KABARBURSA.COM - Nilai tukar rupiah diproyeksikan akan menguat pada perdagangan Senin, 8 Juli 2024. Pada perdagangan Jumat, 5 Juli kemarin, rupiah di pasar spot menguat sebesar 0,32 persen menjadi Rp16.278 per dolar AS.
Di Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah juga menguat 0,18 persen menjadi Rp16.312 per dolar AS pada hari yang sama.
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menjelaskan bahwa sentimen yang mendorong penguatan rupiah termasuk dari situasi risk-on di pasar keuangan Asia serta kabar positif mengenai cadangan devisa Indonesia pada bulan Juni 2024.
Cadangan devisa Indonesia mengalami peningkatan sebesar USD1,2 miliar menjadi USD140,2 miliar, didukung oleh penerbitan Sukuk global.
Selama satu minggu terakhir, rupiah berhasil menguat sebesar 0,60 persen akibat pelemahan data-data ekonomi AS dan perbaikan data-data ekonomi Indonesia seperti inflasi serta cadangan devisa Juni 2024.
Josua juga memproyeksikan bahwa pada pekan ini, rupiah berpotensi menguat terbatas. Hal ini sejalan dengan dampak dari potensi pelonggaran kondisi pasar tenaga kerja AS, di mana data Non-Farm Payrolls (NFP) bulan Juni diperkirakan akan menurun sementara tingkat pengangguran AS diperkirakan stabil.
Namun demikian, apresiasi nilai tukar rupiah diperkirakan akan terbatas karena data inflasi bulanan AS diperkirakan akan sedikit meningkat.
Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, Josua memproyeksikan bahwa rupiah memiliki potensi untuk terus menguat, bergerak di kisaran Rp16.225-Rp16.350 per dolar AS.
Kesepakatan DPR-Pemerintah soal Nilai Tukar Rupiah
Pemerintah, dalam hal ini diwakili Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan DPR di Badan Anggaran, telah mencapai kesepakatan bahwa nilai tukar rupiah akan kembali ke level di bawah Rp16.000 per dolar AS saat Presiden Terpilih Prabowo Subianto menjabat dan memulai pemerintahannya.
Mengutip dari Laporan Panitia Kerja Asumsi Dasar, Kebijakan Fiskal, Pendapatan, Defisit, dan Pembiayaan dalam Rangka Pembicaraan Pendahuluan RAPBN Tahun Anggaran 2025, DPR dan pemerintah setuju bahwa kurs rupiah diproyeksikan bergerak dalam kisaran Rp15.300 hingga Rp15.900 tahun depan. Kesepakatan ini telah mempertimbangkan berbagai peluang dan risiko yang diperkirakan terjadi pada tahun 2024 dan 2025.
“Dokumen kesepakatan Panja Asumsi Dasar RAPBN 2025, Senin, 8 Juli 2024, menjelaskan alasan kurs rupiah diproyeksikan bergerak di kisaran bawah Rp16.000 per dolar AS pada tahun pertama masa jabatan Presiden Prabowo Subianto. Faktor-faktor seperti dinamika eksternal dan kondisi fundamental ekonomi dalam negeri turut menjadi pertimbangan utama,” demikian disampaikan dalam dokumen tersebut.
Dari sisi faktor eksternal, pemerintah dan DPR menganggap bahwa ketidakpastian terkait kebijakan moneter bank sentral AS (The Federal Reserve atau The Fed), kondisi geopolitik global, serta pelemahan kinerja ekonomi global mitra dagang utama Indonesia akan menjadi faktor dominan yang mempengaruhi pergerakan rupiah.
Meskipun demikian, mereka meyakini bahwa rupiah akan menguat kembali pada tahun depan menyusul pembentukan pemerintahan baru pasca Pemilu di berbagai negara, termasuk Indonesia. Hal ini diharapkan dapat mengurangi ketidakpastian dan mendorong aktivitas investasi, yang selama ini cenderung tertahan dalam sikap “wait and see”.
“Ini sejalan dengan kebijakan moneter yang diperkirakan sudah mulai longgar di negara-negara maju, sehingga diharapkan akan mengurangi tekanan di pasar keuangan,” tambah Panja.
Dari sisi domestik, prospek ekonomi nasional yang dianggap kuat dan berbagai langkah perbaikan kinerja sektor riil dan industri dipandang membuka peluang bagi investasi langsung dan meningkatkan kinerja ekspor Indonesia, serta mendukung masuknya devisa.
“Inflasi yang tetap terjaga rendah juga memberikan ruang yang cukup bagi kebijakan moneter untuk mendukung kinerja sektor riil,” dikutip dari dokumen tersebut lagi.
Menurut data Refinitiv pekan ini, rupiah menguat 0,58 persen point to point (ptp) terhadap dolar AS, memperpanjang penguatannya dari pekan sebelumnya. Pada perdagangan Jumat, 5 Juli 2024, rupiah ditutup menguat 0,31 persen di level Rp16.275 per dolar AS.
Meskipun sentimen pasar global dan domestik membaik, rupiah masih belum mampu mendekati level psikologis Rp16.000 per dolar AS.
Cadangan Devisa Indonesia Rp140,2 Miliar
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mencatat, Indonesia memiliki cadangan devisa sebesar USD140,2 miliar per Juni 2024. Angka tersebut meningkat di posisi akhir pada Mei lalu, senilai USD139,0 miliar. Hal ini diyakini akan membuat Rupiah mampu bertahan di tengah gempuran pasar global yang sedang tidak baik-baik saja.
