Logo
>

Pinjaman Konsumen AS Naik Tajam di Juli 2024

Ditulis oleh Pramirvan Datu
Pinjaman Konsumen AS Naik Tajam di Juli 2024

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Pada Juli 2024, pinjaman konsumen di Amerika Serikat mengalami peningkatan signifikan, mencatatkan kenaikan tertinggi sejak November 2022. Berdasarkan laporan dari Federal Reserve, total kredit yang beredar meningkat sebesar USD25,5 miliar, yang melampaui perkiraan ekonom dalam survei.

    Lonjakan ini terutama didorong oleh peningkatan dalam utang non-revolving, seperti pinjaman kendaraan dan biaya sekolah, yang naik USD14,8 miliar, serta peningkatan utang bergulir, termasuk kartu kredit, yang naik USD10,6 miliar—angka tertinggi dalam lima bulan terakhir. Seperti dikutip di Jakarta, Rabu 11 September 2024.

    Peningkatan pinjaman tersebut turut berkontribusi pada lonjakan penjualan ritel terbesar sejak awal 2023, terutama melalui pembelian kendaraan bermotor. Namun, meningkatnya saldo kartu kredit dan pinjaman dengan suku bunga tinggi menimbulkan risiko terhadap pengeluaran konsumen, terutama jika mereka mulai lebih berhati-hati dalam berbelanja.

    Meskipun para pembuat kebijakan Federal Reserve diperkirakan akan mulai menurunkan suku bunga acuan dalam waktu dekat, penurunan suku bunga ini mungkin memerlukan waktu sebelum berdampak pada biaya pembiayaan konsumen.

    Sementara itu, laporan dari Fed New York menunjukkan bahwa porsi keseluruhan utang konsumen yang menunggak stabil di 3,2 persen pada kuartal kedua. Namun, terdapat peningkatan pada utang mobil dan kartu kredit yang menunggak, dengan porsi saldo pinjaman mobil yang menunggak lebih dari 30 hari mencapai level tertinggi sejak 2010, dan utang kartu kredit yang baru menunggak naik menjadi 9,05 persen, tertinggi dalam sekitar 12 tahun.

    Tren Ekonomi Amerika Serikat

    Chief Economist Citibank Indonesia, Helmi Arman memprediksi, The Fed akan menurunkan suku bunga acuannya menjelang akhir tahun 2024. Adapun hal itu dia ungkap mengacu pada tren ekonomi Amerika Serikat (AS).

    “Dalam pandangan kami, siklus penurunan suku bunga AS ini sudah semakin dekat,” kata Helmi di Jakarta, Jumat 16 Agustus 2024.

    Helmi menuturkan, berdasarkan tren data AS dalam beberapa minggu terakhir, sektor manufaktur di negara tersebut semakin menunjukan pelemahan kinerja. Dia menilai, tekanan inflasi AS saat ini mengalami penurunan meski masih berada di atas level 2 persen.

    Kendati begitu belum mencapai 2 persen, kata Helmi, akselerasi tingkat pengangguran di AS dianggap sebagai leading indicator untuk tekanan inflasi ke depannya. Dengan demikian, kata dia, Citi Indonesia melihat adanya peluang soft landing di AS semakin menurun.

    “Pandangan kami, perekonomian Amerika Serikat semakin mengarah ke resesi,” jelasnya.

    Karenanya, Helmi menilai, suku bunga The Fed akan bergerak turun dengan cepat di awal siklus penurunannya. Helmi memprediksi, penurunan suku bunga The Fed akan menyusut dalam beberapa periode di sisa akhir tahun 2024.

    “Kami perkirakan di bulan September besok ini 50 basis point turun suku bunga The Fed, dan diikuti 50 basis point lagi di bulan Oktober. Dan setelah itu diikuti dengan penurunan sebesar 25 basis point pada setiap pertemuan,” ungkapnya.

    Dengan begitu, Citi Indonesia memprediksi penurunan suku bunga The Fed di sisa akhir tahun 2024 mencapai 3,25 persen. Hal itu diperkuat dengan kondisi pasar keuangan global yang telah terefleksikan.

    Adapun hal tersebut dapat dilihat dari kurva imbal-hasil AS yang mengalami penurunan dalam beberapa minggu terakhir. Begitu pula dengan penurunan dollar indeks yang terjadi di level 102 dari posisi awal Juli sekitar 105.

    Sementara itu, tutur Helmi, Indonesia mencatat peningkatan arus modal yang masuk ke pasar keuangan. Dalam beberapa minggu terakhir, dia menyebut peningkatan arus modal terlihat cukup signifikan, khususnya aliran modal masuk ke pasar surat berharga negara (SDN).

    Di sisi lain, Helmi juga mencatat arus modal yang juga mengalir ke pasar saham. Hal itu terlihat dari kondisi pasar saham yang net inflow. Dengan meningkatnya arus modal ke pasar keuangan Indonesia, Helmi menilai adanya keseimbangan demand dan supply valas di pasar valas domestik yang semakin membaik.

    Sementara itu, tekanan inflasi juga tercatat terjaga berdasarkan rilis data Badan Pusat Statistik (BPS). Meski inflasi terjaga, Helmi menilai dinamika pasokan bahan pangan tetap harus diperhatikan.

    Saat ini, BPS mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berada di atas 5 persen di kuartal ke II tahun 2024. Kendati begitu, tercatat sektor manufaktur cenderung melemah dan tidak merata antar subsector sehingga supply diprediksi bisa diberi stimulus.

    “Jadi dalam hemat kami peluang penurunan suku bunga kebijakan di Indonesia ini sudah semakin terbuka. Mengingat kondisi global dan juga kondisi domestik,” ungkapnya.(*)

     

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Pramirvan Datu

    Pram panggilan akrabnya, jurnalis sudah terverifikasi dewan pers. Mengawali karirnya sejak tahun 2012 silam. Berkecimpung pewarta keuangan, perbankan, ekonomi makro dan mikro serta pasar modal.