Logo
>

Prospek Saham PTBA: Siap Bangkit di Kuartal II 2025

Kinerja ekspor membaik, namun PTBA masih menghadapi tekanan transisi energi dan volatilitas harga batu bara global sepanjang kuartal II 2025.

Ditulis oleh Hutama Prayoga
Prospek Saham PTBA: Siap Bangkit di Kuartal II 2025
Salah satu fasilitas penampungan batu bara milik PT Bukit Asam Tbk atau PTBA. (Foto: Dok. PTBA)

KABARBURSA.COM - Pengamat pasar modal Wahyu Tri Laksono memproyeksikan bahwa pergerakan saham PT Bukit Asam Tbk (PTBA) sepanjang kuartal II 2025 akan dipengaruhi oleh sejumlah faktor fundamental dan eksternal.

Menurut Wahyu, kinerja keuangan emiten, dinamika harga batu bara global, serta perkembangan proyek strategis perusahaan pelat merah itu menjadi tiga pilar utama yang memengaruhi arah pergerakan harga saham PTBA. 

"Saat ini masih terbuka potensi rebound jangka pendek pada saham PTBA dengan target terdekat di Rp2.810 hingga Rp2.930, dengan level support di Rp2.610," ujar dia kepada Kabarbursa.com dikutip, Sabtu, 10 Mei 2025.

Wahyu mengingatkan, investor perlu mencermati indikator teknikal dan fundamental dalam jangka pendek, menengah, hingga panjang sebelum mengambil keputusan atas saham PTBA. Hal ini menjadi penting terutama setelah perseroan mencatatkan penurunan laba bersih pada triwulan I 2025 sebesar 50,5 persen secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp391,48 miliar.

"Dan, masih adanya tantangan terkait harga batu bara serta transisi energi. Karena itu, rekomendasi untuk saham PTBA saat ini cenderung hold atau netral," katanya. 

Strategi Trading, Jangka Panjang, dan Proyeksi Harga Saham PTBA

Menurut Wahyu, peluang trading jangka pendek untuk saham PTBA masih terbuka, namun harus disertai kehati-hatian dengan mengamati level-level teknikal penting. Para trader, imbuhnya, perlu memerhatikan rentang support dan resistance di level Rp2.500-3.000.

"Strategi di dekat atau di atas Rp2.500. Buy (secara bertahap) dengan target Rp2.800, Rp2.900, Rp3.000," ungkapnya. 

Sementara untuk jangka menengah, Wahyu menyarankan investor untuk memantau rilis kinerja keuangan kuartal II, perkembangan proyek hilirisasi, serta tren harga batu bara dunia, sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan.

"Potensinya masih cenderung hati-hati, di kisaran Rp2.250-3.250, buy on weakness target Rp3.250. Jika break Rp3.250 potensial ke Rp3.400-3.700. Hati hati tekanan koreksi di dekat atau di atas Rp4.200," katanya. 

Lebih jauh, untuk prospek jangka panjang, Wahyu menilai bahwa masa depan Bukit Asam akan sangat bergantung pada keberhasilan perseroan mendiversifikasi bisnisnya ke sektor energi baru dan terbarukan (EBT) serta kemampuannya beradaptasi dalam era transisi energi global.

Secara umum, pengamat pasar modal itu menuturkan, potensi kenaikan kinerja PTBA masih terbuka mengingat sektor energi, terutama batu bara, tetap menjadi komoditas strategis dalam beberapa tahun ke depan.

Sebagai bagian dari strategi transisinya, perusahaan bagian dari holding badan usaha milik negara (BUMN) MIND ID telah menyusun peta jalan transisi energi hingga 2050, yang mencakup pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di lahan bekas tambang serta kolaborasi strategis dengan mitra global. 

Salah satu proyek andalannya adalah pembangunan PLTS berkapasitas 600 MW di tiga wilayah bekas tambang, termasuk di Tanjung Enim, Sumatera Selatan. 

Selain itu, PTBA juga menggandeng PT Angkasa Pura II untuk membangun PLTS di area Bandara Soekarno-Hatta dan menjalin kerja sama dengan perusahaan asal Prancis, HDF Energy, dalam mengembangkan infrastruktur energi hidrogen di Indonesia. 

Upaya ini diperkuat dengan peran anak usaha PT Bukit Energi Investama yang fokus pada pengembangan proyek EBT. Komitmen ini mencerminkan keseriusan PTBA untuk memperluas portofolio energi bersih dan mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil, sejalan dengan target pemerintah mencapai netral karbon pada 2060. 

PTBA Kuartal II 2025, Dorongan dari Ekspor dan Target Produksi

Wahyu menilai bahwa kendati laba kuartal I melemah, prospek PTBA tetap memiliki penopang dari sisi ekspor. Tercatat, ekspor batu bara PTBA naik 34 persen yoy menjadi 5,09 juta ton pada triwulan I 2025.

"Jika tren (ekspor) ini berlanjut, maka dapat menjadi pendorong utama pendapatan di kuartal II," ujarnya. 

Selain itu, target produksi dan penjualan Bukit Asam juga menjadi faktor penguat. Tahun ini, PTBA menargetkan produksi sebesar 50,05 juta ton dan penjualan 50,09 juta ton. Jika target ini tercapai, potensi peningkatan kinerja keuangan kuartal II tahun ini sangat besar. 

