Logo
>

Rokok Kemenyan dan Klobot Tak Pakai Tulisan 'Peringatan'

Ditulis oleh KabarBursa.com
Rokok Kemenyan dan Klobot Tak Pakai Tulisan 'Peringatan'

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 mengenai Kesehatan turut menyoroti status rokok tradisional, seperti rokok menyan dan rokok klobot.

    Pasal 438 dari peraturan ini mengatur dengan rinci mengenai rokok tembakau dan rokok elektrik, tetapi memberikan pengecualian khusus untuk rokok menyan dan klobot.

    Rokok tradisional ini, yang sering kali masih diproduksi secara manual di pedesaan Indonesia, tidak diatur dengan ketentuan yang sama seperti rokok modern.

    Sementara itu, rokok modern diwajibkan untuk mencantumkan gambar dan tulisan peringatan kesehatan pada kemasannya. Peraturan ini menetapkan bahwa peringatan tersebut harus tertera pada kemasan terkecil dan kemasan besar produk tembakau atau rokok elektrik, dengan spesifikasi ukuran 50 persen dari sisi lebar kemasan depan dan belakang.

    Tulisan harus dimulai dengan kata “Peringatan” yang dicetak dengan huruf berwarna kuning di atas latar belakang hitam, serta gambar peringatan harus dicetak dengan warna yang jelas dan mencolok.

    Namun, ketentuan ini tidak berlaku untuk rokok klobot, rokok kelembak menyan, dan cerutu kemasan batangan, sebagaimana tercantum dalam pasal 438 poin 3.

    Selain itu, pasal 434 PP Nomor 23 Tahun 2024 mengatur larangan penjualan rokok secara eceran. Penjualan rokok per batang juga dilarang untuk pembeli di bawah usia 21 tahun. Poin d pasal tersebut dengan tegas melarang penjualan produk tembakau dan rokok elektronik secara eceran satuan, kecuali cerutu dan rokok elektronik.

    Pemerintah juga menetapkan larangan penjualan rokok, baik tembakau maupun elektrik, dalam radius 200 meter dari sekolah dan tempat bermain anak. Penjualan melalui situs web, aplikasi elektronik komersial, dan media sosial juga dilarang, kecuali dengan verifikasi umur yang ketat.

    Dengan berbagai aturan ini, pemerintah berusaha menyeimbangkan antara perlindungan kesehatan masyarakat dan pelestarian tradisi, sambil memperketat pengawasan terhadap penjualan rokok di berbagai saluran distribusi.

    Aturan Kesehatan dan Cukai Rokok

    Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan bahwa pengesahan peraturan pelaksana Undang-Undang Kesehatan ini menjadi landasan kokoh bagi pemerintah dalam membangun kembali sistem kesehatan yang solid di seluruh Indonesia.

    “Peraturan ini merupakan langkah penting yang kami sambut dengan antusias. Ini adalah pijakan bagi kita untuk bersama-sama mereformasi dan memperkuat sistem kesehatan, menjangkau hingga ke pelosok negeri,” ungkap Budi dalam siaran pers Kementerian Kesehatan.

    Ia menjelaskan bahwa aturan ini mencakup penyelenggaraan berbagai aspek layanan kesehatan, termasuk 22 sektor utama. Di antaranya kesehatan ibu, bayi dan anak, remaja, dewasa, lanjut usia (lansia), serta penyandang disabilitas. Selain itu, juga mencakup kesehatan reproduksi, gizi, kesehatan jiwa, penanggulangan penyakit menular dan tidak menular.

    Aspek lainnya mencakup upaya kesehatan penglihatan dan pendengaran, kesehatan keluarga, kesehatan di sekolah, kesehatan kerja, kesehatan lingkungan, serta kesehatan militer. Layanan pada bencana, pelayanan darah, dan transplantasi organ atau jaringan tubuh juga termasuk dalam kebijakan ini.

    Lebih lanjut, peraturan ini juga mencakup terapi berbasis sel atau sel punca, bedah plastik rekonstruksi dan estetika, serta pengamanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan produk kesehatan rumah tangga (PKRT). Pengaturan mengenai zat adiktif, pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum, serta kesehatan tradisional juga dijabarkan dalam peraturan ini.

    Mulai 1 Januari 2023 lalu, Kementerian Keuangan memutuskan untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT), termasuk cukai rokok. Keputusan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 192/PMK.010/2022, yang merupakan perubahan dari PMK Nomor 193/PMK.010/2021 mengenai tarif cukai rokok elektrik dan hasil pengolahan tembakau lainnya.

    Sri Mulyani, Menteri Keuangan, mengungkapkan bahwa penyusunan PMK ini melibatkan konsultasi mendalam dengan DPR serta audiensi dengan petani tembakau. “Komisi XI DPR RI telah menyetujui kebijakan tarif CHT yang kami usulkan,” tegas Sri Mulyani dalam siaran persnya, Senin 19 Desember 2022 lalu.

    Kenaikan tarif cukai sigaret rata-rata sebesar 10 persen untuk tahun 2023-2024 bertujuan mendukung target penurunan prevalensi merokok di kalangan anak-anak. Sementara itu, cukai untuk Sigaret Kretek Tangan (SKT) akan mengalami kenaikan maksimum sebesar 5 persen, dengan mempertimbangkan aspek keberlangsungan tenaga kerja.

    Tarif cukai untuk Rokok Elektrik (REL) dan hasil pengolahan tembakau lainnya (HTPL) juga akan mengalami kenaikan rata-rata sebesar 15 persen dan 6 persen per tahun selama dua tahun mendatang.

    Dampak Ekonomi

    Apa dampak dari kenaikan cukai ini terhadap perekonomian Indonesia? Sri Mulyani menjelaskan bahwa penyesuaian tarif CHT ini telah mempertimbangkan aspek makro ekonomi, terutama dalam konteks pemulihan ekonomi nasional yang sedang berlangsung. Kenaikan rata-rata CHT sebesar 10 persen diperkirakan akan memicu inflasi nasional pada kisaran 0,1 - 0,2 persen. Namun, dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi dan ketenagakerjaan diperkirakan akan relatif kecil.

    Presiden Joko Widodo, melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 130/2022 tentang Rincian APBN 2023, menargetkan pendapatan cukai pada tahun 2023 sebesar Rp 245,4 triliun, sebagian besar berasal dari penerimaan CHT. Target pendapatan CHT untuk 2023 ditetapkan sebesar Rp 232,58 triliun, yang menunjukkan pertumbuhan sebesar 10,8 persen dibandingkan target tahun ini yang sebesar Rp 209,9 triliun.

    Dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Sri Mulyani mengonfirmasi bahwa target pendapatan cukai rokok untuk tahun 2022 telah tercapai. Penyesuaian tarif CHT ini diharapkan akan berdampak pada penurunan prevalensi merokok di kalangan anak menjadi 8,92 persen pada 2023 dan 8,79 persen pada 2024. Selain itu, indeks kemahalan rokok diperkirakan akan naik menjadi 12,45 persen pada 2023 dan 12,35 persen pada 2024. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi