KABARBURSA.COM - Kurs rupiah mengalami penguatan yang signifikan, mencapai kisaran Rp15.400/USD pada Rabu, 21 Agustus 2024, setelah sebelumnya berada di level Rp16.000-an selama beberapa bulan. Penguatan ini mendekati asumsi kurs dalam APBN 2024, yang ditetapkan pada Rp15.000/USD.
Hanya dalam sembilan hari, rupiah berhasil menguat dari Rp16.100/USD pada 7 Agustus 2024 menjadi Rp15.480/USD pada 20 Agustus 2024, berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia.
Ekonom Bank Danamon, Hosianna Evalita Situmorang, berpendapat bahwa meskipun penguatan rupiah ini signifikan, mencapai level Rp14.000/USD dalam waktu dekat mungkin terlalu dalam dan dapat berdampak negatif pada ekspor Indonesia karena harga produk menjadi kurang kompetitif di pasar global.
Ekonom Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto, juga memperkirakan bahwa pergerakan rupiah kemungkinan akan tetap berada di kisaran Rp15.500/USD. Hal ini dipengaruhi oleh aliran modal asing yang masuk ke Indonesia, yang didorong oleh ekspektasi penurunan suku bunga acuan global, khususnya oleh Federal Reserve (The Fed). The Fed diperkirakan akan menurunkan suku bunga hingga 125 basis poin (bps) tahun ini, yang dapat mendorong arus masuk modal ke pasar keuangan Indonesia dan memperkuat rupiah.
Myrdal juga mencatat bahwa permintaan kuat terhadap Surat Utang Negara (SUN) Indonesia, yang tercermin dari penawaran lelang SUN pada 20 Agustus 2024 yang mencapai Rp104,07 triliun, menunjukkan minat investor yang tinggi, sehingga turut mendorong apresiasi rupiah.
Ke depan, perkembangan nilai tukar rupiah akan sangat bergantung pada kebijakan moneter global, terutama keputusan suku bunga The Fed. Jika The Fed menurunkan suku bunga sesuai dengan ekspektasi pasar, yakni sekitar 125 bps secara bertahap hingga akhir tahun, rupiah berpotensi mengalami penguatan lebih lanjut. Namun, jika penurunan suku bunga hanya sebesar 25 bps setiap bulan, maka rupiah kemungkinan akan stabil di sekitar level Rp15.500/USD.
Rupiah di Pasar Surat Utang-Saham
Rupiah terus menunjukkan kekuatannya dalam perdagangan Selasa, 20 Agustus 2024 ini, bertepatan dengan dimulainya rapat dua hari Bank Indonesia (BI) untuk menetapkan kebijakan suku bunga yang akan diumumkan hari ini.
Rupiah spot menguat 0,74 persen, menjadi mata uang dengan kenaikan terbesar di Asia, ditutup pada level Rp15.436/USD. Penguatan ini hampir sepenuhnya menghapus penurunan rupiah sepanjang tahun ini, menyisakan hanya 0,25 persen. Sebagai perbandingan, rupiah ditutup pada level Rp15.397/USD pada akhir tahun lalu.
Penguatan rupiah tidak terjadi sendirian; mata uang Asia lainnya juga mengalami peningkatan nilai. Baht Thailand naik 0,65 persen, dong Vietnam naik 0,22 persen, dan dolar Taiwan menguat 0,20 persen. Sementara itu, peso Filipina dan won Korea Selatan masing-masing naik 0,15 persen dan 0,13 persen. Namun, beberapa mata uang Asia lainnya melemah, seperti yuan offshore yang turun 0,08 persen, serta dolar Singapura, dolar Hong Kong, dan yuan Tiongkok yang masing-masing turun 0,01 persen.
Kenaikan tajam rupiah selama bulan ini mencapai 5,07 persen, menjadikannya mata uang dengan kinerja terbaik di Asia bersama ringgit, yang naik 4,69 persen month-to-date. Penguatan ini didukung oleh lonjakan arus pembelian di pasar saham dan obligasi negara. IHSG mencatat rekor tertinggi sepanjang masa di level 7.533,98, naik 0,9 persen.
Di pasar sekunder, yield surat utang negara sore ini turun di hampir semua tenor, dengan penurunan terbesar pada SBN-10Y yang turun 3,9 bps ke 6,636 persen. Yield untuk tenor 30Y juga turun 4,4 bps ke 6,887 persen. Sementara itu, tenor 5Y turun 4,3 bps ke 6,477 persen, dan tenor 2Y turun 0,7 bps ke 6,430 persen. Yield untuk tenor panjang 15Y dan 20Y masing-masing turun 2,8 bps dan 2,3 bps ke 6,720 persen dan 6,833 persen.
Rekor baru lelang SUN
Penguatan rupiah juga didorong oleh sentimen pasar yang optimis, yang memicu arus masuk modal asing ke pasar surat utang negara dan pasar saham semakin deras.
Dalam lelang Surat Utang Negara hari ini, jumlah penawaran yang masuk mencetak rekor tertinggi sepanjang tahun, mencapai Rp104,07 triliun. Ini adalah pertama kalinya nilai penawaran mencapai ratusan triliun, bahkan mungkin sejak tahun 2023.
Investor sangat tertarik dengan seri baru yang dilelang, yaitu FR0104 yang jatuh tempo pada tahun 2030. Untuk seri ini saja, investor mengajukan permintaan hingga Rp50,58 triliun, dengan yield yang diminta berada di kisaran 6,54 persen-6,70 persen.
Sedangkan untuk seri FR0103 yang jatuh tempo pada tahun 2035, investor mengajukan penawaran sebesar Rp30,61 triliun, dengan permintaan imbal hasil di kisaran 6,63 persen-6,78 persen.
Tingginya minat investor dalam lelang SUN hari ini mendorong pemerintah untuk menetapkan nilai penjualan di atas target indikatif, yaitu mencapai Rp27 triliun dari target awal Rp22 triliun.
Untuk seri baru FR0104, yield tertinggi yang diberikan adalah 6,51 persen, dengan yield rata-rata yang dimenangkan di 6,50 persen dan kupon sebesar 6,50 persen. Sebagai perbandingan, yield SBN-5Y di pasar sekunder saat ini berada di 6,50 persen.
Sementara itu, untuk seri kedua yang banyak diminati, yaitu FR0103, yield tertinggi yang diberikan adalah 6,67 persen, dengan yield rata-rata yang dimenangkan di 6,65 persen.
Sentimen optimis di pasar tidak hanya terjadi di Indonesia, hampir semua pasar negara berkembang saat ini mengalami peningkatan arus modal global. Meningkatnya ekspektasi terhadap arah suku bunga The Fed menjelang pidato Gubernur The Fed Jerome Powell di Jackson Hole pada Jumat nanti, menyebabkan dolar AS banyak ditinggalkan.
Indeks dolar AS siang ini berada di kisaran 101,84 setelah tadi malam melemah 0,6 persen. Arus modal yang keluar dari dolar AS kini beralih ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
Lonjakan modal asing di pasar surat utang telah menurunkan yield SBN ke level terendah sejak April, dengan yield tenor 10 tahun mencapai 6,69 persen.
“Aset-aset pasar negara berkembang menikmati keuntungan ganda, yaitu pelemahan dolar AS dan penurunan suku bunga AS yang signifikan. Obligasi Indonesia, dengan imbal hasil yang lebih tinggi dan Bank Indonesia yang cenderung lebih dovish, akan menjadi salah satu yang paling diuntungkan dalam situasi ini,” kata Eugene Leow, Strategis Obligasi di DBS Bank Singapura, dikutip dari BloombergNews.
Investor asing tidak hanya mengincar pasar Indonesia. Pasar keuangan di Korea Selatan, India, Thailand, Malaysia, dan Filipina juga menjadi tujuan modal global.(*)