Logo
>

Rupiah Menguat 78 Poin Tersulut Data Inflasi AS yang Rendah

Ditulis oleh Yunila Wati
Rupiah Menguat 78 Poin Tersulut Data Inflasi AS yang Rendah
Dolar AS ikut menguat, seiring penguatan rupiah pada penutupan perdagangan hari ini. Foto: Kabar Bursa/Abbas Sandji

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Kurs rupiah berhasil menguat pada akhir pekan ini, 14 Maret 2025. Situasi ekonomi global yang penuh ketidakpastian dan data inflasi AS yang lebih rendah dari perkiraan, menjadi pendorong perkasanya rupiah di hadapan dolar AS.

    Pada penutupan perdagangan hari ini, kurs rupiah berhasil menguat 78 poin atau 0,47 persen ke level Rp16.350 per dolar AS dibandingkan dengan posisi Kamis sore, 13 Maret 2025, di Rp16.428 per dolar AS. Penguatan ini terjadi di tengah meningkatnya ketidakpastian akibat kebijakan perdagangan AS yang semakin agresif terhadap Uni Eropa. 

    Presiden Donald Trump mengancam akan mengenakan tarif sebesar 200 persen pada minuman beralkohol asal Eropa, termasuk anggur dan sampanye, sebagai respons terhadap kebijakan Uni Eropa yang berencana mengenakan tarif 50 persen pada wiski Amerika. 

    Kebijakan ini sendiri merupakan balasan atas tarif 25 persen yang sebelumnya diterapkan AS terhadap impor baja dan aluminium dari Eropa.

    Situasi ekonomi global semakin dipenuhi ketidakpastian seiring dengan eskalasi perang dagang yang dipicu oleh kebijakan proteksionisme Presiden Donald Trump. Konflik perdagangan yang awalnya hanya melibatkan Amerika Serikat dan Tiongkok kini melebar ke Uni Eropa, menciptakan ketegangan baru di pasar keuangan internasional. 

    Meskipun demikian, nilai tukar rupiah justru mencatat penguatan di akhir pekan ini, didorong oleh data inflasi AS yang lebih rendah dari perkiraan.

    Tidak hanya itu, Trump juga berencana menerapkan tarif timbal balik di seluruh dunia mulai 2 April, sebuah kebijakan yang berpotensi semakin memperburuk sentimen investor. 

    Ketegangan perdagangan ini menciptakan kekhawatiran baru mengenai prospek pertumbuhan ekonomi AS, yang sudah menghadapi tantangan dari berbagai faktor domestik dan global.

    Di sisi lain, data ekonomi AS terbaru menunjukkan angka inflasi yang lebih rendah dari perkiraan. Indeks harga konsumen (CPI) dan indeks harga produsen (PPI) mengindikasikan tekanan inflasi yang lebih lemah, yang memunculkan ekspektasi bahwa Federal Reserve berpotensi memangkas suku bunga dalam beberapa bulan mendatang. 

    Bank sentral AS dijadwalkan menggelar pertemuan pada 18-19 Maret untuk membahas kebijakan moneter, dan meskipun konsensus pasar saat ini memperkirakan suku bunga tetap tidak berubah, data inflasi yang lebih lemah dapat mendorong kebijakan yang lebih akomodatif dalam waktu dekat.

    Sementara itu, dari Asia, People's Bank of China (PBoC) turut mengambil langkah-langkah untuk menjaga stabilitas ekonomi di tengah gejolak global. Bank sentral China berencana menerapkan instrumen moneter tambahan, termasuk kemungkinan penurunan suku bunga, guna merangsang pertumbuhan ekonomi dan menjaga kestabilan mata uangnya. 

    Langkah ini menandakan bahwa Tiongkok berupaya memperkuat pertahanannya terhadap dampak dari kebijakan perdagangan global yang semakin proteksionis.

    Secara keseluruhan, meskipun kurs rupiah berhasil mencatat penguatan di tengah ketidakpastian global, volatilitas pasar masih menjadi tantangan besar ke depan. 

    Kebijakan moneter Federal Reserve, dinamika perang dagang AS dengan Uni Eropa dan Tiongkok, serta respons dari bank sentral global akan menjadi faktor penentu arah pergerakan mata uang dalam beberapa bulan mendatang.

    Dolar Berkibar, Yen dan Euro Tersungkur

    Ketegangan perdagangan global justru membuat dolar AS menguat, sementara mata uang utama lainnya mengalami tekanan. Kondisi ini dipicu oleh ancaman tarif baru yang dilontarkan oleh Presiden AS Donald Trump, serta ketidakpastian ekonomi yang membayangi prospek global.

    Dolar AS terus menunjukkan penguatan pada perdagangan Jumat, didukung oleh pelemahan euro yang semakin menjauh dari level tertingginya dalam lima bulan terakhir. Ancaman tarif 200 persen yang akan diberlakukan pada impor anggur, cognac, dan produk alkohol lainnya dari Eropa memperburuk hubungan perdagangan antara Amerika Serikat dan Uni Eropa. 

    Langkah ini diambil sebagai respons terhadap keputusan Uni Eropa untuk mengenakan tarif pada wiski Amerika dan sejumlah produk lainnya mulai bulan depan. Ketegangan yang meningkat ini turut mengguncang pasar keuangan global, sementara Jerman masih berjuang untuk meloloskan proposal pengeluaran besar-besaran guna mendorong perekonomian.

    Pelemahan euro berdampak langsung pada penguatan Indeks Dolar (DXY), yang mengukur kinerja greenback terhadap sekeranjang mata uang utama dunia. Setelah menyentuh titik terendahnya sejak pertengahan Oktober di level 103,21 pada Selasa lalu, indeks ini kembali naik 0,12 persen ke posisi 103,95 pada pembukaan hari ini. 

    Meski demikian, kekhawatiran terhadap prospek ekonomi AS dan global masih membayangi pasar. Para analis masih mencari faktor yang dapat membalikkan sentimen negatif di pasar keuangan, namun hingga saat ini, belum ada kejelasan mengenai pemicu tersebut.

    Ketidakpastian di AS semakin diperparah oleh potensi government shutdown, yang menambah beban bagi investor. Meskipun ada sinyal positif dari Senator Demokrat Chuck Schumer yang menyatakan dukungan terhadap RUU pendanaan sementara dari Partai Republik, ketidakpastian politik tetap menjadi faktor yang dapat menghambat pemulihan ekonomi.

    Di sisi lain, yen Jepang mengalami tekanan setelah mengalami reli yang cukup kuat pada awal pekan ini. Mata uang Jepang sempat melonjak ke level 146,545 per dolar akibat meningkatnya permintaan safe haven serta spekulasi pasar mengenai kemungkinan kenaikan suku bunga oleh Bank of Japan (BOJ). 

    Namun, laporan media lokal yang menyebutkan bahwa BOJ tidak terburu-buru untuk menaikkan suku bunga pada pertemuan Mei membuat yen kembali melemah. Pada akhir perdagangan Jumat, dolar AS menguat 0,48 persen menjadi 148,51 yen.

    Sementara itu, pasar tenaga kerja Jepang masih menjadi perhatian utama dengan hasil negosiasi upah musim semi yang diperkirakan menghasilkan kenaikan sekitar 5,3 persen. Kenaikan ini sejalan dengan ekspektasi pasar dan proyeksi BOJ, namun belum cukup untuk menjadi alasan bagi bank sentral Jepang untuk segera menaikkan suku bunga.

    Di Eropa, pound sterling bergerak di sekitar USD1,2946 menjelang rilis data produk domestik bruto (PDB) Inggris untuk periode Januari. Mata uang Inggris ini sebelumnya telah melemah setelah menyentuh level tertinggi dalam empat bulan terakhir di USD1,2990 pada hari Rabu. 

    Di sisi lain, dolar Kanada juga mengalami tekanan terhadap greenback, dengan nilai tukar mencapai 1,4429 per dolar AS akibat dampak ketegangan perdagangan global.

    Dolar Australia dan Selandia Baru juga mengalami pergerakan yang cukup signifikan. Dolar Australia diperdagangkan pada USD0,6296, mencatat kenaikan 0,2 persen setelah mengalami pelemahan pada sesi perdagangan Kamis. Sementara itu, dolar Selandia Baru menguat 0,3 persen ke USD0,57135.

    Secara keseluruhan, pasar keuangan masih berada dalam kondisi yang fluktuatif akibat ketegangan perdagangan global serta ketidakpastian ekonomi yang terus menghantui investor. 

    Meningkatnya ketegangan antara Amerika Serikat dan Uni Eropa, ditambah dengan kebijakan moneter yang masih penuh tanda tanya di berbagai negara, membuat investor harus lebih berhati-hati dalam menentukan strategi mereka ke depan.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Yunila Wati

    Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

    Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

    Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79