KABARBURSA.COM - Penguatan harga timah dunia membawa potensi keuntungan bagi perusahaan timah nasional seperti PT Timah Tbk (TINS). Meskipun harga timah di London Metal Exchange (LME) mengalami penurunan 3,1 persen setelah mencapai rekor tertinggi bulan ini, tetapi tetap berada pada level yang stabil tinggi di atas USD30.000 per ton.
Meskipun TINS baru-baru ini terkena kasus korupsi, Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan (Perhapi), Rizal Kasli, menyatakan bahwa ini tidak akan menghambat perseroan dalam meraih keuntungan seiring dengan penguatan harga timah. Dia menegaskan bahwa TINS adalah salah satu perusahaan yang memiliki kemampuan untuk memproduksi timah, karena telah mendapatkan persetujuan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
“Ya [kasus korupsi TINS tidak memengaruhi kinerja], manajemennya juga sudah berganti. Harusnya peluang ini bisa dimanfaatkan secara maksimal untuk memanfaatkan peluang ini,” ujar Rizal saat dihubungi, Selasa 23 April 2024.
“Bagi yang bisa berproduksi akan mendulang keuntungan yang lumayan besar dengan kenaikan harga timah dunia, terutama TINS, akan sangat diuntungkan dengan kenaikan harga.” Namun, Rizal mengatakan, potensi laba TINS bergantung pada beban operasional yang dibayarkan. Apalagi, terdapat peningkatan biaya transportasi dan bahan bakar (energi) imbas ketegangan antara Iran dan Israel.
Menurut Rizal, penguatan harga timah dunia terjadi karena adanya kekhawatiran kelangkaan pasokan timah di pasar global, salah satunya karena ada gangguan produksi timah di negara produsen termasuk Indonesia.
Indonesia, sebagai salah satu produsen timah, mengalami gangguan dalam produksi karena sebagian besar penambang timah mengalami kendala dalam pengurusan RKAB.
Rizal mengatakan permasalahan RKAB tersebut terjadi karena perusahaan tidak mampu melengkapi persyaratan, bukan karena Kementerian ESDM yang lambat memberikan persetujuan.
Perhapi, padahal, sudah memberikan bantuan kepada perusahaan timah untuk melakukan gap analysis sehingga dapat melengkapi persyaratan yang dibutuhkan.
“Banyak perusahaan saat ini belum mendapatkan pengesahan RKAB sehingga tidak dapat berproduksi dan menjual produknya. Hal ini disebabkan karena banyak perusahaan di bidang komoditas timah tidak dapat memenuhi persyaratan dan kelengkapan dokumen yang dipersyaratkan,” ujar Rizal.
Kementerian ESDM sebelumnya melaporkan telah menambah jumlah persetujuan RKAB pertambangan timah menjadi 15 badan usaha dari sebelumnya hanya 12 badan usaha.
Dengan demikian, kapasitas produksi timah dari RKAB yang telah disetujui menjadi 46.444 ton untuk periode 2024—2026. Jumlah ini meningkat 4,41 persen dari yang sebelumnya 44.481,63 ton untuk 12 badan usaha.
“RKAB sampai saat ini yang telah dilakukan persetujuan 15 perusahaan dengan kapasitas produksi 46.444 ton. Kenaikan sedikit dari kemarin,” ujar Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ing Tri Winarno di Komisi VII DPR RI, Selasa 26 Maret 2024 lalu.
Plt Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Bambang Suswantono, di sisi lain, membantah bahwa Kementerian ESDM mempersulit persetujuan RKAB.
Bambang mengeklaim selama ini banyak perusahaan yang justru tidak melengkapi persyaratan untuk RKAB. Selain itu, Kementerian ESDM juga telah memberikan coaching clinic untuk membantu perusahaan dalam memenuhi persyaratan untuk mendapatkan persetujuan RKAB.
“Kita sudah kooperatif, lalu kita buka coaching clinic. Kita buka 10 lapak, satu hari empat hingga lima perusahaan kita panggil on the spot. Kita paparan dan menjelaskan semua,” ujar Bambang.