KABARBURSA.COM - Morgan Stanley Capital International (MSCI) resmi mengumumkan jika dua saham di Bursa Efek Indonesia yakni PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) dan PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) masuk ke dalam jajaran MSCI Global Standard Indexes yang mulai berlaku pada 25 November 2025.
Usai resmi masuk ke dalam MSCI, dua saham tersebut justru terpantau koreksi. Saham BREN dibuka menguat 3,08 persen, namun tak lama berselang, saham emiten Prajogo Pangestu ini melemah hingga sempat menyentuh ke level 9.525 atau melemah 2,31 persen.
Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, Liza Camelia Suryanata, menyampaikan BREN menjadi largest addition di MSCI Emerging Markets Index, sejajar dengan Zijin Gold International dan GF Securities dari China.
“Menandakan pengakuan atas skala kapitalisasi pasar yang besar dan potensi inflow asing signifikan,” ujar dia dalam risetnya.
Sementara itu, hal serupa juga dialami BRMS. Saham perusahaan pertambangan ini justru dibuka terkoreksi 0,98 persen ke level 1,010.
Adapun di sisi lain, masuknya BREN dan BRMS membuat dua saham lainnya yakni PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) dan PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) keluar dari daftar MSCI Global Standard Indexes.
Sementara itu, MSCI juga menambah sejumlah saham yang masuk ke kategori MSCI Small Cap Indexes seperti KLBF, PT Timah Tbk (TINS), PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG), PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG), PT MNC Digital Entertainment Tbk (MSIN), dan PT Rukun Raharja Tbk (RAJA).
BEI Desak MSCI Klarifikasi Aturan Free Float yang tak Adil
Sebelumnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) bersama Self-Regulatory Organization (SRO) lain akan segera mengirimkan surat resmi kepada MSCI untuk meminta klarifikasi atas perubahan metodologi penyesuaian free float yang dinilai hanya diterapkan pada pasar Indonesia.
Langkah ini diambil menyusul munculnya kekhawatiran bahwa kebijakan tersebut dapat berdampak pada eksklusi sejumlah saham Indonesia dari indeks global MSCI.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI, Irvan Susandy, menjelaskan bahwa BEI menilai kebijakan baru MSCI terkait klasifikasi free float perlu diluruskan karena tidak diterapkan secara merata di negara lain.
“Kami mempertanyakan kenapa aturan ini hanya berlaku untuk Indonesia. Kami akan jelaskan data dan kondisi free float yang sebenarnya,” ujar Irvan di Gedung BEI, Jakarta pada Senin, 3 November 2025 sore.
Menurut Irvan, pihaknya saat ini sedang menyiapkan surat resmi yang akan dikirim pekan ini kepada MSCI. Surat tersebut akan menjelaskan cara perhitungan free float yang digunakan BEI serta membandingkannya dengan data dari Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan pengumuman publik dari emiten.
BEI juga akan menyoroti perbedaan dalam kategori investor yang digunakan MSCI, terutama pada klasifikasi corporate and others yang dinilai tidak sepenuhnya mencerminkan realitas kepemilikan saham publik di Indonesia.
“Dalam data kami, investor yang dikategorikan sebagai corporate justru memiliki jumlah saham free float lebih banyak dibanding non-free float. Sementara kategori others hampir seluruhnya merupakan investor publik,” tambah Irvan.
Irvan mengungkapkan bahwa beberapa perusahaan tercatat yang terdampak oleh revisi metodologi MSCI juga telah mengirimkan surat keberatan secara terpisah.
BEI pun berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memastikan posisi pasar modal Indonesia dapat dijelaskan secara komprehensif kepada MSCI.
“Rencananya surat dikirim minggu ini. Setelah itu baru dari sana jadwalkan pertemuan langsung dengan pihak MSCI,” ujarnya.
Kebijakan MSCI mengenai penyesuaian free float menuai sorotan karena dianggap dapat memengaruhi bobot saham Indonesia dalam indeks global.
BEI berharap dialog dengan MSCI dapat menghasilkan kesepahaman mengenai struktur kepemilikan saham di Indonesia yang sesungguhnya, serta memastikan perlakuan yang adil terhadap pasar modal nasional dalam indeks global.(*)