Tak hanya itu, lanjut dia, PTBA juga akan tersengat positif dari potensi rebound harga batu bara setelah mengalami penurunan beberapa waktu. 

"Terdapat potensi harga batu bara untuk kembali menguat yang dapat meningkatkan pendapatan PTBA," tandasnya. 

Kendati begitu, Wahyu mengatakan PTBA masih akan menemukan sejumlah tantangan. Seperti, Kekhawatiran kelebihan pasokan batu bara secara global, yang menurutnya ini dapat menekan harga jual dan mempengaruhi margin keuntungan perusahaan.

Sebagai perusahaan batu bara, lanjut Wahyu, PTBA juga bakal menghadapi tantangan jangka panjang terkait transisi energi global menuju sumber energi yang lebih bersih.

Selain itu, sentimen juga datang dari internasional sebab masih ada ancaman katalis negatif ekonomi terkait ancaman resesi ekonomi Amerika Serikat (AS) dipicu isu perang tarif dengan China. Wahyu menilai, keadaan ini berpotensi menekan harga dan demand batubara. 

"Sentimen negatif yang tercermin juga dari posisi level IHSG yang masih berada di level koreksi," pungkasnya. 

Sementara itu mengutip keterangan resmi perusahaan, laba bersih PTBA didukung kinerja operasional sepanjang kuartal I 2025. Penjualan ekspor mencapai 5,09 juta ton atau naik 34 persen secara tahunan, sementara penjualan domestik sebesar 5,19 juta ton.

Adapun manajemen PTBA menyampaikan total penjualan pada kuartal I 2025 mencapai 10,28 juta ton atau mengalami kenaikan sebesar 7 persen secara tahunan. 

Hilirisasi PTBA Kebut Proyek Gas Sintetis Rp51 Triliun

Sebelumnya diberitakan, batu bara kalori rendah, yang sering dipandang sebelah mata, bakal naik kelas di tangan Bukit Asam (PTBA). 

Lewat proyek jumbo senilai USD3,2 miliar (sekitar Rp51 triliun), PTBA siap mengubah cadangan batu bara Tanjung Enim menjadi gas sintetis alias Synthetic Natural Gas (SNG).

Direktur Utama PTBA, Arsal Ismail, mengatakan hilirisasi batu bara kalori rendah menjadi gas sintetis bukan hanya soal bisnis, tapi juga langkah strategis mengurangi ketergantungan Indonesia pada LNG impor.

“Proyek hilirisasi batubara kami lainnya ini adalah menjadi Synthetic Natural Gas (SNG) yang saat ini tengah kami kembangkan bersama PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN). Tujuannya untuk mencari alternatif solusi terhadap kebutuhan gas nasional sekaligus menambah diversifikasi portofolio energi nasional,” kata Arsal saat rapat bersama Komisi XII di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 5 Mei 2025.

Menurut Arsal, proyek energi strategis ini akan memanfaatkan sekitar 8,7 juta ton batu bara per tahun, mayoritas dari jenis batu bara kalori rendah sekitar 3.700 kkal/kg. Dari jumlah itu, diproyeksikan akan dihasilkan volume gas sintetis sekitar 240 Billion British Thermal Unit (BBTU) per hari. 

“Cadangan batu bara yang kami miliki, terutama di Tanjung Enim, sangat besar dan mayoritas merupakan batu bara kalori rendah. Ini sangat ideal untuk dikonversi menjadi gas sintetis,” jelas Arsal.

Pemilihan lokasi di Tanjung Enim bukan tanpa alasan. Dengan infrastruktur jaringan transmisi gas milik PGN yang sudah terhubung ke Sumatera Selatan dan Jawa Barat, proyek hilirisasi PTBA ini hanya membutuhkan tambahan pipa sekitar 57 kilometer. “Tanjung Enim ini memiliki posisi yang sangat strategis karena berada dekat dengan infrastruktur gas PGN,” papar Arsal.

Berdasarkan kajian awal, investasi energi nasional yang dibutuhkan untuk proyek konversi gas sintetis ini mencapai USD3,2 miliar atau sekitar Rp51 triliun. Nilai jumbo ini mencakup fasilitas produksi, distribusi tambahan, dan teknologi konversi yang diadopsi dari mitra global. 

“Proyek ini memang besar, namun nilai strategis dan jangka panjangnya jauh lebih besar. Ini bukan hanya soal bisnis, tapi juga soal kontribusi terhadap ketahanan energi nasional dan pengurangan ketergantungan pada LNG impor,” kata Arsal. (*) 

Disclaimer:
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Hutama Prayoga

Hutama Prayoga telah meniti karier di dunia jurnalistik sejak 2019. Pada 2024, pria yang akrab disapa Yoga ini mulai fokus di desk ekonomi dan kini bertanggung jawab dalam peliputan berita seputar pasar modal.

Sebagai jurnalis, Yoga berkomitmen untuk menyajikan berita akurat, berimbang, dan berbasis data yang dihimpun dengan cermat. Prinsip jurnalistik yang dipegang memastikan bahwa setiap informasi yang disajikan tidak hanya faktual tetapi juga relevan bagi pembaca.