KABARBURSA.COM - Menutup sesi pertama perdagangan hari ini, 9 September 2024, Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG tergelincir sebanyak 65 poin. Begitu pula dengan rupiah yang siang ini tertekan karena terdampak inflasi Amerika Serikat (AS) serta perlambatan pertumbuhan ekonomi China.
IHSG mengalami penurunan signifikan, melemah 0,84 persen atau 65 poin ke level 7.657, dari sesi pembukaan di 7.722. IHSG sempat mencatat level tertinggi di 7.748 dan terendah di 7.655.
Selama sesi ini, sebanyak 204 emiten mengalami kenaikan harga, sementara 374 emiten mengalami penurunan, dan 219 emiten tetap stagnan.
Top Losers:
- HOMI - Anjlok 14,41 persen
- BINO - Turun 12,18 persen
- SILO - Menurun 11,59 persen
- MKAP - Tergerus 10,85 persen
- PNLF - Terjatuh 5,42 persen
Top Gainers:
- CINT - Melambung 30,89 persen
- MLPT - Naik 24,86 persen
- GPSO - Meningkat 19,23 persen
- DIVA - Naik 16,81 persen
- BCIC - Menguat 13,86 persen
Sebagian besar sektor mengalami penurunan, kecuali sektor properti yang mencatat kenaikan 0,35 persen ke level 739. Berikut adalah kinerja sektor lainnya:
- Konsumer Non-Primer: Koreksi 1,05 persen menjadi 715
- Infrastruktur: Turun 1,08 persen ke posisi 1.634
- Teknologi: Menurun 0,48 persen ke level 3.289
- Industri: Tertekan 1 persen ke level 1.078
- Energi: Melemah 1,05 persen menjadi 2.617
- Transportasi: Turun tipis 0,04 persen ke level 1.448
- Kesehatan: Menurun 0,97 persen ke level 1.483
- Keuangan: Koreksi 0,69 persen menjadi 1.525
- Bahan Baku: Stagnan 0,02 persen di posisi 1.328
- Konsumer Primer: Turun 1,97 persen menjadi 894
Lima emiten dengan nilai transaksi tertinggi adalah:
- BBRI - Rp618,54 miliar
- BBNI - Rp256,54 miliar
- BMRI - Rp241 miliar
- BBCA - Rp228,21 miliar
- BREN - Rp183,66 miliar
Rupiah Ikut Tertekan
Nilai tukar rupiah ikut melemah terhadap dolar AS pada Senin, 9 September 2024, seiring kekhawatiran pasar mengenai potensi inflasi yang kembali naik di Amerika Serikat dan perlambatan inflasi yang lebih besar dari perkiraan di China.
Mengacu pada data BloombergInternasional pukul 12.00 WIB, rupiah diperdagangkan di level Rp15.442 per dolar AS, mengalami pelemahan 65 poin atau 0,42 persen dibandingkan penutupan perdagangan Jumat sore, 6 September 2024, yang berada di level Rp15.377 per dolar AS.
Data tingkat pengangguran AS bulan lalu tercatat turun menjadi 4,2 persen, sesuai dengan prediksi. Namun, kenaikan upah bulanan mencapai 0,7 persen, lebih tinggi dari perkiraan 0,3 persen. Secara tahunan, upah naik sebesar 3,8 persen, juga melampaui prediksi 3,7 persen. Pendapatan per jam rata-rata naik sebesar 0,4 persen pada bulan tersebut, serta 3,8 persen dari tahun lalu, keduanya lebih tinggi dari perkiraan masing-masing 0,3 persen dan 3,7 persen. Selain itu, jam kerja juga meningkat tipis menjadi 34,3 jam.
Di sisi lain, data dari Biro Statistik Nasional China menunjukkan bahwa Indeks Harga Konsumen (IHK) meningkat sebesar 0,6 persen dari tahun sebelumnya, sedikit lebih tinggi dibandingkan kenaikan 0,5 persen pada Juli 2024. Namun, angka tersebut tetap di bawah perkiraan median sebesar 0,7 persen. Permintaan yang lemah menurunkan peluang China untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sekitar 5 persen, karena konsumen menunda belanja dan perusahaan memotong upah.
"Faktor ini juga menjadi sentimen negatif yang turut menekan kurs rupiah hari ini," tambah Lukman.
Di awal pembukaan perdagangan hari ini, IHSG dibuka berada di zona hijau, di mana pasar tampak cenderung wait and see menanti rilis data ekonomi penting di global pada pekan ini terutama data inflasi Amerika Serikat (AS) dan China.
Pada pembukaan perdagangan hari ini, IHSG dibuka naik 0,18 persen ke posisi 7.735,6. Hanya berselang lima menit setelah dibuka, IHSG menguat sedikit, meningkat 0,2 persen ke 7.737,07. IHSG pun kembali menyentuh rekor tertinggi intraday-nya pada awal sesi I hari ini.
Nilai transaksi indeks pada awal sesi I hari ini sudah mencapai sekitar Rp746 miliar dengan volume transaksi mencapai 866 juta lembar saham dan sudah ditransaksikan sebanyak 70.430 kali.
Pergerakan IHSG pada hari ini akan diwarnai oleh investor asing yang mulai mencatatkan outflow untuk pertama kalinya setelah terjadi inflow selama 10 pekan beruntun.
Sementara rupiah, sejak pagi dibuka melemah terhadap dolar AS. Mengutip Refinitiv, rupiah mengalami penurunan tajam sebesar 0,59 persen, dibuka di angka Rp15.450 per dolar AS. Ini merupakan penurunan yang signifikan jika dibandingkan dengan penguatan 0,23 persen yang tercatat pada Jumat, 6 September kemarin.
Sementara itu, Indeks Dolar AS (DXY) pada pukul 08:53 WIB naik tipis 0,05 persen menjadi 101,22, lebih tinggi dibandingkan posisi kemarin yang berada di angka 101,17. Kenaikan DXY dalam dua hari terakhir memberikan tekanan tambahan terhadap rupiah.
Meskipun data tenaga kerja AS menunjukkan hasil yang tidak seburuk yang diperkirakan, ekspektasi terhadap kebijakan suku bunga masih mempengaruhi pasar. Laju pengangguran AS pada Jumat pekan lalu tercatat turun menjadi 4,2 persen, lebih baik dibandingkan periode sebelumnya yang berada di 4,3 persen. Selain itu, tingkat upah bulanan meningkat 0,7 persen, jauh di atas perkiraan kenaikan 0,3 persen, sementara tingkat upah tahunan naik 3,8 persen, juga melampaui prediksi 3,7 persen.
Kondisi ini memperkuat ekspektasi bahwa pemangkasan suku bunga oleh bank sentral AS (The Fed) kemungkinan akan lebih kecil dari yang sebelumnya diharapkan. Melalui CME FedWatch Tool, ekspektasi untuk pemotongan sebesar 25 basis poin (bps) semakin meningkat, menggantikan ekspektasi untuk pemotongan sebesar 50 bps.
Sebagai dampaknya, DXY mengalami rebound, dan tekanan terhadap rupiah berlanjut di awal perdagangan hari ini.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.