Logo
>

Portable X-Ray Pendeteksi TBC, Apa Plus Minusnya

Ditulis oleh KabarBursa.com
Portable X-Ray Pendeteksi TBC, Apa Plus Minusnya

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Pada Jumat, 2 Agustus 2024, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin meresmikan alat skrining tuberkulosis (TBC) berteknologi Portable X-Ray. Peluncuran ini merupakan langkah penting dalam upaya penanggulangan TBC di Indonesia.

    Budi mengungkapkan bahwa Kemenkes akan mendistribusikan Portable X-Ray ke wilayah-wilayah dengan tingkat kasus TBC yang tinggi. Bandung, Jawa Barat, adalah salah satu daerah prioritas, mengingat angka kasus TBC di sana cukup signifikan.

    “Kami berencana setiap provinsi akan memiliki dua unit Portable X-Ray. Saat ini, kami fokus pada provinsi-provinsi dengan kasus TBC tertinggi,” jelas Budi dalam siaran pers, Rabu 7 Agustus 2024

    Portable X-Ray ini merupakan bantuan dari Uni Emirat Arab (UEA). Saat ini, terdapat 25 unit yang tersebar di 15 kabupaten/kota di delapan provinsi yang menjadi prioritas dalam percepatan eliminasi TBC 2030. Daerah-daerah tersebut meliputi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTT, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, dan Maluku.

    Setelah peluncuran di Bandung, diharapkan wilayah-wilayah lainnya yang menerima Portable X-Ray dapat segera memulai kegiatan pencarian kasus aktif pada bulan Agustus ini.

    Budi menambahkan, untuk anak-anak yang tidak bisa mengeluarkan dahak secara paksa, skrining TBC harus menggunakan metode rontgen, salah satunya adalah Portable X-Ray.

    Sekadar informasi, Indonesia berada di posisi kedua sebagai negara dengan kasus TBC tertinggi di dunia setelah India, dengan 1.060.000 kasus baru dan 134.000 kematian setiap tahunnya setara dengan 15 kematian akibat TBC setiap jam.

    “Sejak pandemi COVID-19, pemerintah mengambil pendekatan agresif dalam menangani TBC melalui program surveilans untuk mendeteksi kasus di berbagai lokasi,” kata Menkes Budi.

    Tim surveilans telah berhasil menemukan 500 ribu kasus pada 2021, meningkat menjadi 700 ribu kasus pada 2022, dan mencapai 800 ribu kasus pada 2023. Tahun ini, diharapkan sebanyak 900 ribu kasus dapat terdeteksi. Dengan penemuan kasus yang lebih banyak, diharapkan dapat dilakukan pengobatan lebih awal, karena TBC dapat sembuh dalam waktu empat hingga enam bulan dengan pengobatan yang tepat. Pasien yang diobati tidak akan menularkan penyakit, sehingga jumlah kasus TBC diharapkan dapat terus menurun.

    Plt. Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes dr. Yudhi Pramono, MARS mengatakan, anak-anak lebih rentan terhadap TBC karena perkembangan tubuhnya yang belum sempurna.

    TBC dan Kemiskinan

    Bank Dunia (2020) mengungkapkan bahwa sekitar 30 persen penduduk Indonesia berada pada risiko kemiskinan akibat berbagai kejutan kesehatan, ekonomi, dan sosial. Tantangan besar yang dihadapi Indonesia adalah dinamika kemiskinan yang stagnan, yang tidak menunjukkan perbaikan signifikan. Pendekatan kesenjangan kemiskinan yang dikenal sebagai Equality Distributes Equivalent (EDE) menunjukkan bahwa 92 persen kemiskinan di negara ini bersifat kronis. Ketidaksetaraan yang mencolok turut memperparah masalah ini.

    Meskipun ada penurunan tingkat kemiskinan dari tahun ke tahun, masalah ekonomi, sosial, dan kesehatan tetap menjadi ancaman yang tidak kunjung reda. Pada tahun 2023, persentase penduduk miskin Indonesia tercatat sebesar 9,36 persen, turun 0,21 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Jumlah penduduk miskin mencapai 25,90 juta, dengan garis kemiskinan berada pada 550.458 per kapita per bulan. Dengan adanya kemiskinan kronis dan kerentanan ekonomi global, masalah kemiskinan akan terus menjadi ancaman serius.

