KABARBURSA.COM - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah menyelesaikan sejumlah regulasi teknis yang mendukung kebijakan pengaturan impor yang dirilis oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag). Meskipun begitu, para pengusaha dari berbagai sektor industri belum sepenuhnya puas dengan aturan-aturan yang dikeluarkan.
Regulasi-regulasi tersebut termasuk Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 1, 4, 5, 6, 7, dan 8 Tahun 2024. Keenam Permenperin ini mengatur tata cara penerbitan pertimbangan teknis (Pertek) impor untuk sejumlah komoditas seperti besi dan baja, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik, peralatan rumah tangga, tekstil dan produk tekstil (TPT), tas, alas kaki, produk elektronik, katup, dan komoditas industri kimia hulu tertentu.
Permenperin ini bertujuan sebagai penunjang dari Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36/2023 yang kemudian diubah menjadi Permendag Nomor 3/2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif, menjelaskan bahwa penyusunan peraturan ini melibatkan proses yang cukup kompleks, mulai dari perumusan draf, harmonisasi, hingga mendapat nomor pengundangan. "Barulah setelah itu, aturan tersebut dapat berlaku dan digunakan sebagai dasar hukum untuk menjalankan kebijakan," jelasnya dikutip Selasa 23 April 2024.
Febri juga menambahkan bahwa produk impor yang membutuhkan Pertek sebagian besar merupakan produk akhir industri. "Meskipun demikian, proses impor bahan baku berjalan lancar berkat penerbitan Pertek yang cepat, yaitu maksimal dalam lima hari kerja," ungkap dia.
Diharapkan dengan adanya Permenperin ini, tidak akan ada lagi alasan untuk mengubah kebijakan larangan dan pembatasan (lartas) terhadap produk-produk yang sudah siap. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan utilisasi industri dalam negeri dan memperkuat posisi devisa mata uang rupiah.
Namun, Indonesia Packaging Federation (IPF) mengkritik bahwa Permenperin terkait penerbitan Pertek komoditas impor akan semakin mempersulit kegiatan usaha para produsen kemasan nasional. "Hal ini karena sebagian besar kebutuhan resin plastik untuk kemasan masih harus diimpor, sementara hanya sedikit perusahaan di Indonesia yang memproduksi resin plastik terlazim," dalam pernyataan Pers, Selasa 23 April 2024.
Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) juga menganggap bahwa regulasi tata cara penerbitan Pertek dari Kemenperin belum memenuhi kebutuhan impor pelaku usaha. Mereka menilai bahwa beleid ini cenderung berbasis pada diskresi dan formula pemberian kuota impor masih belum jelas.
Perkumpulan Perusahaan Pendingin Refrigerasi Indonesia (Perprindo) juga menyoroti implementasi aturan penerbitan Pertek komoditas impor yang dianggap sangat kacau. "Mereka mencontohkan bahwa penerapan Permenperin 6/2024 yang menyasar produk elektronik impor tidak sinkron dengan undangan forum penyusunan usulan kebijakan yang diberikan kepada produsen elektronik," dikutip dalam pernyataan pers.
Perprindo menilai bahwa Permenperin ini seharusnya diterapkan jika industri hulu elektronik di dalam negeri sudah siap, karena saat ini masih banyak bahan baku produk pendingin refrigerasi yang harus diimpor.