KABARBURSA.COM – Rupiah ditutup menguat 12 poin pada perdagangan sore ini, Rabu, 10 September 2025. Sebelumnya rupiah sempat menguat 40 poin di level Rp16.469 dari penutupan sebelumnya di level Rp16.481.
“Untuk perdagangan besok, rupiah fluktuatif, namun ditutup menguat di rentang Rp16.420-16.470,” kata Ibrahim Assuaibi, pengamat mata uang dan komoditas, Ibrahim Assuaibi dalam keterangan tertulis, Rabu, 10 September 2025.
Ibrahim menuturkan, salah satu sentimen dalam negeri yang mendorong penguatan rupiah adalah komitmen perintah menjaga rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di kisaran 39 persen.
Menurutnya, rupiah masih berada di level aman. Kendati demikian, pemerintah bukan mengejar naik atau turunnya rasio utang, melainkan mengejar pertumbuhan ekonomi untuk tumbuh lebih cepat dan PDB bertambah besar, maka dengan sendirinya rasio utang akan turun.
Sementara dari sisi moneter, lanjut dia, perlu ada sinergi kebijakan fiskal dan moneter agar tidak menekan sistem perbankan. “Arah kebijakan ini diharapkan dapat memperkuat daya tahan perekonomian sekaligus menciptakan ruang fiskal yang lebih sehat dalam jangka menengah, agar tetap menjaga defisit APBN di rentang maksimal 3 persen,” jelasnya.
Ia menuturkan, untuk meningkatkan batas defisit APBN dari 3 persen, pemerintah akan melihat perkembangan ekonomi ke depan terlebih dahulu, apalagi sudah jelas di dalam Undang-undang ditetapkan batas maksimal defisit anggaran ada di 3 persen.
Ia menambahkan, saat ini pemerintah sedang menyiapkan stimulus tambahan untuk mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi. “Masalah utama terletak pada pelaksanaan program pemerintah yang masih berjalan lambat. Percepatan realissi belanja dan program prioritas diharapkan mampu memberikan dorongan signifikan terhadap laju pertumbuhan ekonomi nasional dalam waktu dekat,” ujarnya.
Serangan Israel Picu Ketidakpastian Perundingan Damai
Sementara sentimen eksternal yang memicu penguatan rupiah adalah adanya dalih serangan Israel kepada pimpinan Hamas di Doha memicu kecaman dari pejabat Qatar dan Amerika Serikat (AS). Serangan ini dikhawatirkan bakal menggagalkan perundingan damai yang sedang berlangsung.
“Serangan Israel kini membuat perundingan damai dengan Hamas di masa mendatang menjadi tidak pasti, membuka pintu bagi aksi militer lanjutan oleh Yerusalem terhadap kelompok Palestina tersebut. Sebagian besar tindakan ini diarahkan ke Jalur Gaza, membuat pasar gelisah karena ketegangan geopolitik di Timur Tengah,” ujar Ibrahim.
Selain itu, desakan Presiden Trump terhadap Uni Eropa untuk mengenakan tarif tinggi terhadap India, Tiongkok atas pembelian energi Rusia.
“Trump telah mengenakan tarif 50 persen terhadap India, dan terlihat menyerukan tarif 100 persen terhadap New Delhi dan Beijing. Langkah tersebut dapat memutus beberapa sumber pendapatan bagi Rusia dan menekan Moskow untuk mengakhiri perang jangka panjangnya dengan Ukraina,” lanjutnya.
Lebih jauh, sentimen juga berasal dari statistik ketenagakerjaan AS yang mengklaim telah menciptakan 911.000 lapangan kerja selama setahun terakhir. Jumlah ini disebut telah melebihi prakiraan sebelumnya. Hal ini disebut sebagai tanda melemahnya pertumbuhan penggajian dan melemahnya pasar tenaga kerja.
“Hal ini semakin memperkuat ekspektasi penurunan suku bunga The Fed sebesar 25 basis poin, dengan kemungkinan kecil penurunan sebesar 50 basis poin,” ujar Ibrahim.(*)
 
      