KABARBURSA.COM - PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) atau Mitratel mendorong inovasi Flying Tower System (FTS), teknologi pesawat tanpa awak bertenaga surya yang menggunakan High Altitude Platform Station (HAPS) dari anak usaha Airbus, AALTO HAPS Ltd. (AALTO). Inisiatif ini merupakan langkah perseroan dalam meningkatkan layanan telekomunikasi di Indonesia.
Direktur Utama Mitratel, Theodorus Ardi Hartoko (Teddy), menyatakan bahwa kerja sama dengan AALTO ini merupakan dukungan terhadap rencana pemerintah Indonesia untuk menyediakan akses telekomunikasi berkualitas tinggi bagi seluruh masyarakat.
"Akses internet dapat meningkatkan kualitas hidup sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah," ujarnya. Seperti dikutip di Jakarta, Selasa 6 Agustus 2024.
Teddy menambahkan, pihaknya merintis berbagai inisiatif dan mengadopsi teknologi baru yang memungkinkan Mitratel untuk memperluas jaringannya secara efektif.
"Mitratel senantiasa berkomitmen untuk tetap menjadi yang terbaik dan tumbuh berkelanjutan dalam mendukung pemerataan dan kedaulatan digital di Indonesia." tutur dia.
Namun, Teddy menegaskan bahwa Flying Tower System tidak akan menggantikan jaringan terestrial yang telah dibangun, melainkan akan melengkapi ekosistem telekomunikasi anak usaha Telkom tersebut.
"Flying tower tidak 100 persen menggantikan infrastruktur terestrial. Itu akan tetap ada. Terestrial keandalannya masih jauh lebih tinggi dibandingkan yang non-terestrial," tegasnya.
Meski demikian, Teddy belum bisa mengungkapkan berapa nilai investasi yang harus dikeluarkan untuk merealisasikan rencana ini.
"Investasi masih terlalu dini untuk diungkapkan, yang jelas kita melihat ada peluang untuk melengkapi infrastruktur yang ada. Dan ini sesuai dengan kontur geografis di Indonesia yang mayoritas laut," ucapnya.
Direktur Investasi Mitratel, Hendra Purnama, menyebut bahwa inovasi Flying Tower System ini direncanakan akan beroperasi secara komersial pada tahun 2026 mendatang.
"Teknologi ini masih dalam tahap penelitian dan pengembangan, dan kita targetkan di 2025 sudah bisa selesai dan siap digunakan secara komersial di 2026," terangnya.
Zephyr, platform muatan agnostik yang bisa berubah menjadi menara multi-fungsi di udara, mampu menyediakan layanan konektivitas seluler hingga 5G langsung ke perangkat dengan latensi rendah di lokasi sulit dijangkau, khususnya di daerah terpencil. Teknologi ini mampu terbang selama berbulan-bulan dengan ketinggian mencapai 18-20 kilometer, serta dapat membawa berbagai peralatan atau teknologi sesuai kebutuhan tanpa perubahan besar pada platform itu sendiri.
Inovasi ini dinilai sangat cocok untuk Indonesia yang merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan tantangan geografis dan ekonomi dalam memperluas akses internet dan jaringan di daerah 3T, yaitu daerah terdepan, terluar, dan tertinggal di Indonesia.
Direktur Bisnis Mitratel, Agus Winarno, menyatakan bahwa jangkauan Flying Tower System ini mencapai 200 kilometer atau setara dengan 20 tower. "Operator tidak akan mau sewa lebih mahal dari terestrial. Makanya, dalam 1 hub cakupan itu 200 km, nanti pasti akan ada konversi dengan terestrial," ungkapnya.
Ekspansi Bisnis Ekosistem
Strategi PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk atau Mitratel (MTEL) untuk melanjutkan ekspansi bisnis ekosistem menara secara organik dan inorganik, monetisasi aset menara dan pengelolaan biaya secara lebih efisien, membuahkan hasil positif. Hal ini tercermin pada pencapaian kinerja perseroan sepanjang tahun 2023 yang dipublikasikan Kamis ini 7 Maret 2024. Pertumbuhan pendapatan yang diimbangi dengan pengelolaan biaya yang lebih terukur berdampak pada peningkatan EBITDA Margin dan mengerek laba bersih.
Mitratel berhasil membukukan pendapatan Rp8,59 triliun pada tahun 2023, tumbuh 11,2 persen dibandingkan tahun sebelumnya (year on year/yoy). Bisnis penyewaan menara atau tower leasing menjadi penyumbang terbesar senilai Rp7,14 triliun, atau tumbuh 12,0 persen. Sementara itu, pendapatan dari segmen fiber optic terus berkembang dengan menghasilkan pemasukan Rp207 miliar.
Kenaikan di sisi pendapatan berhasil diimbangi dengan pengelolaan biaya yang lebih efisien. Mitratel berhasil menjaga efektifitas operasional dengan mencatatkan beban operasional Rp4,96 triliun, hanya tumbuh 8,3 persen atau lebih rendah dari pertumbuhan pendapatan yang mencapai 11,2 persen. Alhasil, perseroan mampu menghasilkan EBITDA senilai Rp6,92 triliun, melonjak 12,7 persen. Margin EBITDA pun semakin baik dari 79,5 persen pada 2022 menjadi 80,5 persen pada 2023. Sementara itu, laba bersih tumbuh 12,6 persen dari Rp1,79 triliun menjadi Rp2,01 triliun.
Kinerja keuangan Mitratel yang solid dapat tercapai berkat kinerja operasional yang sangat baik. Pada tahun 2023, Mitratel berhasil menambah 2.596 menara sehingga saat ini memiliki 38.014 menara, dengan membangun menara baru (organik) dan mengakuisisi hampir 2.000 menara. Dengan kepemilikan sebanyak itu, perseroan terus memantapkan posisinya sebagai raja menara di Asia Tenggara dari sisi jumlah kepemilikan menara.
Mitratel juga dipercaya sebagai salah satu mitra utama dalam pengembangan portofolio fiber untuk memenuhi kebutuhan operator seluler akan jaringan berlatensi rendah seiring dengan perkembangan teknologi 5G. Hal ini tercermin dari pencapaian Mitratel dalam menambah jangkauan fiber optic sepanjang 15.880 KM selama tahun 2023. Dengan tambahan ini, total panjang fiber optic milik Mitratel mencapai 32.521 KM pada akhir tahun 2023 atau tumbuh sebesar 95,4 persen.