Logo
>

Rupiah Melemah di Tengah Kekecewaan Pasar Terhadap AS

Pelemahan rupiah terjadi di tengah kekecewaan pasar yang dipicu oleh kekhawatiran seputar kebijakan moneter Amerika Serikat (AS).

Ditulis oleh Hutama Prayoga
Rupiah Melemah di Tengah Kekecewaan Pasar Terhadap AS
Rupiah masih melemah terhadap dolar Amerika Serikat. Foto: Kabar Bursa/Abbas Sandji

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Nilai tukar rupiah ditutup melemah sebesar 53 poin di level Rp16.859,5 terhadap dolar AS pada perdagangan Selasa, 22 April 2025.

    Pelemahan rupiah terjadi di tengah kekecewaan pasar yang dipicu oleh kekhawatiran seputar kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) , setelah Presiden Donald Trump mengumumkan rencana untuk merombak Federal Reserve. 

    Pengamat mata  uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan Trump pada hari Senin menegaskan kembali seruannya kepada Fed untuk menurunkan suku bunga, dengan mengatakan ekonomi AS dapat melambat jika Fed tidak segera memangkas suku bunga. 

    "Minggu lalu, Powell mengatakan bahwa bank sentral tidak cenderung memangkas suku bunga dalam waktu dekat, dengan alasan kemungkinan tekanan inflasi dan ketidakpastian ekonomi yang berasal dari tarif baru," ujar dia, Selasa, 22 April 2025.

    Menurut Ibrahim, perkembangan ini telah memicu kekhawatiran tentang independensi Fed. Selain itu, ada pula ketegangan perdagangan antara AS - China yang terus meningkat.

    "Tiongkok mengeluarkan peringatan keras kepada negara-negara yang mempertimbangkan perjanjian perdagangan dengan AS yang dapat merugikan kepentingan Tiongkok," jelasnya. 

    Dari domestik, Ibrahim menyebut neraca perdagangan Indonesia ke depan masih diliputi ketidakpastian terutama akibat meningkatnya risiko pelemahan permintaan ekspor dan pergeseran permintaan domestik. 

    Alasannya, kata dia, terjadi eskalasi perang dagang akibat penerapan tarif resiprokal oleh  Donald Trump kepada para mitra dagangnya termasuk Indonesia. 

    Tarif Trump tersebut dinilai dapat menyebabkan pelemahan permintaan dari mitra dagang utama Indonesia seperti China, AS, dan Uni Eropa sehingga menurunkan volume ekspor, khususnya di sektor manufaktur dan yang berbasis sumber daya alam. 

    "Selain itu, fluktuasi harga energi dan mineral global dapat memengaruhi nilai ekspor Indonesia," pungkasnya. 

    Trump Desak The Fed Pangkas Bunga, Ancaman ke Powell Menguat

    Sebelumnya diberitakan, Donald Trump kembali menggencarkan tekanannya terhadap Federal Reserve agar segera memangkas suku bunga acuan. Di tengah ketegangan akibat perang dagang yang ia picu sendiri, Trump menilai pemangkasan bunga bisa jadi “bantalan” untuk meredam dampak ekonomi yang mungkin terjadi.

    Dalam unggahan di Truth Social pada Senin, 21 April 2025, Trump menyebut inflasi saat ini “hampir tidak ada”, mengacu pada data Maret sebelum tarif-tarif baru diberlakukan. Dilansir dari The Wall Street Journal di Jakarta, Selasa, ia kemudian mengarahkan kritik keras kepada Ketua The Fed Jerome Powell, yang ia sebut “selalu terlambat” dan bahkan menyebut Powell sebagai “pecundang besar”.

    Pasar langsung bereaksi. Dolar AS melemah lagi terhadap mata uang asing, sementara saham turun dan imbal hasil obligasi AS naik. Ini terjadi setelah Trump pekan lalu mengancam akan mengambil alih lebih banyak kendali terhadap kebijakan moneter jika The Fed tidak segera memangkas suku bunga.

    Padahal, di belakang layar, sebagian penasihat ekonomi Trump sendiri menyuarakan kekhawatiran bahwa pemangkasan bunga terlalu cepat justru bisa memicu lonjakan inflasi.

    Sikap Gedung Putih pun mulai terlihat lebih ambigu. Kevin Hassett, Direktur Dewan Ekonomi Nasional, yang sebelumnya dikenal membela independensi bank sentral, kini enggan membela Powell secara terbuka. Ia hanya menyebut pemerintah masih mempelajari status Powell dan bahkan menuding The Fed selama ini membuat keputusan dengan pertimbangan politis—sesuatu yang langsung dibantah oleh para pejabat The Fed.

    WSJ Dollar Index mencatat penurunan tiga pekan berturut-turut, turun 3,5 persen—terbesar sejak November 2022. Nilai tukar dolar kembali tertekan saat pasar Asia dibuka pada Minggu malam.

    Trump sendiri terus menggoyang independensi The Fed. Dalam jumpa pers pada Kamis lalu, ia menyatakan bisa memecat Powell kapan saja. “Kalau saya mau dia keluar, dia akan keluar dengan cepat, percayalah,” ujarnya.

    Meski pernyataan seperti ini sudah sering terdengar sejak periode pertamanya, investor kini lebih cemas. Ada dua alasannya: pertama, Trump kini jauh lebih berani menabrak norma kelembagaan dan hukum. Kedua, tarif-tarif terbaru jauh lebih besar dan luas dari kebijakan serupa yang ia terapkan pada 2019–2020 sehingga menambah tekanan bagi The Fed yang selama beberapa tahun terakhir telah menaikkan bunga ke level tertinggi dua dekade demi melawan inflasi.

    Kekhawatiran pun muncul bahwa The Fed tak lagi bebas menyesuaikan suku bunga seperti yang mereka lakukan pada 2022. Jika benar terjadi, kredibilitas AS dalam pengelolaan ekonomi bisa semakin dipertanyakan, terutama oleh investor asing.

    Kilas balik ke 2018, saat Trump juga mengancam akan memecat Powell, Hassett sempat meredam kepanikan pasar dengan menyebut Powell “100 persen aman”. Dalam bukunya yang terbit 2021, Hassett mengaku saat itu bicara tanpa koordinasi, tapi Trump justru mengucapkan selamat karena pasar saham langsung rebound.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Hutama Prayoga

    Hutama Prayoga telah meniti karier di dunia jurnalistik sejak 2019. Pada 2024, pria yang akrab disapa Yoga ini mulai fokus di desk ekonomi dan kini bertanggung jawab dalam peliputan berita seputar pasar modal.

    Sebagai jurnalis, Yoga berkomitmen untuk menyajikan berita akurat, berimbang, dan berbasis data yang dihimpun dengan cermat. Prinsip jurnalistik yang dipegang memastikan bahwa setiap informasi yang disajikan tidak hanya faktual tetapi juga relevan bagi pembaca.