Logo
>

Proyeksi Rupiah Hadapi Data Tenaga Kerja AS dan Inflasi RI

Ditulis oleh Syahrianto
Proyeksi Rupiah Hadapi Data Tenaga Kerja AS dan Inflasi RI

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Josua Pardede, Kepala Ekonom Bank Permata, mengamati bahwa rupiah mengalami penguatan terbatas meskipun mayoritas mata uang Asia lainnya melemah terhadap dolar AS. Rupiah menguat pada awal perdagangan sebagai respons terhadap revisi ke bawah data Produk Domestik Bruto (PDB) Amerika Serikat, namun penguatan tersebut terbatas karena adanya data manufaktur dari China.

    Pasalnya, rupiah menutup pekan ini dengan penguatan terbatas pada perdagangan akhir pekan, Jumat, 31 Mei 2024. Mata uang garuda masih berada di bawah tekanan sambil menunggu data tenaga kerja Amerika Serikat (AS) dan inflasi Indonesia.

    Menurut Bloomberg, Jumat, 31 Mei 2024, nilai rupiah spot naik tipis sebesar 0,08 persen ke level Rp16.252 per dolar AS. Sementara itu, rupiah Jisdor Bank Indonesia (BI) juga mengalami penguatan terbatas sekitar 0,01 persen ke level Rp16.251 per dolar AS, dibandingkan dengan hari sebelumnya yang berada di level Rp16.253 per dolar AS.

    “Pergerakan rupiah pada hari ini bergerak pada level Rp16.240 hingga Rp16.263 per dolar AS, dan ditutup menguat terbatas,” ucap Josua.

    Josua menuturkan, rupiah telah terdepresiasi sekitar 1,58 persen secara mingguan atawa week to week (wtw) di pekan ini. Pelemahan rupiah akibat pernyataan-pernyataan pejabat the Fed yang mengarah ke narasi hawkish, lalu diikuti oleh beberapa data AS yang cenderung solid.

    Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo mengatakan, rupiah terus melemah di saat Indeks Dolar AS stabil pada perdagangan akhir pekan, Jumat, 31 Mei 2024. Hal itu karena investor bersiap untuk laporan indeks harga Price Consumption Expenditure (PCE) AS untuk bulan April 2024. “Data inflasi PCE AS merupakan ukuran inflasi pilihan The Fed,” ujar Sutopo.

    Sutopo berujar, dolar sempat berada di bawah tekanan dan mengikuti penurunan imbal hasil Treasury AS karena data yang direvisi menunjukkan bahwa ekonomi AS tumbuh dengan laju tahunan yang lesu sebesar 1,3 persen pada kuartal pertama. Ini lebih rendah dari perkiraan awal sebesar 1,6 persen terutama karena belanja konsumen yang lebih lambat.

    Data ekonomi yang direvisi serta komentar Presiden Fed New York John Williams bahwa kebijakan restriktif telah membantu menurunkan inflasi menghidupkan kembali harapan penurunan suku bunga AS.

    Namun, Presiden Fed Dallas Lorie Logan mengatakan dia masih khawatir mengenai risiko kenaikan inflasi dan menyerukan kehati-hatian dalam menyesuaikan kebijakan. Pasar saat ini memperkirakan kemungkinan 55 persen bahwa The Fed akan mulai menurunkan suku bunga pada bulan September, naik dari 51 persen sehari sebelumnya.

    Menurut Sutopo, rupiah bakal cenderung mendatar namun tetap rentan pada perdagangan Senin (3/6) besok. Proyeksi itu karena karena pelaku pasar tengah menunggu laporan pekerjaan AS.

    Pasar juga akan menunggu laporan inflasi Indonesia pada hari Senin. Data ini penting karena akan menjadi masukan untuk Bank Indonesia (BI) dalam menentukan kebijakan moneter ke depan.

    “Data aktual yang keluar di atas perkiraan akan mendukung Rupiah karena dengan demikian Bank Indonesia akan mempertahankan suku bunga tetap lebih tinggi. Data yang lebih lemah, akan membebani Rupiah,” imbuh Sutopo.

    Sementara, Josua memperkirakan rupiah berpotensi bergerak menguat sejalan dengan potensi data tenaga kerja AS yang semakin melonggar. Amerika dijadwalkan akan merilis data tenaga kerja di pekan depan antara lain ISM Manufacturing PMI dan Jolts Job Opening.

    Josua memproyeksi rupiah akan bergerak di kisaran Rp16.175 per dolar AS–Rp16.300 per dolar AS. Sedangkan, Sutopo memprediksi rupiah akan bergerak di kisaran Rp16.200 per dolar AS–Rp16.300 per dolar AS di perdagangan, Senin, 3 Juni 2024.

    Pernyataan Gubernur Fed

    Dua pejabat Federal Reserve (The Fed) juga memberikan pernyataan dovish. Gubernur Federal Reserve New York John Williams menyatakan optimisme bahwa inflasi akan terus menurun di paruh kedua tahun ini, dan ia menilai kebijakan The Fed telah berhasil mengendalikan laju pertumbuhan ekonomi AS.

    Williams berpendapat bahwa meskipun inflasi masih tinggi, kebijakan The Fed telah berada pada posisi yang tepat, dan ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan telah berkurang. Ia memperkirakan inflasi akan kembali moderat pada paruh kedua tahun ini.

    Sementara itu, pada minggu ini, pasar investasi global akan menyoroti data ekonomi dan inflasi di AS dan Eropa, serta pernyataan dari pejabat The Fed.

    Neel Kashkari, Presiden Fed Minneapolis, menyatakan bahwa dia akan menunggu data inflasi yang positif selama beberapa bulan lagi sebelum mempertimbangkan penurunan suku bunga.

    Para pejabat The Fed akan memberikan pernyataan sepanjang minggu ini, yang akan menjadi fokus bagi investor yang mencari petunjuk mengenai kebijakan suku bunga The Fed.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Syahrianto

    Jurnalis ekonomi yang telah berkarier sejak 2019 dan memperoleh sertifikasi Wartawan Muda dari Dewan Pers pada 2021. Sejak 2024, mulai memfokuskan diri sebagai jurnalis pasar modal.

    Saat ini, bertanggung jawab atas rubrik "Market Hari Ini" di Kabarbursa.com, menyajikan laporan terkini, analisis berbasis data, serta insight tentang pergerakan pasar saham di Indonesia.

    Dengan lebih dari satu tahun secara khusus meliput dan menganalisis isu-isu pasar modal, secara konsisten menghasilkan tulisan premium (premium content) yang menawarkan perspektif kedua (second opinion) strategis bagi investor.

    Sebagai seorang jurnalis yang berkomitmen pada akurasi, transparansi, dan kualitas informasi, saya terus mengedepankan standar tinggi dalam jurnalisme ekonomi dan pasar modal.