KABARBURSA.COM - Pemerintah, melalui Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian menyatakan terus mengakselerasi kemajuan ekosistem ekonomi syariah untuk kemandirian nasional.
Kemenko Perekonomian menyampaikan, kontribusi usaha syariah dan pembiayaan syariah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2024 mencapai rasio 46,71 persen.
Oleh karena itu, pengembangan sektor-sektor utama ekonomi syariah, seperti industri halal, pembiayaan syariah, dan kewirausahaan berbasis syariah, akan mampu menjadi pendorong pertumbuhan di sektor riil.
Kondisi ini dinilai bakal menjadi sentimen positif bagi emiten yang bergerak di sektor syariah, seperti halnya PT Bank Syariah Indonesia Tbk atau BSI (BRIS).
Pengamat pasar modal Wahyu Tri Laksono mengatakan perbankan syariah terbilang masih cukup menjanjikan meski masih kalah mentereng dengan perbankan konvensional.
"Terkait perbankan syariah potensinya juga besar walaupun masih kalah dengan yang konvensional," ujar dia kepada Kabarbursa.com, Sabtu, 2 November 2024.
Salah satu bank yang disoroti Wahyu adalah BSI. Menurutnya, bank dengan kode saham BRIS ini memiliki kapasitas yang baik untuk jangka panjang. "BRIS jelas sangat potensial untuk medium and long term," ungkapnya.
Di sisi lain, Wahyu menegaskan jika emiten perbankan memang cukup menggiurkan jika didukung ekonomi dalam negeri yang baik. Sebab, kata dia, perbankan merupakan tulang punggung ekonomi Indonesia.
"Beberapa emiten perbankan jelas selalu berada di top ten market cap dan pembobot besar IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan)," kata dia.
Kinerja BRIS Kuartal III 2024
BSI mampu membukukan pertumbuhan laba sebesar 21,6 persen year on year (yoy) pada kuartal III-2024. Laba bersih perusahaan mencapai Rp5,11 triliun, naik dibandingkan periode serupa tahun lalu sebesar Rp4,20 triliun.
Direktur Utama BSI Hery Gunardi, bersyukur kinerja BSI terus tumbuh solid, sehat dan sustain hingga kuartal III-2024.
“Kami tetap tumbuh dobel digit sampai triwulan ketiga di tengah makro ekonomi yang cukup menantang dengan tingginya reference rate. Namun, BI mulai menurunkan suku bunga acuannya.,’’ kata dia dalam keterangan resmi, dikutip Kamis, 31 Oktober 2024.
Menurut Hery, BSI masih terus menumbuhkan segmen-segmen bisnis yang potensial dengan kualitas terjaga sembari terus meningkatkan kualitas layanan kepada nasabah, terutama dari sisi digital.
Di sisi lain, BSI juga berhasil meningkatkan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 14,92 persen menjadi Rp301,22 triliun pada kuartal III 2024.
Adapun komposisi DPK didominasi produk tabungan yang pada periode yang sama tumbuh 13,40 persen (yoy) menjadi Rp130,18 triliun. Adapun rasio dana murah (CASA) berada pada posisi 61,69 persen.
Kenaikan tabungan tersebut tidak lepas dari meningkatnya customer base yang sejak merger rata-rata bertambah 2,5 juta nasabah pertahun.
Sementara itu Hery menyebut, dari disiplin pada fokus bisnis meningkatkan Pendapatan Margin Bagi Hasil bank sebesar Rp18,41 triliun tumbuh 11,98 persen (yoy), sementara di sisi lain Fee Based Income juga tumbuh 30,14 persen (yoy) menjadi Rp3,94 triliun, menjadikan PPOP BSI sebesar Rp8,52 triliun tumbuh 7,61 persen (yoy).
Di sisi lain dengan kualitas terjaga ditandai dengan menurunnya NPF gross ke level 1,97 persen dan cost of credit ke level 0,97 persen. Aset BSI per posisi September mencapai Rp371 triliun tumbuh 15,91 persen (yoy) dengan Return of Equity (ROE) berada pada posisi 17,59 persen.
Akselerasi Kemajuan Ekosistem Ekonomi Syariah
Dikutip dari situs resmi Kemenko Perekonomian, data dari State Global Islamic Index menyatakan Indonesia berhasil menduduki peringkat ke tiga Global Islamic Economy Indicator dibawah Malaysia dan Uni Emirate Arab.
Hal ini merupakan bukti ekosistem ekonomi dan keuangan syariah Indonesia saat ini telah berkembang terutama dalam bidang investasi keuangan syariah, makanan/ minuman halal, modest fashion, farmasi, kosmetik, hingga wisata ramah muslim.
“Sebagaimana kita sering dengar bersama, Bapak Presiden menargetkan pertumbuhan ekonomi mencapai 8 persen di tahun 2029. Ini bukan hal mustahil, mengingat Indonesia pernah mencapai rata-rata pertumbuhan 7,3 persen di periode 1986-1997, bahkan 8,2 persen di tahun 1995,” tutur Airlangga.
Airlangga mengatakan bahwa untuk mencapai target pertumbuhan 5,2 persen - 8 persen dalam lima tahun ke depan, Pemerintah dapat belajar dari kebijakan era tersebut dengan penyesuaian terhadap kondisi ekonomi global saat ini.
Selain meningkatkan kinerja sumber pertumbuhan utama, diperlukan juga diversifikasi sumber pertumbuhan, adaptasi teknologi, dan inovasi agar perekonomian Indonesia yang kini berada di level menengah atas dapat terus maju menuju kelompok pendapatan tinggi.
"Tentunya dalam rangka mencapai misi Asta Cita ke-2 pemerintahan Bapak Presiden dalam Kabinet Merah Putih bertekad mendorong kemandirian nasional dan salah satunya adalah kemajuan ekonomi syariah yang sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2024-2029," jelas Airlangga. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.