KABARBURSA.COM - Perusahaan penerbangan AirAsia Indonesia Tbk (CMPP) melaporkan kerugian bersih sebesar Rp1,08 triliun pada tahun keuangan 2023. Meskipun kerugian tersebut mengalami penurunan sebesar 34,5 persen dari tahun sebelumnya, namun hal tersebut memperbesar saldo kerugian dan kekurangan modal yang dialami oleh maskapai penerbangan Malaysia ini.
Menurut laporan keuangan yang dirilis, Kamis, 9 Mei 2024, penyebab kerugian tersebut disebabkan oleh peningkatan beban usaha yang signifikan. Biaya bahan bakar meningkat 71 persen menjadi Rp3,19 triliun, sementara biaya perbaikan dan pemeliharaan melonjak 155 persen menjadi Rp1,72 triliun. Akibatnya, total biaya meningkat 44 persen menjadi Rp7,33 triliun.
Namun, meskipun begitu, pendapatan usaha Air Asia meningkat sebesar 75 persen menjadi Rp6,62 triliun. Namun, sayangnya peningkatan pendapatan tersebut tidak dapat menutupi kenaikan beban, sehingga perusahaan mencatatkan kerugian usaha sebesar Rp702,62 miliar untuk periode 2023, mengalami penurunan sebesar 46,6 persen dari tahun sebelumnya.
Kerugian AirAsia Indonesia semakin meningkat karena adanya beban keuangan sebesar Rp362,13 miliar. Jumlah ini mengalami peningkatan sebesar 10 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Kerugian yang dialami pada 2023 menyebabkan akumulasi kerugian AirAsia Indonesia meningkat menjadi Rp14,31 triliun, dibandingkan dengan Rp13,2 triliun pada tahun sebelumnya. Akumulasi kerugian yang signifikan tersebut menyebabkan defisit modal atau ekuitas negatif meningkat menjadi Rp7,9 triliun.
Defisiensi modal ini ditopang oleh liabilitas yang tercatat menembus Rp14,02 triliun pada akhir 2023, naik 15 persen dari setahun sebelumnya. AirAsia Indonesia mencatatkan total aset Rp6,12 triliun pada akhir 2023, naik 14,19 persen dibandingkan setahun sebelumnya.
Dalam catatan mengenai kelangsungan usaha, AirAsia mengakui bahwa total liabilitas jangka pendek konsolidasiannya melampaui total aset lancar konsolidasiannya sebesar Rp8,25 triliun.
Manajemen juga mengatakan telah memiliki beberapa rencana untuk mengantisipasi dampak kerugian, di antaranya, melanjutkan langkah-langkah efisiensi biaya untuk pemulihan bisnis dan mampu menjaga keberlangsungan bisnis. Kemudian terus bekerja sama dengan Grup AirAsia untuk menegosiasikan kembali biaya dan merestrukturisasi liabilitas yang belum dibayar dengan vendor terutama dengan lessor pesawat, dan vendor penting lainnya.
Walaupun terdapat rencana-rencana tersebut di atas, masih terdapat ketidakpastian atas kemampuan Grup untuk mempertahankan kelangsungan usahanya, yang sangat bergantung pada ketersediaan sumber daya keuangan untuk memenuhi kewajiban Grup ketika jatuh tempo.
"Selain itu, perkembangan kondisi industri penerbangan serta dampaknya terhadap likuiditas dan pendapatan Grup di masa depan tidak dapat ditentukan. Oleh karena itu, terdapat suatu ketidakpastian material pada tanggal 31 Desember 2023 yang dapat menyebabkan keraguan signifikan atas kemampuan Grup dalam mempertahankan kelangsungan usahanya," tulis catatan dari manajemen.