KABARBURSA.COM – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan menyebut, raksasa perusahaan tekstil asal China akan membangun pabrik di Kertajati, Majalengka, Jawa Barat.
Dia bahkan telah meminta Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Agus Harimurti Yudhoyono, menyiapkan lahan status kepemilikan tanah kepada perusahaan tersebut.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Amin Ak meminta pemerintah tegas kepada investor asing yang hendak membuka pabrik di Indonesia. Menurutnya, pemerintah mesti mewajibkan perusahaan tersebut menyerap tenaga kerja lokal.
“Kami berharap pemerintah bersikap tegas, agar investor memprioritaskan tenaga kerja lokal agar kehadiran pabrik tekstil tersebut mampu menyerap tenaga kerja Indonesia sebanyak-banyaknya,” kata Amin kepada KabarBursa, Senin, 24 Juni 2024.
Amin juga mengingatkan, jangan sampai perusahaan China hanya memperkerjakan tenaga kerja asal negaranya, sebagaimana yang terjadi di sektor pertambangan. Dia berharap, hal negatif itu tidak terjadi di industri tekstil.
“Kita tidak berharap, apa yang terjadi di sektor tambang misalnya, di mana investor China mempekerjakan tenaga kerja asal negaranya secara besar-besaran juga terjadi di industri tekstil,” ungkapnya.
Meski begitu, Amin tak menampik pula dampak positif dari adanya investor asing di dalam negeri. Produsen serat filamen atau bahan baku kain berpeluang besar produknya diserap perusahaan tersebut di samping potensi penyerapan tenaga kerja yang juga cukup besar.
“Produsen serat filamen mendukung dan menyambut baik masuknya investor asing karena ada potensi penyerapan tenaga kerja cukup besar,” katanya.
Meski begitu, Amin menekankan, intervensi pemerintah juga mesti tetap dilakukan untuk menjaga persaingan pasar. Dengan begitu, produk yang dihasilkan pabrik milik investor China tidak mematikan industri lokal.
“Jika kedua hal tadi (penyerapan tenaga kerja lokal dan level playing field) dijaga dengan baik, maka bukan tidak mungkin produk tekstil dari pabrik milik investor China tersebut, nantinya menjadi senjata untuk melawan aksi dumping (predatory pricing) produk tekstil asal China,” pungkasnya.
Nasib Industri Tekstil Lokal
Berdasarkan catatan Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), terdapat 6 perusahaan TPT yang terpaksa gulung tikar dan 4 perusahaan tekstil yang terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) efesiensi dengan total 13.800 pekerja sepanjang tahun 2024.
Berdasarkan catatannya, KSPN menyebut hanya dua perusahaan yang telah memenuhi kewajibannya kepada para pekerja yang terimbas PHK, yakni PT SAI Apparel dan PT Sritex Grup. Meski begitu, terdapat 80 persen pekerja di sektor TPT yang belum memiliki kejelasan nasib pesangonnya.
“80 persen belum jelas hak-hak pesangonya, (pesangon kerja) yang selesai baru sekitar 20 persenan,” ungkap Presiden KSPN, Ristadi, saat dihubungi KabarBursa, Kamis, 13 Juni 2024.
KSPN, kata Ristadi, mencatat adanya penurunan jumlah omset perusahaan-perusahaan di sektor TPT, khususnya pada perusahaan yang berorientasi pada produk-produk lokal atau local oriented.
Di pasar domestik, kata Ristadi, produk lokal kalah saing dengan barang-barang tekstil impor yang kian menjamur. Barangkali, lanjut dia, pemerintah luput mencatat perusahaan dengan local oriented dalam catatan pertumbuhan sektor TPT.
Kendati belum dapat memberi angka pasti terkait nilai investasi sektor TPT di pasar lokal, Ristadi mengkhawatirkan kebutuhan sandang masyarakat Indonesia terus didorong untuk mengonsumsi barang-barang impor. Menurutnya, hal itu pula yang mematikan industri produsen TPT dalam negeri.
“Suatu ironi, kita sangat mampu memproduksi sendiri barang TPT tapi tidak bisa berdaulat disektor ini, karena importasi barang-barang TPT dengan harga lebih murah semakin meluas sehingga mengikis market pabrik produsen TPT dalam negeri,” ungkapnya.
Apa Kata Regulator?
Sebelumnya, Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Febri Hendri Antoni Arief membantah tudingan yang menyebut pemerintah sengaja menyuntik mati sektor industri tekstil dan produk tekstil (TPT).
Hal itu diklaim terbukti melalui peta jalan industri yang dibentuk Kemenperin dalam Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN), Kebijakan Industri Nasional (KIN), dan Making Indonesia 4.0.
Melalui peta jalan tersebut, kata Febri, Kemenperin berusaha mengembalikan masa kejayaan industri TPT dalam negeri sebagaimana sebelumnya. Kebijakan strategis dalam petajalan tersebut, kata Febri, sebagaimana terwujudnya fasilitas pengembangan pusat desain dan pusat inovasi teknologi untuk meningkatkan daya saing industri tekstil.
Selain itu, Kemenperin juga aktif dalam meningkatkan kemampuan, kualitas dan efisiensi industri TPT termasuk industri kecil dan industri menengah melalui pelatihan desain dan teknologi proses termasuk untuk mewujudkan industri hijau.
Febri menegaskan, Industri TPT tetap akan menjadi andalan di sektor manufaktur untuk penyerapan tenaga kerja terutama tenaga kerja yang high skill mengikuti perkembangan tekologi TPT dunia. Hal itu menjadi bantahan atas dugaan suntik mati industri TPT
“Tidak ada dalam roadmap Kemenperin (RIPIN, KIN dan Making Indonesia 4.0) yang menyebutkan bahwa industri TPT diarahkan menuju sunset industry. Malah sebaliknya, industri TPT didorong untuk menjadi industri yang kuat dan berdaya saing dengan penerapan teknologi 4.0,” kata Febri dalam keterangan tertulisnya, Jum'at, 21 Juni 2024. (and/*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.