KABARBURSA.COM – Direktur Bisnis BNI Finance Albertus Hendi Trianto menilai pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan membawa dampak yang cukup signifikan terhadap penjualan mobil pada kuartal kedua 2024.
“Kenaikan dolar AS sudah Rp16.400, mungkin bisa mengarah ke Rp17.000. Efeknya nanti ke harga mobil. Saat ini kalau dilihat lagi, penjualan mobil sudah turun dibanding tahun lalu. Untuk retail (dari dealer ke konsumen) sudah 14-15 persen penurunannya dan wholesales (dari pabrikan ke dealer) 20 persen,” kata Albertus saat dihubungi Kabar Bursa, Senin, 24 Juni 2024.
Dolar AS yang terus naik sejak awal tahun dan bertambah parah pada bulan ini akan mengganggu penjualan mobil karena harga mobil akan terkerek naik.
Ia mengungkapkan bahwa sudah ada brand yang menaikkan harga mobil, sehingga pembelian diprediksikan akan turun. Dengan begitu, target Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) untuk menjual satu juta unit tidak akan tercapai. Terlebih lagi, pelemahan rupiah yang terjadi kali ini adalah yang terparah sejak 2020.
Menurutnya, penjualan kendaraan yang sudah eksisting bakal terdampak lebih parah akibat masuknya mobil-mobil China ke Indonesia. Mobil-mobil China merebut hati pasar dengan harganya yang murah.
Menurutnya, penjualan mobil China di Indonesia sudah cukup bagus karena seperti tidak terdampak pelemahan nilai tukar yang terjadi pada kuartal pertama 2024.
“Kalau dampak mobil China, penjualannya mereka bagus. Wuling lumayan bagus, Chery sebulan bisa jual lebih dari 700 unit, BYD bulan ini sudah mulai delivery 1.500 sudah sampai di Indonesia dan sudah ada yang punya semua. Itu pasti akan mengganggu penjualan mobil yang eksisting,” jelasnya.
Dampak ke Perusahaan Pembiayaan
Albertus menyebut, perusahaan pembiayaan yang fokus kepada mobil baru akan terdampak pelemahan rupiah. Market perusahaan pembiayaan akan turun dan persaingan juga semakin ketat.
Ia menuturkan, pelemahan nilai tukar rupiah yang lebih parah ketimbang kuartal pertama 2024, akan membuat perusahaan pembiayaan terus melakukan evaluasi karena NPL terus meningkat pada beberapa bulan terakhir.
Menurutnya, saat ini perusahaan pembiayaan juga tidak sedang baik-baik saja. Banyak perusahaan pembiayaan yang terkena dampak pelemahan rupiah sehingga meningkatkan non-performing loan (NPL) dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya.
“Kami baru main di tahun 2023, jika dibanding tahun lalu, memang ada kenaikan 0,3 persen tapi masih di bawah threshold industri,” katanya.
Selain penurunan permintaan kendaraan dan kenaikan harga, pelemahan rupiah juga membuat cost of fund kredit juga akan meningkat. Alhasil pihak leasing akan menahan kredit.
Untuk memitigasi hal itu, perusahaan pembiayaan akan menghindari daerah-daerah tertentu yang dianggap red zone oleh perusahaan pembiayaan. Ia enggan menyebut wilayah mana saja yang ditinggalkan perusahaan pembiayaan tersebut.
“Masing-masing daerah pasti ada red zone-nya sehingga kita sudah paham dan dihindari untuk masuk semua leasing juga tahu daerah mana saja,” tuturnya.
Albertus mengungkapkan, penyebab daerah menjadi red zone adalah karena ada pihak ormas yang ikut bermain dan cari keuntungan dari kredit macet.
“Ada oknum ormas yang memanfaatkan situasi ini atau konsumen tidak mungkin bayar sehingga motor atau mobilnya ditampung (ormas) sehingga pindah tangan. Ini yang bikin NPL perusahaan semakin tergerus. Ketika mobil sudah di tangan ormas, biaya penarikannya jadi tinggi,” jelasnya.
Leasing Malas Membiayai Pikap
Tak hanya itu, pihaknya juga menyebut akan lebih selektif terhadap kendaraan yang akan dibeli konsumen. Menurutnya pihak leasing menghindari membiayai mobil komersial ringan seperti pikap.
Selama ini pembiayaan pikap sering bermasalah karena pihak yang mengambil mobil ini adalah usaha kecil yang ekonominya sulit karena faktor pelemahan rupiah. Selain itu, mobil pikap juga menjadi incaran ormas karena banyak kredit macet.
“Sekarang masalahnya adalah customer lama yang biasanya bayarnya baik kemudian mulai batuk-batuk, ini kemudian ditangkap oleh ormas,” ujarnya.
Sedangkan jenis mobil yang masih aman dari incaran ormas adalah mobil listrik. Menurutnya, ormas tidak tertarik untuk mengambil alih mobil listrik dan kendaraan komersial seperti truk.
Solusi lain yang dapat dilakukan perusahaan pembiayaan, kata dia, adalah mulai melirik di segmen mobil bekas. Menurutnya, banyak perusahaan pembiayaan yang sudah fokus menggarap mobil bekas karena penjualannya terus meningkat meski terjadi pelemahan rupiah. (cit/*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.