KABARBURSA.COM - Puan Maharani, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat dan Politisi PDI Perjuangan menekankan bahwa kasus pelanggaran kode etik yang melibatkan Ketua Komisi Pemilihan Umum, Hasyim Asy'ari, dan anggota lainnya tidak boleh berhenti hanya pada putusan. Ia menegaskan pentingnya Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu untuk menindaklanjuti putusan tersebut sesuai dengan aturan yang berlaku. Pernyataan ini disampaikan oleh Puan Maharani, didampingi oleh dua wakil ketua DPR, Lodewijk F Paulus dan Rahmat Gobel, usai Rapat Paripurna DPR pada Selasa (6/2).
Meskipun Puan tidak memberikan tanggapan panjang terkait vonis DKPP terhadap Hasyim Asy'ari dan enam anggota lainnya dari KPU RI, namun ia tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai langkah tindak lanjut yang dimaksud. Selanjutnya, Puan menanggapi pertanyaan lain dari media yang hadir di lokasi.
Sementara itu, Lodewijk dari Partai Golkar dan Rahmad Gobel dari Partai Nasional Demokrat tidak memberikan komentar terkait pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh seluruh anggota KPU RI, khususnya terkait pelanggaran dalam penerimaan berkas Wali Kota Surakarta, Gibran Rakabuming Raka, sebagai calon wakil presiden dalam Pemilu 2024.
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan (DKPP) memberikan peringatan keras kepada Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari dan enam anggotanya. Peringatan keras diberikan karena KPU menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden dalam konteks Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2024.
Keputusan peringatan keras diumumkan oleh Ketua DKPP RI Heddy Lugito dalam rangkaian sidang 135-PKE-DEPP/XXI/2023, 136-PKE-DEPP/XXI/2023, 137-PKE-DEPP/XXI/2024, dan 141-PKE-DEPP/XXI/2023. Kesemua perkara tersebut mencermati pendaftaran Gibran sebagai calon wakil presiden.
“Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy’ari selaku teradu satu, selaku ketua merangkap Anggota Komisi Pemilihan Umum berlaku sejak keputusan ini dibacakan,” kata Heddy di Jakarta, Senin, 5 Februari 2024.
DKPP menyatakan bahwa Ketua KPU beserta enam anggotanya, yakni Yulianto Sudrajat, August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Idham Holik, Muhammad Afifuddin, dan Parsadaan Harahap, telah melakukan pelanggaran terhadap beberapa pasal dalam Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2027 tentang Kode Etik dan Pedoman Penyelenggara Pemilu.
DKPP menjelaskan bahwa pihak pengadu merasa tidak puas karena KPU dianggap telah melanggar prosedur dalam pembuatan aturan penerimaan calon presiden dan wakil presiden.
Para pengadu berpendapat bahwa KPU seharusnya mengubah Peraturan KPU (PKPU) terkait syarat usia calon presiden dan wakil presiden setelah keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90 Tahun 2023. Putusan MK tersebut menambahkan ketentuan syarat usia calon presiden dan wakil presiden dari minimal 40 tahun menjadi boleh di bawah 40 tahun asalkan telah dan atau sedang menduduki jabatan sebagai kepala daerah.
Namun, dalam praktiknya, KPU justru mengeluarkan pedoman teknis dan imbauan untuk mematuhi putusan MK tersebut tanpa mengubah PKPU. Akibatnya, Gibran yang masih berusia 36 tahun dapat tetap lolos pendaftaran meskipun PKPU belum mengalami perubahan.
“Tindakan para teradu menerbitkan keputusan a quo tidak sesuai dengan PKPU nomor 1 tahun 2022, seharusnya yang dilakukan oleh para teradu adalah melakukan perubahan PKPU terlebih dahulu, baru kemudian menerbitkan teknis,” kata Heddy.
“Para teradu terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggaraan pemilu,” imbuhnya.