Logo
>

Rupiah Menguat, Pasar Waspadai Risiko Global dan Fiskal

Pergerakan rupiah masih akan fluktuatif dalam jangka pendek, namun berpotensi tetap menguat.

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Rupiah Menguat, Pasar Waspadai Risiko Global dan Fiskal
Ilustrasi kurs rupiah. (Foto: KabarBursa/Abbas Sandji)

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Kurs rupiah ditutup menguat tipis terhadap dolar AS pada perdagangan Rabu 21 Mei 2025. Penguatan rupiah terjadi di tengah bayang-bayang tensi geopolitik global dan perhatian investor terhadap arah kebijakan ekonomi pemerintahan baru. 

    Penguatan ini juga merupakan respons sinyal dovish dari Bank Indonesia yang menurunkan suku bunga acuannya.

    Rupiah ditutup menguat sebesar 16 poin ke level Rp16.396 per dolar AS, setelah sempat menyentuh penguatan 20 poin pada sesi sebelumnya. 

    Pengamat mata uang dan komoditas Ibrahim Assuaibi menyebut, pergerakan rupiah masih akan fluktuatif dalam jangka pendek, namun berpotensi tetap menguat.

    “Untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun berpotensi ditutup menguat di rentang Rp16.340 - Rp16.400,” ujar Ibrahim dalam keterangannya, Rabu, 21 Mei 2025.

    Penguatan rupiah ini terjadi di tengah tekanan dari ketidakpastian global. Ketegangan terbaru muncul setelah laporan CNN menyebut bahwa Israel tengah mempertimbangkan kemungkinan serangan terhadap fasilitas nuklir Iran. 

    Para pejabat AS mengatakan, meskipun keputusan final belum dibuat, eskalasi ini menjadi lebih mungkin dalam beberapa bulan terakhir.

    Negosiasi nuklir antara AS dan Iran pun semakin buntu, karena Teheran bersikeras mempertahankan program pengayaan uraniumnya. Di sisi lain, Washington menuntut penghentian total aktivitas tersebut, menyusul kekhawatiran akan potensi pengembangan senjata nuklir.

    Kondisi geopolitik global semakin rumit dengan kabar bahwa Presiden AS Donald Trump menarik diri dari pembicaraan damai terkait perang Rusia-Ukraina. Langkah ini menuai kecaman dari para pemimpin Uni Eropa yang menilai mundurnya AS semakin melemahkan kredibilitas Barat.

    Dari dalam negeri, perhatian pasar juga tertuju pada proyeksi beban fiskal 2026 yang akan dihadapi pemerintahan Prabowo Subianto. Kementerian Keuangan mengungkapkan bahwa berbagai program prioritas yang dirancang berpotensi menambah tekanan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) jika tidak dieksekusi dengan efisien.

    Dalam dokumen resmi KEM-PPKF 2026, pemerintah mengakui bahwa risiko fiskal perlu dimitigasi, terutama yang berasal dari berkurangnya potensi penerimaan atau munculnya kebutuhan pembiayaan tambahan.

    Dari sisi kebijakan moneter, Bank Indonesia mengambil langkah proaktif dengan menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 5,50 persen. Suku bunga Deposit Facility juga diturunkan menjadi 4,75 persen, sementara Lending Facility tetap di level 6,25 persen.

    Gubernur BI Perry Warjiyo, mengatakan kebijakan tersebut dilakukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

    “Keputusan penurunan suku bunga ini konsisten dengan perkiraan inflasi 2025 dan 2026 yang rendah, serta tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1 persen,” ujar Perry.

    “BI tetap mencermati ruang untuk turut mendorong pertumbuhan ekonomi sesuai dinamika yang terjadi pada perekonomian global dan domestik,” imbuhnya.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.