KABARBURSA.COM - Nilai tukar rupiah ditutup menguat tipis terhadap dolar AS pada perdagangan Kamis 5 Juni 2025, di tengah kombinasi faktor eksternal dan domestik yang saling tarik-menarik.
Setelah sempat melemah hingga 25 poin, rupiah ditutup menguat 10 poin ke level Rp16.284 per dolar AS, dari posisi penutupan sebelumnya di Rp16.294. Penguatan ini terjadi meski sentimen global masih bergejolak.
Data penggajian sektor swasta AS versi ADP yang jauh di bawah ekspektasi pasar memperburuk sentimen terhadap kekuatan ekonomi AS. Hal ini mendorong ekspektasi bahwa Federal Reserve akan mengambil langkah pelonggaran moneter lebih lanjut di semester kedua tahun ini.
“Data ADP yang lemah menjadi sinyal bahwa pasar tenaga kerja AS sedang mengalami tekanan serius,” ujar Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi dalam keterangannya.
Ia menyebut, pelemahan ekonomi Amerika Serikat berpotensi membuka ruang pemangkasan suku bunga lanjutan oleh The Fed.
Namun, investor juga menanti data penggajian nonpertanian (non-farm payroll/NFP) yang akan dirilis akhir pekan ini.
Bila data tersebut turut menunjukkan kinerja yang lemah, maka kekhawatiran atas prospek perekonomian AS akan semakin dalam.
Di sisi lain, ketidakpastian akibat kebijakan proteksionis mantan Presiden Donald Trump masih menghantui pasar.
Teranyar, Trump menggandakan tarif impor baja dan aluminium menjadi 50 persen, dan memberi tenggat bagi mitra dagang AS untuk menyodorkan proposal terbaik mereka sebelum batas waktu Rabu ini — namun tak ada kesepakatan besar yang diumumkan.
Sementara dari dalam negeri, sentimen positif datang dari langkah pemerintah yang resmi meluncurkan paket stimulus ekonomi senilai Rp24,44 triliun.
Presiden Prabowo Subianto menyatakan bahwa stimulus ini ditujukan untuk menjaga daya beli masyarakat dan menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi pada Juni-Juli 2025.
Stimulus ini mencakup berbagai kebijakan langsung yang menyentuh masyarakat, antara lain diskon tarif transportasi, keringanan biaya tol, tambahan bantuan sosial (bansos), Bantuan Subsidi Upah (BSU), hingga perpanjangan diskon iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK).
Ibrahim menilai langkah pemerintah sebagai awal yang baik, namun belum cukup untuk mendorong ekonomi ke arah pemulihan struktural.
“Kunci dari pembaikan ekonomi, sudah dimulai dari pemberian stimulus ekonomi sebesar Rp24 triliun, baik itu untuk transportasi, subsidi upah, bantuan sosial dan diskon iuran. Hal itu baru saja awal, dan stimulus ini saja belum cukup,” ungkapnya.
Menurut dia, tantangan berikutnya terletak pada belanja pemerintah yang sempat tertahan akibat realokasi anggaran pada awal tahun.
Ia menyarankan agar pemerintah segera menggencarkan kembali belanja infrastruktur dan layanan publik demi menghidupkan sektor-sektor padat karya seperti konstruksi, perhotelan, dan perdagangan.
Ibrahim juga menekankan pentingnya membangun kepercayaan investor agar ekspektasi pemulihan ekonomi bisa segera terwujud.
“Kalau ekspektasi perbaikan tercapai, arus modal asing akan kembali masuk ke pasar modal, di tengah goncangan global yang ada,” katanya.
Ke depan, rupiah diperkirakan masih akan bergerak fluktuatif, namun dengan potensi penguatan terbatas. Pada perdagangan mendatang, mata uang Garuda diperkirakan akan bergerak di kisaran Rp16.230 hingga Rp16.290 per dolar AS, seiring pasar mencermati hasil data ketenagakerjaan AS dan efektivitas distribusi stimulus dalam negeri.(*)