspansi di 50,2 dan output yang meningkat ke 51. Aktivitas pembelian juga membaik untuk pertama kalinya sejak Maret. Meskipun mayoritas indikator masih berada di area kontraksi, tren pemulihan ini dinilai menjadi dampak positif dari pertemuan dagang sebelumnya di London.
Sementara itu, data ISM Manufacturing PMI AS juga menunjukkan perbaikan. Produksi naik signifikan ke 50,3 dari 45,4, dan inventori meningkat ke 49,2 dari sebelumnya 46,7. Hal ini mengindikasikan potensi peningkatan impor barang dari China. Namun, permintaan domestik AS masih melemah, terlihat dari kontraksi pesanan baru yang turun ke 46,4.
Berbeda dengan dua negara tersebut, PMI manufaktur Indonesia justru menurun ke 46,9 dari 47,4 pada Mei. Penurunan tajam permintaan domestik menyebabkan pelemahan pada output, pembelian bahan baku, hingga penurunan ketenagakerjaan yang disebut Imam sebagai yang terdalam dalam hampir empat tahun terakhir.
Para pelaku usaha dinilai masih menunggu kepastian dari arah kebijakan dagang AS sebelum mengambil keputusan ekspansi atau efisiensi. (*)