Logo
>

Pipa Rusia Mulai Aman, Harga Gas Eropa Melandai

Ditulis oleh KabarBursa.com
Pipa Rusia Mulai Aman, Harga Gas Eropa Melandai

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Harga gas alam di Eropa mengalami penurunan untuk hari kedua berturut-turut, setelah adanya indikasi bahwa pasokan gas Rusia akan tetap stabil melintasi Ukraina, menekan momentum harga yang sebelumnya menguat. Patokan harga berjangka turun sebanyak 2,4 persen pada Selasa 13 Agustus 2024, dan saat ini diperdagangkan sekitar €39 per megawatt-jam.

    Awal bulan ini, ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan Eropa Timur menyebabkan kegelisahan pasar, mendorong para pelaku pasar untuk melindungi diri terhadap potensi lonjakan harga gas. Namun, sebagian kekhawatiran tersebut telah mereda, dengan harga mulai stabil setelah kenaikan 9 persen sejak awal Agustus.

    “Ketika Rusia dan Ukraina mengindikasikan keinginan untuk melanjutkan aliran gas, beberapa premi risiko mulai menurun,” ujar Florence Schmit, ahli strategi energi Eropa di Rabobank. Meskipun demikian, ketegangan dari Timur Tengah masih memengaruhi pasar, dan tanpa adanya eskalasi lebih lanjut, harga diperkirakan akan tetap berada di kisaran 30-an.

    Eropa juga memasuki musim panas dengan cadangan yang melimpah, sementara pasokan dari Norwegia—pemasok utama—tetap stabil menjelang periode pemeliharaan yang dijadwalkan akhir bulan ini. Permintaan industri untuk bahan bakar juga cenderung stagnan.

    Terdapat indikasi bahwa spekulasi harga yang lebih tinggi mungkin telah mencapai puncaknya, setelah batas risiko mulai dirasakan.

    Menurut David Oxley, kepala ekonom iklim dan komoditas di Capital Economics, “Penumpukan posisi spekulatif net buy yang signifikan di pasar berjangka dapat memicu penurunan harga yang tajam jika kekhawatiran geopolitik mereda.”

    Kontrak berjangka bulan depan Belanda, yang menjadi patokan gas Eropa, turun 1,33 persen menjadi €39,13 per megawatt-jam pada pukul 10:28 waktu setempat di Amsterdam.

    Penurunan Pasokan Gas

    Pada 2022 lalu Rusia telah mengurangi aliran gas melalui jalur pipa Nord Stream 1. Pada bulan Juni, pengiriman gas melalui pipa tersebut dikurangi drastis, dari 170 juta meter kubik per hari menjadi sekitar 40 juta meter kubik. Situasi semakin memburuk pada bulan Juli ketika Rusia menutup pipa selama 10 hari untuk "perawatan." Setelah dibuka kembali, aliran gas berkurang lagi, hanya mencapai 20 juta meter kubik per hari. Pada akhir Agustus, Nord Stream 1 ditutup sepenuhnya karena masalah pada peralatan, dan sejak saat itu pipa tersebut tidak beroperasi lagi.

    Pada akhir September, Norwegia dan Denmark melaporkan adanya empat kebocoran pada jaringan pipa Nord Stream 1 dan Nord Stream 2 di Laut Baltik, dekat pulau Bornholm. Seismolog mendeteksi ledakan bawah laut di lokasi yang sama. Saat itu, pipa-pipa tersebut masih terisi gas meskipun tidak ada aliran gas yang terjadi. Gelembung gas besar, dengan diameter terbesar mencapai 1 km, muncul di permukaan laut.

    Kepala Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, menyebutkan bahwa kemungkinan besar jaringan pipa tersebut telah disabotase. Namun, baik Uni Eropa maupun Amerika Serikat belum secara resmi menuduh Rusia sebagai pelakunya. Rusia membantah segala tuduhan dan Gazprom menyatakan bahwa sulit untuk menentukan kapan Nord Stream 1 akan dibuka kembali. David Fyfe dari Argus Media berpendapat bahwa Rusia mungkin menggunakan penutupan ini untuk memberikan tekanan politik pada Eropa, dengan harapan Eropa akan mendesak Ukraina untuk mengakui aneksasi wilayah sebagai imbalan bagi pemulihan aliran gas.

    Eropa, terutama Jerman, sangat bergantung pada gas Rusia untuk memenuhi kebutuhan energinya. Selama setahun terakhir, Rusia memangkas pasokan gas ke negara-negara Uni Eropa hingga 88 persen. Akibatnya, harga grosir gas di Eropa telah meningkat lebih dari dua kali lipat dalam periode yang sama. Meskipun Inggris tidak mengimpor gas dari Rusia, harga gas di negara tersebut juga melonjak karena kekurangan gas mempengaruhi pasar internasional secara luas. Kenaikan harga gas berdampak pada anggaran rumah tangga di seluruh Eropa dan meningkatkan biaya bagi perusahaan manufaktur, berpotensi memperlambat ekonomi dan mempercepat resesi.

    Negara-negara anggota Uni Eropa telah sepakat untuk memangkas konsumsi gas sebesar 15 persen. Pemerintah Jerman, misalnya, berencana mengurangi penggunaan gas sebesar 2 persen dengan membatasi pemakaian lampu dan pemanas di gedung-gedung publik selama musim dingin. Spanyol juga telah menerapkan tindakan serupa, sementara Swiss sedang mempertimbangkan langkah-langkah yang sama. Sebelum invasi Rusia ke Ukraina, Jerman mengandalkan Rusia untuk 55 persen pasokan gasnya. Sekarang, Jerman telah berhasil mengurangi ketergantungan ini menjadi 35 persen dan berupaya untuk mencapai nol dengan mengalihkan impor dari negara lain. Selain itu, Jerman meningkatkan penggunaan batu bara dan memperpanjang masa operasional pembangkit listrik yang direncanakan untuk ditutup, meskipun ada dampak negatif terhadap lingkungan.

    Di Jerman, banyak warga yang mengambil langkah proaktif untuk mengurangi konsumsi gas, seperti membeli kompor kayu dan memasang panel surya. Respons masyarakat terhadap kekurangan gas menunjukkan keseriusan dan kesiapsiagaan mereka dalam menghadapi potensi krisis energi. (*)

     

     

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi