Logo
>

Prospek BBRI 2025: Analisis di Tengah Isu Pergantian Direksi

Ditulis oleh Syahrianto
Prospek BBRI 2025: Analisis di Tengah Isu Pergantian Direksi

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) bersiap menghadapi potensi perubahan kepemimpinan pada Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) awal tahun 2025. Di bawah kepemimpinan Sunarso, BRI telah mencatatkan kinerja yang solid dan memperkuat posisinya sebagai bank yang fokus pada segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Namun, munculnya nama Hery Gunardi, yang dinilai sukses memimpin PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) atau BSI memunculkan pertanyaan menarik: mampukah Hery membawa BRI terus berinovasi dan beradaptasi dengan lanskap perbankan yang terus berubah?

    Persaingan di industri perbankan semakin sengit, didorong oleh digitalisasi dan perubahan perilaku konsumen. BRI, dengan jangkauan layanannya yang luas hingga pelosok negeri, dituntut untuk terus berinovasi dan beradaptasi.

    Potensi pergantian pucuk pimpinan pada RUPST 2025 diyakini bukan sekadar formalitas, melainkan momentum strategis untuk menentukan arah BRI dalam menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang di masa depan. Pertanyaan krusialnya: apakah BRI membutuhkan stabilitas dan keberlanjutan strategi yang telah berjalan, atau membutuhkan gebrakan baru untuk melompat lebih tinggi?

    Sunarso Memimpin BRI

    Sunarso ditunjuk sebagai Direktur Utama BRI pada 2 September 2019. Lulusan Sarjana Pertanian IPB (1988) dan MBA dari University of Western Australia ini, sebelumnya juga pernah menjabat sebagai Wakil Direktur Utama BRI. Di bawah kepemimpinannya, BRI semakin memantapkan posisinya sebagai bank yang fokus pada pemberdayaan UMKM.

    Kinerja keuangan BRI di bawah Sunarso menunjukkan pertumbuhan yang solid. Hingga kuartal III 2024, BRI membukukan laba bersih konsolidasi sebesar Rp45,36 triliun, dengan pertumbuhan kredit 8,21 persen secara tahunan (year on year/yoy) mencapai Rp1.353,36 triliun. Dari total penyaluran kredit tersebut, 81,70 persen di antaranya atau sekitar Rp1.105,70 triliun merupakan kredit kepada segmen UMKM.

    Sunarso mengungkapkan dukungan BRI kepada segmen UMKM menjadi prioritas utama dalam memperkuat ekonomi kerakyatan. “BRI hadir untuk memperkuat UMKM sebagai pilar penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Melalui pemberdayaan UMKM, BRI mengambil peran dalam membangun ekonomi yang inklusif dan berkeadilan,” ujar dia.

    Terhadap UMKM, BRI telah memiliki strategi dalam memberdayakan UMKM sehingga layak dilirik oleh perbankan dan mendapatkan pembiayaan. “Sesungguhnya UMKM kita itu lebih membutuhkan edukasi daripada advokasi. Kenapa demikian? Kalau advokasi sebenarnya menempatkan UMKM di bawah. Di bawah bank, di bawah lembaga pembiayaan. Kalau diedukasi sebenarnya menempatkan UMKM sejajar dengan bank sebagai mitra,” ujar Sunarso.

    Menurut dia, Sunarso terdapat lima hal yang perlu diedukasi kepada UMKM. Pertama, tentang spirit atau semangat kewirausahaan. “Itu yang harus kita educate kepada UMKM. Karena pelaku UMKM sangat banyak sehingga masih beragam level-nya,” ungkapnya.

    Kedua yaitu tentang kemampuan mereka melakukan administrasi dan manajerial. Menurut Sunarso ini merupakan pekerjaan rumah yang penting. Sebab kedua hal tersebut masih merupakan area yang sangat luas untuk dikerjakan. Ketiga, tentang aksesibilitas UMKM terhadap informasi, pasar, teknologi dan pendanaan.

    Keempat, Sunarso mengatakan UMKM juga harus diedukasi soal keberlanjutan. Baik itu tentang keberlanjutan bisnis terlebih juga keberlanjutan lingkungan. Terakhir, Sunarso menekankan pentingnya edukasi soal prinsip Good Corporate Governance kepada UMKM. “Kita perlu educate UMKM untuk menjalankan bisnis dengan prinsip-prinsip GCG dengan baik. Itulah yang akan menjadikan UMKM bertumbuh dan berkembang berkelanjutan,” tandasnya.

    Aset BRI juga meningkat menjadi Rp1.961,92 triliun. Di sisi lain, BRI juga sukses mengelola kualitas asetnya dengan baik setelah  rasio Non Performing Loan (NPL) membaik. Diketahui, NPL pada triwulan III 2024 tercatat sebesar 2,90 persen atau membaik dibandingkan dengan periode serupa tahun 2023 sebesar 3,07 persen.

    Selain itu, perseroan juga sukses membukukan rasio Loan at Risk (LAR) yang gemilang yakni 11,66 persen pada akhir triwulan III 2024 dari sebelumnya 13,80 persen pada akhir Triwulan III tahun lalu.

    Penerapan strategi pengelolaan manajemen risiko yang disiplin di seluruh lini bisnis menjadi pendukung penurunan rasio NPL dan LAR. Selain itu, BRI juga tetap mempersiapkan pencadangan yang memadai dengan NPL Coverage sebesar 215,44 persen.

    Namun demikian, BRI mencatatkan kredit macet yang cukup tinggi. Dalam laporan keuangannya, tercatat Credit Cost atu CoC bank only meningkat tajak ke level 3,85 persen hingga November 2024. CoC adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh bank untuk mengantisipasi risiko kredit bermasalah (non-performing loans/NPL). CoC mencakup provisi atau pencadangan yang dialokasikan bank untuk menutupi potensi kerugian akibat debitur yang gagal membayar pinjaman.

    Sementara itu, dari sektor digital, BRI menutup tahun 2024 mencatatkan pengguna Super App BRImo, sebagai bagian dari transformasi digital BRI, mencapai 37,1 juta pada akhir September 2024, dengan nilai transaksi mencapai Rp4.034,9 triliun, tumbuh 35,2 persen yoy. Selain itu, menurut Hendy BRI berhasil mencatat sharing economy dengan agen BRILink. Pada November 2024, BRI melalui jaringan 1,047 juta Agen BRILink berhasil mencatatkan lebih dari 1,047 miliar transaksi, naik 5,64 persen secara tahunan (yoy). Jumlah agen ini tumbuh 45,68 persen yoy, membantu meningkatkan akses keuangan di berbagai pelosok Indonesia.

    “Holding Ultra Mikro BRI, yang terdiri dari BRI, PNM, dan Pegadaian, telah melayani 36,1 juta debitur dengan total kredit mencapai Rp627,6 triliun. Selain itu, lebih dari 180 juta masyarakat memiliki akses tabungan melalui 1.025 Unit Senyum yang tersebar di seluruh Indonesia,” kata Sekretaris Perusahaan Hendy Bernadi dalam siaran pers BRI di Jakarta, Kamis, 9 Januari 2025.

    Performa saham BRI secara umum stabil dan cenderung meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Saham ini menunjukkan daya tarik yang luar biasa di pasar modal Indonesia. Hal ini tercermin dari jumlah investor yang terus meningkat setiap bulannya. Berdasarkan data yang tersedia, BBRI memiliki jumlah saham beredar sebanyak 151.559.001.604 unit saham. Angka ini menunjukkan likuiditas yang tinggi, yang tentu saja memberi kemudahan bagi investor untuk bertransaksi.

    Saham BBRI mengalami penurunan signifikan dalam setahun terakhir, dengan harga saham turun sekitar 27,73 persen dari posisi Rp5.825 pada 11 Januari 2024 menjadi Rp4.210 pada Kamis, 16 Januari 2025. Penurunan ini mencerminkan tantangan yang dihadapi BRI dalam mempertahankan kinerja sahamnya di tengah dinamika pasar dan ekonomi.

    Meskipun mengalami penurunan harga, rasio Price-to-Book Value (PBV) BRI saat ini berada di level 2 kali, di bawah rata-rata 10 tahun yang berkisar antara 2,6 hingga 2,8 kali. Rasio PBV yang lebih rendah dapat mengindikasikan saham BRI diperdagangkan di bawah nilai bukunya, yang mungkin menarik bagi investor jangka panjang.

    BSI di Bawah Hery Gunardi

    Hery Gunardi memiliki latar belakang pendidikan yang kuat di bidang keuangan dan manajemen. Gelar doktornya dari Universitas Padjadjaran dengan disertasi tentang Private Wealth Management menunjukkan pemahamannya yang mendalam tentang pengelolaan kekayaan. Kariernya yang dimulai di Bank Bapindo dan berlanjut di PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), memberinya pengalaman luas di berbagai lini perbankan.

    Pencapaian monumental Hery Gunardi adalah memimpin merger tiga bank syariah BUMN menjadi BSI. Merger yang kompleks ini berhasil diwujudkan dengan efisien, menciptakan entitas perbankan syariah yang besar dan berdaya saing. Penghargaan "CEO of The Year" pada Bisnis Indonesia Awards 2024 menjadi bukti pengakuan atas kepemimpinannya.

    Di bawah kepemimpinan Hery Gunardi, BSI mencatatkan pertumbuhan yang impresif. Dalam tiga tahun sejak berdiri, BSI konsisten mencatat pertumbuhan double digit dari kuartal ke kuartal (quarter on quarter/qoq), melampaui rata-rata industri perbankan.

    Dalam laporan keuangan yang dirilis perusahaan, BSI berhasil mencetak pertumbuhan laba bersih sebesar 21,55 persen yoy hingga November 2024. Keberhasilan ini didorong oleh pengelolaan net imbal (NI) yang stabil, meski menghadapi tekanan kenaikan tingkat bagi hasil kepada pemilik dana. Keunggulan kinerja pembiayaan juga menjadi daya dorong utama yang menjadikan BSI sebagai salah satu pemain utama dalam perbankan syariah di Indonesia.

    “Tahun 2024 menjadi masa penuh tantangan sekaligus peluang bagi BSI. Alhamdulillah, kami berhasil melewati tahun ini dengan pencapaian luar biasa. Hal ini terlihat dari performa saham BRIS yang solid, menjadi magnet bagi investor,” ujar Direktur Utama BSI, Hery, di Jakarta, Selasa 31 Desember 2024.

    Di tengah rata-rata pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah nasional yang mencapai 11,24 persen yoy, BSI melaju dengan pertumbuhan lebih tinggi. Piutang pembiayaan bank syariah terbesar di Tanah Air ini meningkat 7,39 persen yoy menjadi Rp156,47 triliun. Pembiayaan berbasis bagi hasil melonjak drastis hingga 31,83 persen yoy menjadi Rp114,22 triliun, sedangkan pembiayaan sewa tercatat meningkat signifikan hingga 51,83 persen yoy menjadi Rp3,09 triliun.

    Pendapatan dari penyaluran dana tercatat mencapai Rp23,79 triliun atau naik 13,34 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Namun, peningkatan ini diimbangi dengan kenaikan biaya bagi hasil kepada pemilik dana sebesar 33,56 persen yoy menjadi Rp7,17 triliun.

    Meski begitu, net imbal atau pendapatan bersih setelah distribusi tetap tumbuh sebesar 6,37 persen yoy menjadi Rp16,61 triliun. Pendapatan komisi juga memberikan kontribusi signifikan, naik 32,34 persen yoy menjadi Rp2,06 triliun, sementara biaya provisi berhasil ditekan hingga 23,85 persen yoy menjadi Rp1,95 triliun.

    BSI juga agresif dalam menghimpun dana dari masyarakat. Hingga November 2024, total dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun mencapai Rp303,10 triliun atau tumbuh 13,29 persen yoy. Pertumbuhan tersebut didukung oleh kenaikan semua instrumen DPK, mulai dari giro yang naik 14,59 persen  yoy menjadi Rp54,16 triliun, tabungan yang meningkat 12,74 persen yoy menjadi Rp133,11 triliun, hingga deposito yang tumbuh 13,33 persen yoy menjadi Rp115,82 triliun. Rasio dana murah atau CASA juga tetap terjaga pada level 61,79 perseb, menunjukkan efisiensi struktur pendanaan bank ini.

    Total aset BSI tercatat mencapai Rp375,56 triliun, meningkat 17,19 persen yoy, dengan liabilitas sebesar Rp331,07 triliun dan ekuitas Rp44,48 triliun, masing-masing tumbuh 17,23 persen dan 16,89 persen secara tahunan. Selain itu, rasio profitabilitas seperti return on asset (ROA) meningkat ke level 1,65 persen, sedangkan return on equity (ROE) naik ke posisi 13,94 persen.

    Adapun, BSI berhasil mencatatkan diri sebagai emiten dengan return tertinggi di sektor perbankan pasar modal Indonesia sepanjang tahun 2024. Harga saham BRIS ditutup di level Rp2.730 pada akhir perdagangan tahun ini, mencatatkan kenaikan signifikan sebesar 56,9 persen secara year-to-date (ytd). Pada awal tahun, saham BRIS diperdagangkan di level Rp1.740.

    BRIS juga membukukan price-to-book value (PBV) sebesar 2,90 dan price-to-earning (P/E) ratio di angka 19,05. Angka tersebut menjadikan BRIS sebagai bank pelat merah dengan valuasi paling premium dibandingkan bank pemerintah lainnya. Valuasi ini, menurut Hery, mencerminkan kepercayaan pasar terhadap strategi bisnis dan prospek pertumbuhan berkelanjutan BSI di masa depan.

    “Pencapaian ini semakin mengukuhkan posisi BRIS sebagai salah satu pemain utama dalam industri perbankan nasional,” tegas Hery.

    Sebagai komparasi, dari sisi ytd return, BRIS unggul dibandingkan bank BUMN lainnya, seperti BBRI, BMRI, dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI).

    Di segmen perbankan syariah, BRIS juga menduduki peringkat teratas dalam hal valuasi dan return, jauh meninggalkan pesaing seperti Bank BTPN Syariah (BTPS) dan Bank Panin Syariah (PNBS).

    Prospek BRI di Bawah Kepemimpinan Baru

    Keberhasilan Hery Gunardi memimpin merger tiga bank syariah BUMN menjadi BSI adalah bukti nyata kemampuannya dalam mentransformasi organisasi besar. Pengalaman ini sangat relevan bagi BRI, mengingat bank ini juga terus berupaya meningkatkan efisiensi operasional dan memperkuat posisinya di era digital.

    Hery Gunardi terbukti mampu mengelola merger dengan efektif, yang biasanya melibatkan cost efficiency dan optimalisasi sumber daya. Transformasi digital menjadi salah satu fokus utama BSI di bawah kepemimpinannya. Pengalaman ini bisa dimanfaatkan untuk mempercepat dan memperluas adopsi teknologi di BRI, terutama dalam meningkatkan layanan digital bagi nasabah UMKM. Selain itu, meskipun BRI berfokus pada perbankan konvensional, pemahaman Hery Gunardi tentang prinsip-prinsip syariah bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan produk dan layanan yang lebih inklusif, menjangkau segmen pasar yang lebih luas.

    Meskipun potensi yang dibawa Hery Gunardi cukup besar, tantangan integrasi dengan budaya dan strategi BRI yang telah mapan juga perlu diantisipasi. BRI berfokus pada UMKM dan perbankan konvensional, sedangkan BSI berfokus pada perbankan syariah. Perbedaan ini bisa memunculkan tantangan dalam menyelaraskan visi dan strategi. (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Syahrianto

    Jurnalis ekonomi yang telah berkarier sejak 2019 dan memperoleh sertifikasi Wartawan Muda dari Dewan Pers pada 2021. Sejak 2024, mulai memfokuskan diri sebagai jurnalis pasar modal.

    Saat ini, bertanggung jawab atas rubrik "Market Hari Ini" di Kabarbursa.com, menyajikan laporan terkini, analisis berbasis data, serta insight tentang pergerakan pasar saham di Indonesia.

    Dengan lebih dari satu tahun secara khusus meliput dan menganalisis isu-isu pasar modal, secara konsisten menghasilkan tulisan premium (premium content) yang menawarkan perspektif kedua (second opinion) strategis bagi investor.

    Sebagai seorang jurnalis yang berkomitmen pada akurasi, transparansi, dan kualitas informasi, saya terus mengedepankan standar tinggi dalam jurnalisme ekonomi dan pasar modal.