Eddy juga menyebutkan bahwa kebijakan HGBT berdampak pada penurunan penerimaan negara di sektor hulu. Misalnya, pada tahun 2021 dan 2022, negara mengalami penurunan pendapatan sebesar Rp29,39 triliun dari ketentuan HGBT, meskipun belum ada data kuantitatif yang menunjukkan kenaikan di sektor hilir.
Untuk menyikapi kebijakan HGBT yang wacananya akan dilanjutkan, IPGI telah melakukan audiensi dengan Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia pada 4 Juni 2024.
Dari audiensi tersebut, terdapat persamaan persepsi bahwa evaluasi kebijakan HGBT perlu dilakukan. DPR sangat concern dengan permasalahan yang diutarakan dan akan menindaklanjuti aspirasi IPGI dengan mitra terkait. Bila diperlukan, DPR akan membentuk Panja HGBT.
Kebijakan HGBT sebesar 6 dolar AS per MMBTU diberlakukan pemerintah sejak 2020 bagi tujuh kelompok industri: pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, gelas kaca, dan sarung tangan karet.
Kebijakan ini berdasarkan Keputusan Menteri ESDM RI Nomor 91.K/MG.01/MEM.M/2023 dan akan berakhir pada 31 Desember 2024. Namun, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif pada Mei lalu menyatakan bahwa kebijakan HGBT akan dilanjutkan.
Eddy berharap evaluasi menyeluruh dilakukan untuk memastikan kebijakan ini adil bagi semua stakeholder, baik di sektor hulu, midstream, hilir, maupun industri sebagai pengguna akhir gas bumi. Evaluasi ini penting untuk memahami dampak kebijakan terhadap penerimaan negara dan peningkatan daya saing industri.
Penerapan Teknologi dan Inovasi
Indonesia menerapkan teknologi dan inovasi untuk mengintegrasikan infrastruktur dan layanan gas bumi guna meningkatkan penggunaan gas bumi di dalam negeri, sejalan dengan penemuan sumber-sumber gas yang besar.
Menurut Direktur Perencanaan dan Pengembangan Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Laode Sulaiman, telah ditemukan beberapa proyek gas dengan kandungan besar, seperti gas di Andaman dan Masela. Oleh karena itu, ketersediaan infrastruktur menjadi kunci penting untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber-sumber besar tersebut.
Laode menyatakan bahwa jika dibutuhkan tambahan pasokan yang besar, pihaknya juga telah mempersiapkan terminal LNG. Sebagai respons dan upaya merealisasikan visi pemerintah, PT Perusahaan Gas Negara (PGN) sebagai Sub Holding Gas berkeinginan untuk mengintegrasikan infrastruktur gas bumi antar pulau, termasuk pipa transmisi dan infrastruktur non-pipa, guna menghubungkan sumber gas bumi domestik dengan konsumen gas.
Suseno, Group Head Engineering and Technology PGN, mengungkapkan bahwa dengan potensi sumber daya yang besar, PGN berusaha untuk mengembangkan teknologi penyaluran gas agar dapat menjangkau kebutuhan gas di seluruh wilayah Indonesia. Integrasi infrastruktur gas bumi yang sebelumnya terfragmentasi di dalam negeri diharapkan dapat meningkatkan penggunaan gas bumi untuk berbagai kebutuhan, seperti rumah tangga, komersial, industri, serta transportasi darat dan laut.
Menurutnya, PGN makin memantabkan inovasi di era beyond pipeline untuk melayani konsumen yang tersebar di berbagai wilayah yang belum terjangkau jaringan pipa. Terdapat potensi pasar beyond pipeline yang cukup tinggi, misalnya di sektor industri & komersial di Jawa Tengah dan Jawa Timur diperkirakan mencapai 24 BBTUD.
Teknologi infrastruktur beyond pipeline yang telah PGN jalankan diantaranya LNG Microbulk, LNG Tabung, CNG Silinder, CNG Cradle. Adapun upaya teknologi ke depan diantaranya LNG Bunkering Vessel, modular mini Liquefaction Plant.
“Kami terus berupaya untuk integrasi infrastruktur termasuk melakukan berbagai inovasi teknologi dan terobosan digital. Kami juga menyadari, pemerintah mengharapkan agar lebih efisien. Tentunya, transformasi digital merupakan upaya untuk mencapai level efisiensi yang optimal,” jelas Suseno.
Terobosan digital penting bagi PGN dalam menjaga rantai proses bisnis utama dari operasi sampai dengan pengelolaan pelanggan menjadi lebih cepat dan efisien. Beberapa inovasi digital yang telah berhasil dikembangkan PGN misalnya Digio untuk pengelolaan aset, Sipgas sebagai manajemen pengaliran gas, IMOC untuk monitoring terintegrasi, PGN Partner, Rely On dan PGN Mobile untuk pengelolaan pelanggan.
“PGN telah masif melakukan transformasi digital selama 10 tahun terakhir. Namun kedepannya, PGN tetap memandang perlu untuk terus melakukan terobosan lanjutan. Lantaran tantangan industri sangat dinamis dan proses bisnis harus senantiasa efisien serta transparan. Perspektif digital leadership sangat penting dalam pengelolaan bisnis di era modern ini,” tutup Suseno.
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.