Asisten Gubernur BI Erwin Haryono, mengungkapkan bahwa kenaikan posisi cadangan devisa pada akhir Juni 2024 dipengaruhi oleh penerimaan pajak dan jasa serta penarikan pinjaman luar negeri pemerintah. Hal ini dilakukan dalam konteks stabilisasi nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian yang masih tinggi di pasar keuangan global.
Posisi cadangan devisa pada akhir Juni 2024 setara dengan pembiayaan 6,3 bulan impor atau 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Ini juga melebihi standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.
Bank Indonesia (BI) menilai cadangan devisa tersebut mampu menjaga ketahanan sektor eksternal serta stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Ke depan, BI memandang cadangan devisa tetap memadai untuk mendukung ketahanan sektor eksternal, didukung oleh prospek ekspor yang positif dan neraca transaksi modal dan finansial yang diprediksi tetap surplus.
Sinergi yang diperkuat antara BI dan Pemerintah diharapkan dapat memperkuat ketahanan eksternal dan menjaga stabilitas perekonomian, yang pada gilirannya mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Kabar Bursa sempat memberitakan, posisi cadangan devisa atau cadev Indonesia pada Mei 2024 tercatat mengalami peningkatan bila dibandingkan bulan sebelumnya.
Bank Indonesia (BI) melaporkan, posisi cadangan devisa Mei 2024 mencapai USD139,0 miliar meningkat dibandingkan dengan posisi pada akhir April 2024 sebesar USD136,2 miliar.
Asisten Gubernur BI Erwin Haryono mengungkapkan, kenaikan posisi cadangan devisa tersebut antara lain dipengaruhi oleh penerimaan pajak dan jasa serta penerbitan global bond pemerintah.
“Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,3 bulan impor atau 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor,” tutur Erwin, Jumat, 7 Juni 2024.
Ia menyebut, BI menilai cadangan devisa pada Mei 2024 mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
Ke depan, Bank Indonesia memandang cadangan devisa akan tetap memadai, didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi nasional yang terjaga.
Hal ini seiring dengan sinergi respons bauran kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia dan Pemerintah dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Cadangan Devisa Sempat Tergerus
Sebelumnya, Erwin mengungkapkan bahwa pada akhir April 2024 cadangan devisa Indonesia mencapai USD136,2 miliar, mengalami penurunan sekitar USD4,2 miliar dari bulan sebelumnya yang mencapai USD140,4 miliar.
Meskipun demikian, Erwin menegaskan, bahwa posisi cadangan devisa Indonesia tetap tinggi. “Salah satu faktor penurunan cadangan devisa adalah kebutuhan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Selain itu, ketidakpastian pasar keuangan global juga memaksa bank sentral untuk melakukan intervensi dalam pasar guna menjaga stabilitas nilai tukar rupiah,” kata Erwin.
“Hal ini menjadi salah satu alasan penurunan cadangan devisa dalam beberapa bulan terakhir,” sambungnya.
Meskipun mengalami penurunan, BI menilai bahwa cadangan devisa Indonesia masih dalam posisi yang terjaga. Hal ini tercermin dari cadangan devisa yang setara dengan pembiayaan 6,1 bulan impor atau 6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, melebihi standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.
Erwin optimis bahwa cadangan devisa akan tetap memadai, didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi Indonesia yang terjaga serta respons kebijakan yang diambil oleh Bank Indonesia dan Pemerintah untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
Target Cadangan Devisa 2025
Pemerintah Indonesia terus menggalakkan upaya untuk memperkuat cadangan devisa negara, dengan fokus pada stabilitas nilai tukar Rupiah.
Targetnya, pada akhir tahun 2025, pemerintah menetapkan sasaran cadangan devisa sebesar USD149,5 miliar hingga USD153,7 miliar. Angka ini setara dengan kebutuhan pembiayaan 6,1 bulan impor dan bertujuan untuk menjaga cadangan di atas standar internasional.
Target tersebut tercatat dalam dokumen Rancangan Awal Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025.
Pada akhir tahun 2024, perkiraan cadangan devisa Indonesia diharapkan mencapai USD147 miliar, cukup untuk membiayai 6,3 bulan impor.
Dokumen RKP 2025 menyatakan keyakinan bahwa stabilitas eksternal Indonesia akan semakin kuat di tahun 2025, terutama setelah melewati periode penting seperti tahun politik dan transisi kepemimpinan dengan lancar.
Pada tahun 2025, surplus diperkirakan akan terjadi dalam neraca perdagangan barang, berkisar antara USD43,4 miliar hingga USD43,9 miliar. Ini didukung oleh peningkatan ekspor sektor teknologi menengah-tinggi, industri padat karya, jasa kreatif, UMKM, pertanian, perikanan, dan industri berbasis sumber daya alam.
Di sisi lain, defisit dalam neraca jasa-jasa diperkirakan akan menurun menjadi USD16,2 miliar hingga USD15,0 miliar, terutama karena lonjakan kunjungan wisatawan mancanegara yang meningkatkan surplus dalam sektor jasa perjalanan.
Peningkatan dalam neraca transaksi modal dan finansial diharapkan akan membawa surplus antara USD9,2 miliar hingga USD10,1 miliar. Investasi langsung akan terus mencatat surplus, mencapai USD15,1 miliar hingga USD15,5 miliar, didorong oleh proyek-proyek strategis pemerintah dan iklim investasi yang kondusif. (*)