Logo
>

Revisi Kebijakan Impor Berimbas Tekstil Makin Terpuruk

Ditulis oleh KabarBursa.com
Revisi Kebijakan Impor Berimbas Tekstil Makin Terpuruk

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) kembali berada di ujung tanduk. Pemerintah baru saja menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 8/2024, yang merupakan revisi ketiga dari Permendag 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.

    Salah satu poin krusial dalam Permendag 8/2024 adalah penghapusan kewajiban penerbitan Pertimbangan Teknis (Pertek) untuk memperoleh Persetujuan Impor (PI).

    Danang Girindrawardana, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), menilai langkah pemerintah ini sebagai kemunduran. Produk tekstil impor berpotensi membanjiri pasar domestik karena para importir atau pemegang Angka Pengenal Impor Umum (API-U) tidak lagi wajib mengurus Pertek.

    Dengan adanya Pertek, data administrasi impor lebih tertata dan neraca komoditas untuk industri TPT terbentuk dengan baik.

    Sekarang, produk TPT lokal harus berhadapan langsung dengan produk impor dalam kompetisi yang tidak adil, ujar Danang dikutip Senin 28 Mei 2024.

    Ia juga menambahkan, pelaku Industri Kecil Menengah (IKM) adalah pihak yang paling dirugikan dengan adanya Permendag 8/2024. Kelompok IKM sering memasok produk tekstil dan garmen ke pusat perbelanjaan. Mereka akan langsung bersaing dengan produk tekstil impor yang masuk tanpa kewajiban Pertek.

    Ancaman banjir produk impor ini memicu kembali isu pemutusan hubungan kerja (PHK). Data API menunjukkan, sejak 2020 hingga kini, 62.000 karyawan industri TPT terkena PHK. Angka ini bisa lebih besar karena banyak perusahaan tidak melaporkan kasus PHK, termasuk IKM yang jumlahnya belum terdata pasti.

    Seorang perwakilan API Jawa Barat menyebut, ketidakpastian kebijakan impor membuat tiga pabrik TPT di Jawa Barat hampir pasti gulung tikar dalam waktu dekat. Ini diperparah dengan rendahnya tingkat utilisasi pabrik-pabrik tersebut.

    Data API menunjukkan, utilisasi industri serat yang merupakan sektor hulu TPT hanya mencapai 45 persen. Industri spinning 40 persen, industri weaving/knitting 52 persen, dan industri finishing 55 persen. Utilisasi industri pakaian jadi tercatat 58 persen.

    “Normalnya, utilisasi pabrik tekstil berada di level 80 persen,” ujar perwakilan API Jawa Barat, Senin 27 Mei 2024.

    API mendesak pemerintah kembali memberlakukan kewajiban Pertek sebagai syarat memperoleh Persetujuan Impor (PI) dan memperbaiki peraturan impor agar lebih efektif dan efisien.

    API juga meminta Kemendag dan Kemenperin untuk tidak saling berkompetisi, melainkan bersinergi untuk menghasilkan kebijakan yang positif bagi pelaku industri padat karya, yang pada akhirnya akan berdampak pada penyerapan tenaga kerja yang maksimal.

    Kami melihat tidak ada sinergi antar kementerian/lembaga karena aturan impor terlalu sering direvisi dalam waktu kurang dari setahun, ungkap Danang.

    Danang menambahkan, jika regulasi impor yang mendukung industri manufaktur seperti TPT tidak segera diperbaiki, ancaman deindustrialisasi akan menjadi kenyataan di masa mendatang.

    “Ketimbang melonggarkan impor, pemerintah seharusnya memprioritaskan kebijakan pengelolaan harga energi dan ketenagakerjaan untuk memperbaiki iklim investasi,” tandasnya.

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi