KABARBURSA.COM - PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) membuka tahun 2025 dengan laporan kinerja keuangan kuartal pertama yang mencerminkan strategi fokus perusahaan pada sektor properti dan konstruksi, meski masih menghadapi tekanan dari sektor perhotelan yang tengah direnovasi.
Pada kuartal I 2025 (1Q25), SSIA membukukan pendapatan konsolidasi sebesar Rp1,068,2 miliar, sedikit menurun 2,1 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp1,091,6 miliar.
Namun, di balik penurunan tersebut, sektor konstruksi justru menunjukkan pertumbuhan signifikan dengan lonjakan pendapatan sebesar 24,5 persen menjadi Rp887,6 miliar. Sementara sektor properti mencatat pertumbuhan moderat sebesar 2,6 persen menjadi Rp163,8 miliar.
Berbeda dengan dua lini bisnis inti tersebut, sektor perhotelan mengalami penurunan drastis hingga 57,3 persen secara tahunan, hanya menyumbang Rp99,6 miliar. Penurunan ini tidak lepas dari penutupan sementara Melia Bali Hotel yang tengah menjalani proses renovasi sejak Oktober 2024.
Dampak dari segmen ini juga terasa pada sisi profitabilitas, di mana laba kotor SSIA pada kuartal ini turun 35,0 persen menjadi Rp199,5 miliar dari sebelumnya Rp307,0 miliar.
EBITDA perusahaan ikut merosot dari Rp147,1 miliar pada 1Q24 menjadi Rp36,3 miliar pada 1Q25, terutama akibat penurunan kontribusi EBITDA dari segmen perhotelan sebesar Rp90 miliar secara tahunan.
Akibat tekanan ini, SSIA membukukan rugi bersih sebesar Rp21,7 miliar, sedikit melebar dibandingkan rugi bersih Rp14,9 miliar pada kuartal pertama tahun lalu.
Meski demikian, manajemen perusahaan memandang renovasi hotel sebagai langkah strategis yang penting untuk memperkuat portofolio hospitality mereka dalam jangka menengah. Renovasi ini diyakini akan membuka peluang pendapatan yang lebih tinggi ke depannya, sejalan dengan tren pariwisata yang terus pulih.
Dari sisi fundamental keuangan, SSIA tetap menunjukkan posisi yang solid. Perusahaan mencatatkan posisi kas sebesar Rp2,196,0 miliar dan menjaga rasio utang terhadap ekuitas (gearing ratio) di level yang sangat konservatif, yaitu 12,6 persen. Hal ini menunjukkan bahwa SSIA masih memiliki ruang yang luas untuk pertumbuhan dan ekspansi tanpa tekanan likuiditas yang besar.
Dengan kinerja yang masih stabil di tengah tantangan sementara dan strategi bisnis yang terarah pada penguatan sektor properti dan konstruksi, SSIA menegaskan komitmennya terhadap pengelolaan modal yang disiplin serta kesiapan menangkap peluang-peluang baru yang sesuai dengan ekspektasi investor.
Kinerja SSIA di kuartal pertama 2025 menjadi gambaran penting dari transisi strategis perusahaan untuk memperkuat posisinya di industri berbasis aset riil di tengah dinamika pasar yang kompetitif.
Strategi Gurita SSIA di 2025, Apa Saja?
PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) memasuki tahun 2025 dengan strategi pertumbuhan yang ambisius dan menyeluruh, menyasar sektor properti industri, perhotelan, hingga penguatan belanja modal untuk mendongkrak kinerja keuangan secara berkelanjutan.
Fokus utama SSIA tertuju pada pengembangan kawasan industri Subang Smartpolitan, yang menjadi motor ekspansi bisnis perusahaan di tengah tren meningkatnya minat investor asing dan domestik terhadap kawasan industri modern dan terintegrasi.
Setelah mencatat lonjakan penjualan lahan industri sepanjang 2024, SSIA semakin percaya diri untuk menjadikan Subang Smartpolitan sebagai pilar utama pertumbuhan pendapatan tahun ini.
Salah satu langkah konkret yang telah disiapkan adalah penyerahan lahan seluas 18 hektar kepada BYD—produsen kendaraan listrik asal Tiongkok—pada kuartal kedua 2025.
Ini bukan hanya menambah nilai tambah proyek, tetapi juga memperkuat positioning kawasan Subang sebagai tujuan investasi industri global yang kompetitif.
Dari sisi perhotelan, SSIA tengah melakukan transformasi signifikan melalui renovasi besar-besaran Hotel Melia Bali yang ditargetkan rampung di akhir 2025. Hotel ini nantinya akan hadir dengan wajah baru dan standar layanan lebih premium di bawah merek Paradisus by Melia Bali.
Renovasi ini bukan sekadar kosmetik, melainkan strategi jangka panjang untuk meningkatkan kontribusi sektor hospitality terhadap pendapatan perusahaan.
Tidak berhenti di situ, SSIA juga akan meresmikan hotel mewah Umana Bali dan memperluas portofolio destinasi resort dengan pembukaan Uma Beach House—menandakan bahwa sektor perhotelan masih menjadi bagian penting dalam roadmap pertumbuhan SSIA.
Demi menopang seluruh ekspansi strategis tersebut, SSIA menganggarkan belanja modal (capital expenditure/capex) sebesar Rp3,6 triliun di tahun 2025. Dana tersebut akan digunakan untuk pengembangan infrastruktur kawasan industri, proyek hospitality, serta peningkatan kualitas aset-aset perusahaan lainnya.
Langkah ini memperlihatkan komitmen SSIA untuk berinvestasi secara agresif namun terarah, sekaligus menjaga daya saing bisnis di tengah ketatnya persaingan pasar properti dan pariwisata.
Dalam aspek komersial, SSIA juga menargetkan kenaikan harga lahan di Subang Smartpolitan seiring dengan meningkatnya permintaan dari sektor manufaktur dan teknologi. Hal ini diharapkan dapat menjadi pendorong utama margin keuntungan, sekaligus memperkuat persepsi pasar terhadap nilai investasi kawasan tersebut.
Secara keseluruhan, strategi SSIA di 2025 diarahkan untuk mencapai pertumbuhan pendapatan sebesar 8 persen secara tahunan (YoY) dan peningkatan laba bersih hingga 20 persen.
Perusahaan juga berambisi untuk mendorong pertumbuhan penjualan lahan industri yang signifikan dan memperbaiki kinerja operasional sektor perhotelan, termasuk meningkatkan okupansi kamar dan jumlah malam inap di Melia Bali setelah rebranding selesai dilakukan.
Dengan kombinasi ekspansi kawasan industri, transformasi portofolio perhotelan, serta penguatan struktur keuangan lewat belanja modal yang solid, SSIA menunjukkan arah strategi bisnis yang matang dan realistis.
Ini menjadikan SSIA sebagai salah satu emiten properti dan infrastruktur yang layak dipantau, terutama bagi investor yang mengincar sektor riil dengan prospek jangka panjang yang menjanjikan di tengah transisi ekonomi nasional menuju pemulihan yang lebih kuat di 2025.
Analisis Teknikal Tak Mendukung
Sayangnya, analisis teknikal SSIA justru mengungkap strategi jual. Mengutip analisis teknikal Investing, Senin, 5 Mei 2025, pada awal bulan ini ada tekanan jual yang cukup signifikan berdasarkan indikator teknikal terkini. Situasi ini menandai adanya sentimen bearish yang mendominasi, setidaknya dalam jangka pendek.
Sebagian besar indikator menunjukkan kecenderungan “sangat jual”, yang menggambarkan bahwa pelaku pasar cenderung mengurangi eksposur terhadap saham ini di tengah volatilitas yang melandai.
Indikator Relative Strength Index (RSI) berada di level 40,82, sudah berada di bawah ambang batas netral 50, mengindikasikan momentum pelemahan harga. Hal ini juga dikonfirmasi oleh indikator MACD yang berada di angka -71,22, menunjukkan tekanan jual yang cukup kuat serta tren turun yang sedang berlangsung.
ADX (Average Directional Index) di angka 33,33 menandakan bahwa tren penurunan ini memiliki kekuatan yang cukup solid, bukan hanya sekadar koreksi sesaat.
Sementara itu, indikator lain seperti Williams %R dan Commodity Channel Index (CCI) juga kompak menunjukkan sinyal jual. Williams %R yang berada di level -61,97 dan CCI yang negatif di -80,69 memberikan gambaran bahwa saham SSIA saat ini berada dalam tekanan jual yang merata.
Bahkan, ROC (Rate of Change) mencatat angka -20,09, yang menegaskan bahwa pergerakan harga SSIA mengalami penurunan cukup tajam dalam periode waktu tertentu.
Jika melihat dari sisi moving average, sinyalnya pun cenderung ke arah yang sama. Delapan dari total dua belas MA—baik sederhana maupun eksponensial—menunjukkan sinyal jual. Harga saham saat ini telah berada di bawah MA10, MA20, MA50, dan MA100 eksponensial, yang menunjukkan bahwa tekanan teknikal masih berlangsung.
MA20 misalnya, berada di kisaran Rp940 untuk sederhana dan Rp921 untuk eksponensial, sementara harga pasar sudah lebih rendah dari itu. Hanya MA5 sederhana dan MA100 serta MA200 sederhana yang masih memberikan sinyal beli, tetapi secara keseluruhan dominasi sinyal jual lebih kuat.
Dari sisi volatilitas, ATR (Average True Range) berada di level 89,28, yang menunjukkan volatilitas harian mulai berkurang. Ini berarti meskipun tekanan jual masih kuat, ruang gerak harga mulai terbatas. Dalam kondisi seperti ini, pasar sering kali memasuki fase konsolidasi atau menunggu katalis baru untuk menentukan arah selanjutnya.
Level-level penting dalam analisis pivot point juga mempertegas situasi saat ini. Titik pivot klasik berada di level Rp827, dengan support kuat di sekitar Rp789 dan resistance berikutnya di Rp879. Jika harga tidak mampu bertahan di atas Rp827 dalam beberapa sesi ke depan, tekanan jual kemungkinan masih akan berlanjut, dengan target penurunan menuju zona support.
Secara keseluruhan, analisis teknikal saham SSIA saat ini menggambarkan suasana yang kurang kondusif bagi posisi beli jangka pendek. Sentimen pasar yang cenderung negatif terlihat dari mayoritas indikator yang mengarah pada aksi jual.
Namun bagi pelaku pasar yang memegang pandangan jangka panjang, situasi ini bisa dimanfaatkan untuk memantau potensi pembalikan arah jika saham menunjukkan sinyal reversal atau mulai mendekati level support yang kuat.
Dalam kondisi teknikal seperti sekarang, disiplin terhadap manajemen risiko dan pemantauan pergerakan harga sangat penting untuk menghindari keputusan impulsif yang merugikan.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.