Logo
>

Prabowo Dikasih Waktu Seminggu Batalkan Kenaikan PPN

Ditulis oleh KabarBursa.com
Prabowo Dikasih Waktu Seminggu Batalkan Kenaikan PPN

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Berbagai pihak mendesak Presiden Prabowo Subianto, untuk membatalkan rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang dijadwalkan berlaku mulai 1 Januari 2025, atau kurang dari satu pekan lagi.

    Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios) Media Wahyudi Askar menyebut kebijakan ini berpotensi menambah ketidakpastian bagi pelaku usaha sekaligus memberikan tekanan lebih besar kepada masyarakat kelas menengah ke bawah.

    “Pemerintah masih memiliki waktu sekitar satu minggu untuk membatalkan kebijakan kenaikan PPN 12 persen. Hal ini hanya dapat terwujud jika pemerintah dan DPR mengutamakan pendekatan teknokratik, bukan kepentingan politik elektoral jangka pendek, demi keberlangsungan dunia usaha dan kesejahteraan masyarakat kecil,” kata Wahyudi, Senin, 23 Desember 2024.

    Dia menyoroti tarik-ulur kebijakan PPN yang awalnya dirancang untuk barang mewah, namun akhirnya berlaku untuk hampir seluruh barang dan jasa, kecuali kebutuhan pokok tertentu seperti minyak goreng, tepung terigu, dan gula industri. Ia menilai langkah ini mencerminkan ketidakprofesionalan pemerintah dalam merancang kebijakan publik.

    Selain itu, Wahyu juga mengingatkan bahwa perubahan kebijakan ini telah memicu kenaikan harga sejumlah barang sebelum waktu implementasi. Ia menyarankan pemerintah untuk mengeksplorasi sumber penerimaan pajak lain yang lebih progresif, seperti penerapan pajak keuntungan anomali (windfall profit tax) pada sektor ekstraktif, pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) badan yang lebih progresif, serta pajak kekayaan yang berpotensi menghasilkan Rp81,6 triliun per tahun.

    Pajak karbon, yang merupakan mandat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), disebutkan mampu menambah pendapatan negara hingga Rp69 triliun per tahun. Namun, hingga kini, kebijakan tersebut belum juga diberlakukan meski merupakan amanat yang sama dengan kebijakan kenaikan PPN.

    Sebagai langkah lain, Wahyu menyarankan pemerintah untuk menutup potensi kebocoran pajak, terutama pada sektor digital dan industri kelapa sawit yang diperkirakan mencapai Rp300 triliun. Pemerintah juga diminta untuk meninjau ulang Proyek Strategis Nasional (PSN) yang mangkrak, termasuk proyek Ibu Kota Nusantara (IKN).

    “Langkah-langkah ini jauh lebih adil dan tidak langsung membebani masyarakat kecil,” tegasnya.

    Hingga Senin, 23 Desember 2024, pukul 13.00 WIB, sebanyak 174.286 orang telah menandatangani petisi daring di situs change.org yang ditujukan kepada Presiden Prabowo untuk membatalkan kenaikan tarif PPN.

    Petisi berjudul “Pemerintah, Segera Batalkan Kenaikan PPN!” ini digagas oleh kelompok Bareng Warga dan didukung oleh tagar #PajakMencekik serta #TolakKenaikanPPN.

    Jumlah tanda tangan tersebut meningkat signifikan dibandingkan pekan lalu, tepatnya pada 19 Desember 2024, ketika petisi baru ditandatangani oleh 95.949 orang.

    Dalam petisi itu, kenaikan PPN dinilai sebagai kebijakan yang memperparah beban masyarakat dan menyebabkan lonjakan harga kebutuhan pokok di tengah pemulihan ekonomi yang belum stabil.

    Kenaikan PPN Pengaruhi Inflasi

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengakui bahwa kenaikan PPN menjadi 12 persen, yang mulai berlaku pada 1 Januari 2025, berpotensi memengaruhi inflasi. Namun, ia menegaskan bahwa dampaknya tidak akan terlalu besar.

    Ia menyebutkan bahwa meskipun kenaikan PPN dapat berkontribusi pada inflasi, dampaknya relatif kecil.

    “Dari segi kenaikan PPN menjadi 12 persen, pasti ada pengaruh terhadap inflasi. Namun, dampaknya tidak terlalu signifikan,” kata Airlangga di sela acara Peluncuran EPIC Sale di Alfamart Drive Thru, Alam Sutera, Tangerang, Banten, Minggu, 22 Desember 2024..

    Dia menyebutkan bahwa sektor transportasi merupakan salah satu bidang yang paling terdampak oleh kenaikan harga. Untuk itu, pemerintah memutuskan untuk memberikan pembebasan PPN (0 persen) bagi sektor transportasi pada tahun 2025 sebagai langkah untuk menjaga daya beli masyarakat.

    Selain itu, beberapa bahan pokok penting juga akan tetap dikenakan PPN 11 persen, dengan pemerintah yang menanggung selisih PPN tersebut.

    “Contohnya seperti tepung terigu, minyak, dan gula industri, yang sebelumnya dikenakan PPN 11 persen, tetap akan dikenakan tarif yang sama,” jelasnya.

    Pemerintah juga telah merencanakan sejumlah stimulus untuk mendukung ekonomi masyarakat pada tahun depan. Salah satunya adalah pemberian diskon tarif listrik sebesar 50 persen pada periode Januari hingga Februari 2025. Pemerintah juga memberikan insentif berupa pembebasan PPN untuk pembelian rumah dengan harga hingga Rp2 miliar.

    Dari segi transportasi, pemerintah akan menanggung PPN untuk motor listrik, sementara untuk mobil listrik, potongan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Ditanggung Pemerintah (DTP) juga akan dilanjutkan dengan tambahan 3 persen.

    “Ini menunjukkan bahwa pemerintah benar-benar memperhatikan belanja masyarakat,” ucap Airlangga.

    Sementara itu, untuk transaksi menggunakan sistem QRIS tidak akan dikenakan PPN 12 persen. Ini juga berlaku untuk transaksi menggunakan kartu debit, e-money, atau kartu lainnya, termasuk transaksi di jalan tol yang tidak terpengaruh oleh kenaikan PPN.

    “Untuk transportasi, seperti di tol, tidak ada PPN. Jadi, transaksi dengan e-money di tol tetap bebas PPN,” imbuhnya.

    Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan bahwa meskipun PPN naik menjadi 12 persen, dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan tidak akan signifikan.

    Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi 2025 akan tetap sesuai dengan target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yaitu 5,2 persen.

    “Dampak kenaikan PPN menjadi 12 persen terhadap pertumbuhan ekonomi tidak signifikan. Pertumbuhan ekonomi 2025 diperkirakan tetap tumbuh di atas 5 persen,” ujar Febrio dalam pernyataan resmi, Minggu, 22 Desember 2024.

    Febrio juga menyebutkan bahwa inflasi diperkirakan tetap terjaga di kisaran 1,5 hingga 3,5 persen pada 2025. Menurut perhitungannya, kenaikan PPN 12 persen hanya akan menambah inflasi sekitar 0,2 persen.

    “Dengan inflasi yang saat ini rendah di 1,6 persen, dampak kenaikan PPN menjadi 12 persen hanya akan menambah inflasi sekitar 0,2 persen,” jelas Febrio. (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi