Logo
>

Perhatian! Dua Sektor ini Bisa Terdampak Imbas Defisit APBN

Research Analyst Lotus Andalan Sekuritas, Muhammad Thoriq mengatakan defisit APBN dapat memicu volatilitas di pasar saham

Ditulis oleh Hutama Prayoga
Perhatian! Dua Sektor ini Bisa Terdampak Imbas Defisit APBN
Pekerja menyelesaikan proyek pembangunan tanggul beton di sepanjang bantaran sungai sebagai pengendali banjir dari proyek infrastruktur PT Wijaya Karya Beton Tbk (WTON) di daerah Kencing, Kudus. Dok. WTON.

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Sektor perbankan dan infrastruktur dianggap terkena dampak imbas defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada Februari 2025.

    Seperti diketahui, Kementerian Keuangan menyampaikan defisit APBN pada Februari 2025 mencapai Rp31,2 triliun atau setara 0,13 persen dari produk domestik bruto (PDB) 2024, meningkat dari Rp23,5 triliun pada Januari atau 0,10 persen dari PDB.

    Research Analyst Lotus Andalan Sekuritas, Muhammad Thoriq mengatakan defisit APBN dapat memicu volatilitas di pasar saham, terutama jika saham tersebut juga terpaku oleh kebijakan dari pemerintah.

    "Terutama  kebijakan pengetatan anggaran atau pengurangan belanja pemerintah," ujar dia kepada KabarBursa.com melalui aplikasi pesan di Jakarta, Senin, 17 Maret 2025.

    Thoriq menyebut ada dua sektor yang akan terdampak  akibat APBN defisit, salah satunya adalah perbankan. Menurut dia, defisit anggaran yang meningkat dapat mempengaruhi sektor ini karena pemerintah cenderung meningkatkan penerbitan obligasi untuk menutup defisit anggaran.

    "Penerbitan obligasi dapat menyebabkan kenaikan suku bunga. Kenaikan suku bunga dapat meningkatkan biaya dana bagi perbankan dan menurunkan permintaan kredit, sehingga mempengaruhi profitabilitas bank," jelasnya. 

    Selain itu, sektor infrastruktur dinilai juga bisa tersengat efek negatif defisitnya APBN. Thoriq bilang, peningkatan defisit anggaran dapat menyebabkan pemerintah kembali melakukan efisiensi anggaran, termasuk pengurangan anggaran untuk proyek infrastruktur. 

    "Hal ini dapat berdampak negatif pada sektor konstruksi dan infrastruktur, mengingat proyek-proyek pemerintah merupakan sumber pendapatan utama bagi perusahaan di sektor ini," ucapnya. 

    Lebih jarang h Thoriq menjelaskan, kondisi defisit ini juga menciptakan ketidakpastian bagi investor, terutama terkait bagaimana pemerintah akan menutupi kekurangan anggaran. 

    Dia menilai, pasar keuangan biasanya bereaksi negatif terhadap kabar defisit yang melebar, karena bisa berdampak pada peningkatan utang dan perlambatan pertumbuhan ekonomi.

    "Pasar modal cenderung bereaksi terhadap kondisi fiskal yang ketat. Jika pemerintah menutup defisit dengan penerbitan Surat Utang Negara (SUN) dalam jumlah besar, maka imbal hasil obligasi kemungkinan meningkat," kata dia. 

    Menurutnya, hal tersebut dapat mengalihkan dana investor dari saham ke instrumen pendapatan tetap, memberikan tekanan pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). 

    "Ini tercermin dari pergerakan IHSG yang melemah 1,39 persen dalam sepekan terakhir akibat sentimen negatif terkait kondisi fiskal," pungkasnya. 

    Target Defisit APBN

    Adapun, pemerintah menetapkan target defisit APBN 2025 selama satu tahun penuh sebesar Rp616,2 triliun atau 2,53 persen dari PDB.

    Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati  menjelaskan bahwa sepanjang Januari hingga Februari 2025, pendapatan negara tercatat mencapai Rp316,9 triliun atau 10,5 persen dari target yang telah ditetapkan. 

    Angka tersebut menunjukkan penurunan 20,8 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang mencapai Rp400,4 triliun. 

    Di sisi lain, realisasi belanja negara dalam dua bulan pertama tahun ini mencapai Rp348,1 triliun atau sekitar 9,6 persen dari total alokasi anggaran yang disiapkan pemerintah untuk 2025. Realisasi belanja ini juga mengalami penurunan 6,9 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp374,3 triliun.

    Dengan kondisi tersebut, keseimbangan primer APBN pada Februari 2025 masih mencatatkan surplus sebesar Rp48,1 triliun. Namun, angka ini lebih rendah dibandingkan dengan surplus keseimbangan primer pada Februari 2024 yang mencapai Rp95 triliun. 

    "Jadi, defisit 0,13 persen itu masih di dalam target desain APBN sebesar 2,53 persen dari PDB," jelas Sri Mulyani konferensi pers APBN KiTa (Kinerja dan Fakta) di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Kamis, 13 Maret 2025. 

    Defisit APBN Bengkak di Awal Tahun: Efisiensi Dipertanyakan

    Ekonom Bright Institute, Awalil Rizky, menyoroti bahwa pemotongan belanja negara menjadi langkah yang harus diambil untuk mencegah defisit yang lebih besar. 

    "Defisit yang sudah muncul di dua bulan awal ini merupakan sinyal bahwa pengelolaan fiskal harus lebih ketat. Jika tidak dikendalikan, beban pembiayaan akan semakin berat," ujarnya kepada KabarBursa.com, Senin 17 Maret 2025

    Dalam struktur APBN 2025, belanja negara dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu Belanja Pemerintah Pusat (BPP) sebesar Rp2.701,44 triliun (74,60 persen) dan Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp919,87 triliun (25,40 persen). 

    Namun, realisasi BPP selama dua bulan pertama hanya mencapai Rp211,5 triliun atau 7,80 persen dari target APBN 2025, turun 11,74 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan ini terutama disebabkan oleh pemblokiran anggaran kementerian/lembaga dalam rangka efisiensi.

    Sementara itu, realisasi TKD mencapai Rp211,5 triliun atau 14,90 persen dari target APBN 2025. Ini meningkat 1,43 persen dibandingkan tahun lalu, yang menurut Awalil masih dalam kategori wajar. 

    "Peningkatan TKD ini sebenarnya bisa membantu perekonomian daerah, terutama untuk sektor layanan publik yang menjadi kewajiban utama pemerintah daerah. Namun, efektivitas penggunaannya tetap perlu diawasi," jelasnya.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Hutama Prayoga

    Hutama Prayoga telah meniti karier di dunia jurnalistik sejak 2019. Pada 2024, pria yang akrab disapa Yoga ini mulai fokus di desk ekonomi dan kini bertanggung jawab dalam peliputan berita seputar pasar modal.

    Sebagai jurnalis, Yoga berkomitmen untuk menyajikan berita akurat, berimbang, dan berbasis data yang dihimpun dengan cermat. Prinsip jurnalistik yang dipegang memastikan bahwa setiap informasi yang disajikan tidak hanya faktual tetapi juga relevan bagi pembaca.