Logo
>

Rupiah Menguat Tipis: Pasar Masih Waspadai Gejolak Global dan Sikap The Fed

Penguatan rupiah kali ini lebih dipengaruhi oleh sentimen sementara dari kabar gencatan senjata antara Israel dan Iran

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Rupiah Menguat Tipis: Pasar Masih Waspadai Gejolak Global dan Sikap The Fed
Ilustrasi uang. Foto: dok KabarBursa.com

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Nilai tukar rupiah ditutup menguat pada perdagangan Selasa 25 Juni 2025, meskipun tekanan dari ketidakpastian global dan sinyal kebijakan moneter AS masih membayangi pasar keuangan. 

    Rupiah menguat sebesar 53 poin ke level Rp16.300 per USD, setelah sempat mencapai penguatan 75 poin dari posisi penutupan sebelumnya di Rp16.353. Untuk perdagangan Rabu, rupiah diperkirakan bergerak fluktuatif namun cenderung stabil di kisaran Rp16.250 – Rp16.300.

    Menurut pengamat mata uang dari Bright Institute, Ibrahim Assuaibi, penguatan rupiah kali ini lebih dipengaruhi oleh sentimen sementara dari kabar gencatan senjata antara Israel dan Iran yang diumumkan Presiden AS, Donald Trump. 

    Meski dinilai belum sepenuhnya solid, pengumuman tersebut sempat mengangkat optimisme pelaku pasar.

    “Investor saat ini masih mencermati dinamika gencatan senjata. Meski diumumkan, namun dalam waktu singkat Trump juga mengkritik kedua pihak karena dianggap melanggar kesepakatan. Jadi pasar masih waspada,” ujar Ibrahim dalam analisisnya, Rabu 25 Juni 2025.

    Selain faktor geopolitik, sentimen dari pernyataan Ketua The Fed Jerome Powell juga turut menjadi perhatian utama pasar. Dalam rapat bersama Komite Jasa Keuangan DPR AS, Powell menyatakan belum ada urgensi untuk segera memangkas suku bunga acuan. 

    Ia menegaskan, kondisi pasar tenaga kerja yang kuat dan potensi inflasi yang meningkat akibat kebijakan tarif membuat bank sentral AS mengambil sikap hati-hati.

    Ibrahim menilai, sinyal tersebut mempertegas sikap “wait and see” dari The Fed. "Pasar kini memperkirakan bahwa penurunan suku bunga kemungkinan besar tidak akan terjadi dalam waktu dekat," tambahnya. 

    Hal ini membuat arus modal cenderung bertahan di negara maju, sehingga negara berkembang seperti Indonesia perlu meningkatkan kehati-hatian terhadap potensi tekanan eksternal.

    Dalam laporan terbaru, Bank Dunia juga menyoroti risiko yang dihadapi perekonomian Indonesia akibat ketegangan geopolitik dan perlambatan global. 

    Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 dipangkas menjadi 4,7 persen, dan hanya 4,8 persen pada 2026, melanjutkan tren penurunan dari capaian kuartal I 2025 yang hanya mencapai 4,87 persen.

    Bank Dunia menyebut, tekanan ekonomi global turut menghambat penciptaan lapangan kerja dan memperlambat pengentasan kemiskinan ekstrem. Arus modal yang tidak stabil dan pelemahan investasi asing menjadi tantangan utama yang harus diantisipasi. 

    Oleh karena itu, konsistensi reformasi struktural di bidang regulasi, iklim usaha, dan penguatan SDM dinilai penting untuk memperkuat daya tahan ekonomi domestik.

    Di tengah situasi tersebut, penguatan rupiah dinilai masih bersifat teknikal dan belum mencerminkan perbaikan fundamental. 

    Ibrahim menyarankan pemerintah dan pelaku pasar untuk tetap waspada terhadap volatilitas eksternal. 

    "Kestabilan nilai tukar jangka menengah sangat bergantung pada arah kebijakan global dan upaya dalam memperkuat basis ekonomi dalam negeri,” tegasnya.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.