    Untuk mengatasi kemiskinan, dukungan dari semua lapisan masyarakat sangat diperlukan. Kemiskinan tidak dapat diatasi secara individual, dan dampak penyakit juga memerlukan sinergi dari berbagai pihak.

    Kemiskinan adalah faktor risiko utama penyebaran penyakit tuberkulosis (TBC). Kerentanan kronis membuat TBC mudah menyebar dan berdampak buruk pada masyarakat. Beberapa ahli mengaitkan angka penyakit TBC dengan tingkat kemiskinan.

    Menurut World Bank (2012), kemiskinan disebabkan oleh kurangnya akses terhadap aset dasar kehidupan seperti kesehatan dan keterampilan. Kondisi kesehatan yang buruk mengakibatkan tingginya angka kematian dan penyakit, mempengaruhi kuantitas dan kualitas tenaga kerja. Kemiskinan dan penyakit saling terkait, dengan dampak yang mungkin tidak selalu terlihat jelas.

    Di Indonesia, kasus TBC terus dilaporkan dan menyebabkan tingkat kematian yang signifikan. Kementerian Kesehatan mencatat pada tahun 2023 terdapat 821.200 kasus dari estimasi sekitar 1.060.000 kasus, dengan lebih dari 130.000 kematian per tahun, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan beban TBC tertinggi kedua setelah India.

    Indonesia termasuk dalam delapan negara yang menyumbang 68 persen kasus TBC dunia. Tantangan yang dihadapi meliputi deteksi dini, pengobatan tepat waktu, pemantauan kepatuhan pengobatan, serta mutu pelayanan kesehatan.

    Menurut BPJS Kesehatan, perhatian khusus diperlukan pada pengawasan efektif, percepatan identifikasi kasus, penyediaan staf dan fasilitas laboratorium yang memadai, serta koordinasi antara penyedia layanan kesehatan.

    Untuk mencapai target eliminasi TBC pada tahun 2030, tindakan cepat dari pemerintah dan pemangku kepentingan sangatlah penting. Masalah ini tidak dapat diselesaikan oleh sektor kesehatan saja; kerja sama lintas sektor dan tokoh masyarakat juga sangat diperlukan.

    Penelitian mengungkapkan bahwa determinan sosial merupakan faktor yang tak boleh diabaikan dalam upaya pemberantasan TBC di Indonesia.

    Teknologi Portable X-Ray

    Kelebihan

    1. Mobilitas Tinggi: Portable X-Ray bisa dibawa ke berbagai lokasi, memungkinkan pemeriksaan di tempat-tempat yang sulit dijangkau oleh mesin X-Ray konvensional, seperti di rumah sakit lapangan atau di rumah pasien.
    2. Kecepatan: Memungkinkan pengambilan gambar yang cepat, yang sangat berguna dalam situasi darurat atau untuk pasien yang tidak bisa bergerak.
    3. Kemudahan Penggunaan: Biasanya lebih mudah dioperasikan dan memerlukan ruang yang lebih kecil dibandingkan dengan mesin X-Ray tetap.
    4. Kebutuhan Ruang yang Minimal: Tidak memerlukan ruangan khusus dengan perlindungan radiasi yang besar seperti X-Ray konvensional.

    Kekurangan

    1. Kualitas Gambar: Meskipun berkembang pesat, kualitas gambar portable X-Ray mungkin tidak setinggi X-Ray konvensional, yang dapat mempengaruhi diagnosis.
    2. Paparan Radiasi: Meskipun portable X-Ray dirancang untuk mengurangi paparan radiasi, penggunaan yang tidak tepat dapat meningkatkan risiko paparan radiasi untuk pasien dan operator.
    3. Baterai dan Daya: Bergantung pada modelnya, beberapa mesin mungkin memiliki keterbatasan pada daya tahan baterai atau memerlukan pengisian ulang yang sering.
    4. Biaya: Meskipun mungkin lebih ekonomis dalam jangka panjang karena kemudahan mobilitas, biaya awal untuk peralatan portable bisa cukup tinggi.
    5. Fungsionalitas Terbatas: Beberapa model portable mungkin memiliki keterbatasan dalam jenis pemeriksaan atau ukuran gambar yang dapat diambil. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi