Logo
>

Potensi Kenaikan Tiket Pesawat Efek PPN 12 Persen

Ditulis oleh Desty Luthfiani
Potensi Kenaikan Tiket Pesawat Efek PPN 12 Persen

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Pengamat Bisnis Penerbangan Nasional, Gatot Raharjo, memprediksi penerapan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen pada barang dan jasa mewah akan berdampak signifikan pada kenaikan harga tiket pesawat.

    Gatot menjelaskan di Indonesia saat ini penerbangan mencakup dua kategori, yaitu penerbangan mewah seperti charter atau kelas bisnis dan penerbangan berjadwal seperti Garuda, Lion Air, dan Citilink. Saat ini transportasi udara masih dianggap mewah dibanding transportasi lain seperti darat dan laut. “Penerbangan kelas ekonomi masih dianggap barang mewah, berbeda dengan transportasi darat dan laut yang sudah dibebaskan dari PPN,” kata Gatot saat dihubungi Kabarbursa.com pada Minggu, 5 Januari 2024.

    PPN 12 persen dikhawatirkan tidak hanya menyasar pada penerbangan bisnis atau VIP saja namun juga pada kelas ekonomi. Sementara untuk penerbangan mewah, seperti pesawat pribadi atau charter lantaran penggunanya orang di kalangan atas, dampak PPN dianggap tidak terlalu signifikan  karena mereka mengutamakan kenyamanan dan ketepatan waktu, cenderung tidak terlalu terpengaruh oleh kenaikan harga.

    Namun, Gatot menyoroti masalah yang lebih besar bagi pengguna kelas ekonomi, yang lebih sensitif terhadap kenaikan biaya. “Harga tiket yang lebih tinggi akibat PPN bisa menurunkan jumlah penumpang, terutama di tengah penurunan jumlah penumpang yang sudah terjadi pada 2024,” ucap Gatot,

    Biaya penerbangan maskapai dalam negeri sebelumnya memang sudah dianggap lebih mahal dibanding luar negeri. Menurut Gatot, sebelum ada kebijakan PPN 12 persen ini pemerintah sudah membebankan biaya lain-lain seperti avtur dan pajak sehingga membuat harga tiket lebih tinggi. Sementara penerbangan internasional yang tidak dikenakan PPN mungkin akan menjadi pilihan bagi banyak orang, yang akhirnya dapat mengurangi daya saing maskapai domestik. Penumpang nantinya cenderung memilih maskapai asing karena tiket internasional tidak dikenakan PPN, sementara harga tiket domestik terus naik.

    Gatot mengusulkan agar transportasi udara, khususnya untuk kelas ekonomi, disamakan perlakuannya dengan transportasi darat dan laut. “Jika transportasi udara kelas ekonomi dianggap sebagai transportasi umum, maka pajak-pajak yang berlaku juga harus sama dengan yang berlaku di sektor transportasi lainnya, termasuk penghapusan PPN,” ucap dia.

    Perusahaan maskapai domestik juga dianggap menjual tiket dengan mata uang rupiah. Sementara sewa pesawat mereka menggunakan USD. Gatot menekankan penting juga dilakukan penguatan rupiah dan kebijakan pemerintah yang mendukung sektor penerbangan dalam negeri, seperti menghindari monopoli dan mengelola biaya-biaya operasional secara lebih efisien, agar harga tiket tetap terjangkau bagi masyarakat. "Kita masih bergantung pada impor untuk pesawat dan suku cadangnya, sehingga penguatan rupiah sangat krusial," tutur dia.

    Dengan begitu, meskipun PPN 12 persen diberlakukan, Gatot berharap kebijakan pemerintah dapat menjamin keberlanjutan dan daya saing industri penerbangan domestik di tengah tantangan yang ada.

    Bagaimana kinerja keuangan bisnis penerbangan yang perusahaannya tercatat di pasar modal Bursa Efek Indonesia (BEI). Beikut ada tiga perusahaan maskapai domestik yang tercatat di BEI.

    1. PT Garuda Indonesia Persero Tbk atau GIAA

    Maskapai penerbangan nasional itu mencatat kinerja keuangannya penuh tantangan. Dilansir dari Stockbit pada Minggu, 5 Januari 2024 sejumlah indikator fundamental mencerminkan kondisi yang kurang menguntungkan. Laporan keuangan perusahaan menunjukkan sejumlah permasalahan yang perlu diperhatikan, terutama terkait dengan profitabilitas dan solvabilitas.

    Pada kuartal ketiga 2024, Garuda Indonesia tercatat mengalami kerugian bersih sebesar Rp321 miliar, yang menunjukkan penurunan signifikan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Untuk tahun berjalan (TTM), kerugian bersih yang tercatat mencapai Rp2,994 miliar, dengan revenue mencapai Rp49,552 miliar, meski terjadi penurunan 10,41 persen pada pendapatan dibandingkan tahun sebelumnya.

    Pada sisi profitabilitas, margin laba bersih Garuda Indonesia berada di posisi turun 2,62 persen pada kuartal terbaru, dengan EBITDA tercatat Rp13,046 miliar. Meskipun perusahaan berhasil mencatatkan EBITDA positif, kerugian bersih yang tercatat menunjukkan bahwa Garuda masih menghadapi tantangan besar dalam meningkatkan efisiensi dan menurunkan biaya operasional.

    Berdasarkan laporan keuangan per 30 September 2024, Garuda Indonesia memiliki total liabilitas sebesar Rp119,896 miliar, yang jauh melebihi total asetnya yang tercatat Rp98,537 miliar. Hal ini mengindikasikan rasio solvabilitas yang buruk, dengan rasio utang terhadap ekuitas yang tercatat turun 2,76, sebuah angka yang mengkhawatirkan dan menunjukkan ketergantungan yang tinggi terhadap pembiayaan eksternal.

    Selain itu, Garuda Indonesia juga mengalami kesulitan dalam likuiditas dengan current ratio hanya 0,50 dan quick ratio sebesar 0,44, yang menunjukkan ketidakmampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya tanpa bergantung pada inventaris.

    Di pasar saham, kinerja Garuda Indonesia juga tidak terlalu positif. Pada periode satu tahun terakhir, harga saham perusahaan turun 27,03 persen, dan sepanjang lima tahun terakhir, harga sahamnya anjlok lebih dari 88 persen.

    Salah satu aspek yang relatif lebih positif adalah aliran kas bebas Garuda Indonesia, yang tercatat sebesar Rp5,825 miliar pada TTM. Namun, pengeluaran modal yang tinggi, seperti belanja modal Rp1,589 miliar, menambah tekanan pada likuiditas perusahaan. Garuda Indonesia juga mengalami arus kas negatif dari aktivitas pendanaan sebesar Rp2,571 miliar, yang menandakan ketergantungan yang terus menerus pada pendanaan eksternal.

    2. PT AirAsia Indonesia Tbk atau CMPP

    CMPP pada kuartal ketiga 2024 mengalami kerugian bersih sebesar Rp697 miliar, namun menunjukkan perbaikan signifikan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, ketika kerugian bersih mencapai Rp701 miliar.

    Meskipun perusahaan mampu mencatatkan pertumbuhan pendapatan yang positif sebesar 12,65 persen YoY untuk kuartal ini, dengan total pendapatan mencapai Rp7,597 miliar, kerugian tetap menjadi tantangan utama. Dengan margin laba bersih yang tercatat 32,84 persen untuk kuartal ini, perusahaan menunjukkan efisiensi yang lebih baik dalam hal pengelolaan biaya, meskipun masih menghadapi kerugian total di akhir tahun berjalan.

    Perusahaan tercatat memiliki total liabilitas yang besar, mencapai Rp14,178 miliar, dengan total aset hanya Rp5,679 miliar, yang menandakan ketergantungan yang besar pada utang. Hal ini tercermin dalam total rasio utang terhadap ekuitas yang turun 1,67, serta net debt yang mencapai Rp5,223 miliar pada kuartal ini. Rasio likuiditas yang rendah, dengan current ratio hanya 0,04 dan quick ratio 0,02, menunjukkan kesulitan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek perusahaan tanpa harus mengandalkan pembiayaan eksternal lebih lanjut.

    Sementara itu, perusahaan mengalami keuntungan yang sangat positif dalam beberapa aspek operasional. Margin laba kotor perusahaan tercatat mencapai 100 persen pada kuartal terbaru, menunjukkan bahwa seluruh pendapatan dari penjualan langsung menjadi kontribusi bersih tanpa pengaruh besar dari biaya langsung terkait produk. Namun, kendati ada profitabilitas yang baik dalam operasional, pengeluaran yang tinggi dalam biaya finansial dan kewajiban utang membebani laba bersih.

    Pada TTM atau trailing twelve months, perusahaan menghasilkan aliran free cash flow sebesar Rp28 miliar, meskipun ada penurunan arus kas dari aktivitas investasi yang tercatat negatif Rp185 miliar. Dengan investasi modal yang tercatat sebesar Rp36 miliar, perusahaan masih berusaha untuk memperbaiki dan memperluas armada serta operasionalnya.

    Dari segi harga saham, performa CMPP menunjukkan fluktuasi yang signifikan. Pada tahun ini, saham perusahaan mengalami penurunan 30,65 persen, namun terdapat kenaikan yang cukup besar dalam jangka pendek, dengan harga saham meningkat 14,67 persen dalam sebulan terakhir. Meskipun mengalami penurunan dalam jangka panjang, AirAsia Indonesia mengalami pemulihan relatif baik pada 6 bulan terakhir dengan kenaikan 59,26 persen.

     

    Klik Halaman Selanjutnya...

    3. PT Jaya Trishindo Tbk atau HELI

    Pada kuartal ketiga 2024, HELI mencatatkan laba bersih sebesar Rp1 miliar, menunjukkan peningkatan signifikan dibandingkan dengan kerugian bersih yang tercatat pada periode yang sama tahun lalu. Perusahaan berhasil memperbaiki kinerja laba bersihnya sebesar 439,04 persen YoY, meskipun margin laba kotor perusahaan tercatat cukup rendah, hanya mencapai 6,85 persen. Hal ini mencerminkan adanya tantangan dalam mengelola biaya operasional, terutama di tengah ketidakpastian pasar.

    Pendapatan perusahaan mengalami lonjakan yang cukup signifikan dengan pertumbuhan tahunan sebesar 79,46 persen pada kuartal ketiga 2024, mencapai Rp129 triliun. Peningkatan ini didorong oleh ekspansi usaha dan peningkatan permintaan dalam sektor-sektor tertentu, meskipun pertumbuhan laba kotor sedikit terhambat oleh fluktuasi biaya dan harga bahan baku.

    Dalam segi valuasi, HELI memiliki rasio harga terhadap laba atau PE ratio yang cukup tinggi, baik dalam basis tahunan 53,92 maupun dalam basis TTM 14,88.

    Namun, dengan earnings yield TTM sebesar 6,72 persen investor mungkin merasa bahwa perusahaan masih dapat memberikan imbal hasil yang cukup menarik jika dibandingkan dengan rata-rata pasar. Rasio price to sales (P/S) sebesar 1,75 dan price to book (P/B) yang tercatat pada 3,86 menunjukkan bahwa perusahaan masih dihargai relatif tinggi di pasar, dengan harapan terhadap potensi pertumbuhan yang lebih besar.

    Pada sisi solvabilitas, HELI menghadapi tantangan yang cukup besar, tercermin dari current ratio yang sangat rendah hanya 0,21 dan quick ratio yang juga berada di angka yang sama. Hal ini menunjukkan potensi kesulitan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek, mengingat likuiditas perusahaan sangat terbatas. Rasio utang terhadap ekuitas yang mencapai 2,07 dan total liabilitas terhadap ekuitas yang mencapai 2,46 menunjukkan bahwa perusahaan sangat bergantung pada utang untuk membiayai operasionalnya.

    Margin laba operasi tercatat cukup rendah hanya 2,46 persen, perusahaan mencatatkan margin laba bersih yang lebih baik, mencapai 3,80 persen pada kuartal ketiga 2024.

    Pada tahun 2024, harga saham HELI mengalami penurunan yang signifikan, dengan penurunan sebesar 32,84 persen dalam 1 tahun terakhir. Namun, perusahaan menunjukkan kenaikan yang signifikan pada paruh kedua tahun ini, dengan kenaikan harga saham mencapai 73,08 persen dalam enam bulan terakhir.(*)

     

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Desty Luthfiani

    Desty Luthfiani seorang jurnalis muda yang bergabung dengan KabarBursa.com sejak Desember 2024 lalu. Perempuan yang akrab dengan sapaan Desty ini sudah berkecimpung di dunia jurnalistik cukup lama. Dimulai sejak mengenyam pendidikan di salah satu Universitas negeri di Surakarta dengan fokus komunikasi jurnalistik. Perempuan asal Jawa Tengah dulu juga aktif dalam kegiatan organisasi teater kampus, radio kampus dan pers mahasiswa jurusan. Selain itu dia juga sempat mendirikan komunitas peduli budaya dengan konten-konten kebudayaan bernama "Mata Budaya". 

    Karir jurnalisnya dimulai saat Desty menjalani magang pendidikan di Times Indonesia biro Yogyakarta pada 2019-2020. Kemudian dilanjutkan magang pendidikan lagi di media lokal Solopos pada 2020. Dilanjutkan bekerja di beberapa media maenstream yang terverifikasi dewan pers.

    Ia pernah ditempatkan di desk hukum kriminal, ekonomi dan nasional politik. Sekarang fokus penulisan di KabarBursa.com mengulas informasi seputar ekonomi dan pasar modal.

    Motivasi yang diilhami Desty yakni "do anything what i want artinya melakukan segala sesuatu yang disuka. Melakukan segala sesuatu semaksimal mungkin, berpegang teguh pada kebenaran dan menjadi bermanfaat untuk Republik".