KABARBURSA.COM - PT Inti Bangun Sejahtera Tbk (IBST) menginformasikan bahwa porsi kepemilikan saham pengendali perusahaan, yakni PT Iforte Solusi Infotek, telah mengalami perubahan.
Hal ini terungkap dalam laporan perubahan struktur pemegang saham IBST yang dirilis pada Kamis 10 Oktober 2024.
Corporate Secretary IBST, Suciratin, menjelaskan bahwa per 4 Oktober 2024, PT Iforte Solusi Infotek kini menguasai sebanyak 1.350.586.095 lembar saham, yang setara dengan 99,98 persen. Sebelumnya, perusahaan tersebut memiliki 1.217.293.423 lembar saham atau 90,11 persen.
Dengan perubahan ini, porsi kepemilikan saham PT Iforte Solusi Infotek di IBST meningkat signifikan. Namun, dalam laporan tersebut tidak dijelaskan secara rinci mengenai alasan di balik penambahan porsi kepemilikan ini.
Saat ini, total saham pengendali mencapai 1.350.586.095 lembar saham (99,98 persen), sedangkan total saham non-pengendali atau saham free float hanya tersisa 318.832 lembar saham (0,02 persen).
Catatan Kinerja Keuangan Kendor
PT Inti Bangun Sejahtera Tbk (IBST) mencatat penurunan kinerja keuangan signifikan pada paruh pertama tahun 2024. Pendapatan perseroan hingga periode 30 Juni 2024 tercatat sebesar Rp429,82 miliar, turun dibandingkan dengan pendapatan Rp542,58 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan, beban pokok pendapatan mengalami kenaikan menjadi Rp355,87 miliar dari Rp250,39 miliar pada periode yang sama tahun 2023. Akibatnya, laba bruto perusahaan turun tajam menjadi Rp73,94 miliar, dibandingkan laba bruto sebesar Rp292,18 miliar pada periode yang sama tahun lalu. Seperti dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin 30 September 2024.
Penurunan kinerja ini mengakibatkan IBST mencatatkan rugi usaha sebesar Rp61,29 miliar, berbalik dari laba usaha Rp210,85 miliar yang diraih pada tahun sebelumnya. Selain itu, perseroan mengalami beban lain-lain neto sebesar Rp1,81 triliun, berbanding terbalik dari pendapatan lain-lain neto sebesar Rp2,61 miliar pada semester I 2023.
Secara keseluruhan, rugi sebelum pajak penghasilan mencapai Rp2,02 triliun, sedangkan pada periode yang sama tahun lalu IBST masih mencatatkan laba sebelum pajak sebesar Rp59,01 miliar. Rugi periode berjalan juga tercatat sebesar Rp2,02 triliun, setelah sebelumnya membukukan laba periode berjalan Rp49,45 miliar.
Dari sisi neraca, jumlah liabilitas perusahaan per 30 Juni 2024 menurun menjadi Rp3,30 triliun dari Rp3,61 triliun pada akhir tahun 2023. Sementara itu, jumlah aset perusahaan turut menurun menjadi Rp5,30 triliun dari Rp7,62 triliun pada periode 31 Desember 2023.
PT Iforte Solusi Infotek, anak usaha PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR), mengakuisisi PT Inti Bangun Sejahtera (IBST) dengan nilai Rp3,4 triliun. Namun nilai akuisisi ini lebih rendah dari harga pasar saham IBST yang mencapai Rp7,5 triliun.
Jika anak usaha TOWR mengambil alih TOWR dengan harga tersebut, maka nilainya setara dengan Rp2.813 per lembar saham. Ini 49 persen lebih rendah dibandingkan harga IBST pada penutupan perdagangan saat akuisisi, Senin, 1 Juli 2024, di level Rp5.559 per lembar saham.
Adam Gifari, Wakil Direktur TOWR, mengatakan tujuan rencana pengambilalihan tersebut. “Untuk pengembangan usaha serta memperluas jaringan usaha dalam rangka memperkuat posisi bisnis grup Pembeli di bidang digital infrastruktur telekomunikasi,” kata dia.
Setelah transaksi ini, TOWR melalui Iforte akan menjadi pengendali baru IBST, sehingga akan melakukan tender offer wajib atau mandatory tender offer (MTO). Pelaksanaan Rencana Pengambilalihan maupun penawaran tender wajib akan dilakukan dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku, termasuk ketentuan di bidang pasar modal.
Rencana pengambilalihan tersebut dilakukan melalui proses tender atau lelang yang diadakan oleh para penjual, dan PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) yang merupakan anak perusahaan terkendali yang dimiliki secara langsung oleh PT Sarana Menara Nusantara Tbk turut berpartisipasi dalam pelaksanaan lelang dimaksud hingga dipilih sebagai pemenang dari lelang (preferred bidder).
Setelah Protelindo terpilih sebagai pemenang lelang (preferred bidder), Protelindo kemudian menunjuk iForte, yang juga merupakan anak perusahaan terkendali dari Protelindo untuk bertindak sebagai pembeli pada rencana pengambilalihan.
“Negosiasi sehubungan dengan rencana pengambilalihan dan penyelesaian aksi tersebut dilakukan secara langsung antara pembeli dengan para penjual. Adapun materi negosiasi yang masih didiskusikan antara lain adalah mengenai nilai final rencana pengambilalihan dan waktu penyelesaian rencana pengambilalihan,” jelas Adam.
Berpotensi Meningkatkan Profitabilitas
Dari sisi keuangan, manajemen menyampaikan bahwa akuisisi ini diharapkan menghasilkan tambahan EBITDA lebih dari Rp700 miliar per tahun. Selain itu, IBST juga telah menandatangani perjanjian sewa menara dan bisnis FTTH (Fiber to the Home) baru selama 10 tahun dengan Smartfren.
Selain itu, TOWR juga berpotensi meningkatkan profitabilitas IBST yang lebih rendah, salah satunya melalui refinancing suku bunga pinjaman. Selaku calon pemilik, TOWR memiliki credit rating idAAA dari Fitch, dengan rata-rata bunga pinjaman sebesar 6,4 persen dibandingkan dengan IBST sebesar 11,4 persen.
Sebelumnya pada awal Juni, TOWR telah mengumumkan rencana akuisisi 90,11 persen IBST dengan total nilai transaksi yang belum diumumkan. Saham tersebut akan dibeli dari PT Bakti Taruna Sejati, selaku pengendali 79,88 persen saham IBST, dan beberapa pemegang saham minoritas IBST lainnya.
Berdasarkan laporan keuangan terakhir per kuartal I 2024, TOWR memiliki kas sebesar Rp1,1 triliun. Beberapa opsi yang dapat diambil TOWR untuk membiayai akuisisi IBST adalah melalui penambahan utang atau modal melalui rights issue atau private placement.
Dari sisi keuangan, IBST mencatatkan rugi bersih Rp933 miliar pada kuartal I 2024 (dibandingkan kuartal I 2023 yang memiliki laba bersih Rp17 miliar), didorong kenaikan beban lain-lain mencapai Rp844 miliar yang berasal dari penyisihan rugi penurunan nilai kontrak dan kerugian penurunan nilai aset tetap.
Dari sisi operasional, IBST juga mencatatkan rugi usaha Rp17,1 miliar, dibandingkan laba usaha Rp96 miliar. Pendapatan turun 15 persen secara tahunan atau year on year (yoy) menjadi Rp222 miliar akibat tidak adanya pendapatan sewa peralatan dan mesin, sementara beban pokok pendapatan naik 27 persen yoy diikuti beban umum dan administrasi yang naik 101 persen yoy.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.