Logo
>

Program Pensiun Wajib Pekerja Tekan Kemiskinan: Caranya?

Ditulis oleh Dian Finka
Program Pensiun Wajib Pekerja Tekan Kemiskinan: Caranya?

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Pemerintah berencana menerapkan program pensiun wajib bagi para pekerja di Indonesia. Pakar ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Tadjuddin Noer Effendi menyatakan, langkah tersebut bertujuan untuk menekan angka kemiskinan di tahun 2045 mendatang.

    "Ya itu kelihatannya memang ditunjukkan untuk itu, jangka panjang. Karena dekatan begini, demografi Indonesia ini akan berubah. Mulai tahun 2035, usia penduduk lansia di atas sekitar 50 tahun itu meningkat," ujar Tadjuddin kepada Kabar Bursa di Jakarta, Sabtu, 7 September 2024.

    Tadjuddin juga menyebut pemerintah perlu mengkaji kembali program dana pensiun bagi pekerja kelas karyawan, sebab menurutnya sektor pekerja bukan hanya karyawan melainkan ada juga pada sektor pertanian dan pelaku usaha lainnya.

    "Ya itu untuk pekerja kantoran ya, bagaimana dengan pekerja sektor pertanian dan informal? yang selama ini mereka enggak punya gaji, dan enggak punya pensiun," jelas Tadjuddin.

    Menurutnya, langkah pemerintah dalam aturan turunan dari Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) ini dirancang untuk meningkatkan replacement ratio pekerja bisa mengurangi ketergantungan pada jaminan sosial dan memastikan bahwa pensiunan dapat hidup layak meskipun sudah tidak lagi bekerja.

    Dengan adanya program yang mewajibkan pekerja untuk bekerja hingga masa pensiun, diharapkan perbedaan antara pendapatan sebelum dan sesudah pensiun dapat diminimalisasi.

    "Tapi yang jelas di situ ada masalah macam strategi yang ingin dicapai yaitu, pastikan sistem pensiunan nasional dapat memberikan manfaat kepada para pensiunan," tukasnya.

    Finalisasi Persiapan Peraturan Pemerintah

    Dituliskan sebelumnya, Pemerintah saat ini sedang dalam tahap finalisasi persiapan Peraturan Pemerintah (PP) yang akan mengatur lebih lanjut tentang program pensiun wajib bagi para pekerja di Indonesia. Langkah ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memberikan jaminan kesejahteraan yang lebih baik bagi pekerja ketika memasuki masa pensiun.

    Ogi Prastomiyono, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), menjelaskan bahwa aturan ini merupakan tindak lanjut dari Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). Salah satu tujuan utama dari peraturan ini adalah untuk meningkatkan “replacement ratio” pekerja di Indonesia.

    Replacement ratio sendiri adalah rasio antara pendapatan yang diterima seorang pekerja saat memasuki masa pensiun dibandingkan dengan gaji yang diterimanya ketika masih aktif bekerja. Rasio ini menunjukkan seberapa besar pendapatan pekerja yang dapat dipertahankan setelah pensiun.

    Ogi mengungkapkan bahwa upaya untuk meningkatkan replacement ratio perlu dilakukan mengingat saat ini Indonesia masih berada pada level 15-20 persen. Padahal, Organisasi Ketenagakerjaan Internasional (ILO) merekomendasikan agar replacement ratio minimal berada di angka 40 persen dari penghasilan terakhir seorang pekerja. Dengan rasio yang lebih tinggi, pekerja akan lebih terjamin kesejahteraannya ketika memasuki masa pensiun.

    Lebih lanjut, Pasal 189 ayat 4 UU P2SK juga mengatur bahwa hanya pekerja dengan penghasilan di atas batas tertentu yang diwajibkan mengikuti program pensiun ini. Meskipun demikian, Ogi tidak memberikan penjelasan rinci mengenai berapa batas minimum penghasilan yang akan membuat seorang pekerja terkena kewajiban ini.

    “Bagi pekerja yang memiliki pendapatan di atas nilai tertentu, pemerintah akan meminta mereka untuk membayar iuran tambahan pensiun secara sukarela, tetapi tetap bersifat wajib. Hal ini akan diatur lebih lanjut dalam PP dan Peraturan OJK (POJK) yang saat ini sedang disusun,” tambah Ogi.

    Urgensi Dana Pensiun Karyawan Informal

    Direktur Eksekutif Asosiasi Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK), Syarif Yunus, menyoroti betapa pentingnya bagi pekerja di Indonesia untuk bergabung dalam program dana pensiun (dapen). Namun, menurut Syarif, partisipasi pekerja dalam program ini masih sangat rendah, padahal manfaatnya sangat besar, terutama ketika pekerja memasuki usia pensiun.

    Berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Februari 2024, dari 142 juta pekerja di Indonesia, hanya 3,96 juta yang terdaftar sebagai peserta DPLK. Angka ini menunjukkan bahwa program dana pensiun masih memiliki penetrasi yang sangat kecil di Indonesia, dengan sebagian besar pekerja, terutama di sektor informal, belum terfasilitasi dengan baik.

    Syarif menekankan bahwa sekitar 60 persen pekerja di Indonesia termasuk dalam kategori pekerja informal, yang tidak memiliki penghasilan tetap setiap bulan.

    “Pekerja sektor informal juga berhak mempersiapkan hari tua mereka. Jika mereka tidak difasilitasi, mereka akan terus bekerja hanya untuk kebutuhan sehari-hari, sementara tenaga dan waktu mereka akan semakin terbatas seiring bertambahnya usia,” ungkap Syarif, Senin, 19 Agustus 2024.

    Menurut Syarif, edukasi dan literasi mengenai pentingnya dana pensiun masih menjadi tantangan besar di Indonesia. Padahal, berpartisipasi dalam program ini sebenarnya tidak memberikan beban finansial yang berat. 

    Sebagai contoh, Syarif menyebutkan bahwa pekerja sektor informal seperti pengemudi mobil online yang memiliki penghasilan rata-rata Rp300.000 hingga Rp400.000 per hari, hanya perlu menyisihkan Rp10.000 per hari untuk dana pensiun DPLK. Dalam sebulan, mereka sudah bisa menyimpan Rp300.000.

    “Tantangannya adalah siapa yang akan mengedukasi mereka untuk menyisihkan Rp10.000 setiap hari dan bagaimana cara yang mudah untuk mendaftar DPLK,” jelasnya.

    Saat ini, hanya sekitar 20 persen peserta program dana pensiun DPLK berasal dari pekerja informal. Dari jumlah tersebut, 70 persen di antaranya bergabung karena difasilitasi oleh perusahaan, sementara hanya 30 persen yang bergabung atas inisiatif pribadi. 

    Syarif menggarisbawahi bahwa masa depan DPLK sangat bergantung pada kesadaran individu.

    “Yang perlu kita bangun adalah kesadaran individu akan pentingnya dana pensiun,” pungkasnya.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Dian Finka

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.