KABARBURSA.COM - Pertumbuhan kredit PT Bank Rakyat Indonesia Tbk atau Bank BRI (BBRI) menunjukkan kualitas yang prudent. Hal ini terlihat dari rasio Pinjaman dalam Risiko atau Loan at Risk (LAR) yang membaik, turun dari 14,9 persen pada akhir triwulan I menjadi 12 persen pada akhir triwulan II 2024.
Rasio Pinjaman Bermasalah alias Non-Performing Loan (NPL) terjaga di kisaran 3,05 persen. Selain itu, rasio coverage berada di atas 211,6 persen, menunjukkan bahwa cadangan BRI lebih dari dua kali lipat menutupi NPL.
"Sebagai bank dengan portofolio terbesar di UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah), NPL ini menunjukkan bahwa BRI mampu mengelola risiko dengan baik. Mengelola kredit UMKM dalam situasi saat ini tidak mudah dan penuh tantangan, jadi NPL ini membuktikan pengelolaan kami yang baik," kata Direktur Utama BRI, Sunarso, dalam presentasi kinerja semester I pada Kamis, 25 Juli 2024.
BBRI pun mencatat laba bersih konsolidasian sebesar Rp29,9 triliun, meningkat 1,13 persen secara tahunan (yoy) pada semester I 2024, dari Rp29,56 triliun pada tahun sebelumnya. Menurut laporan keuangan yang dipublikasikan, pencapaian ini didorong oleh pendapatan bunga bersih sebesar Rp69,93 triliun, naik 6,7 persen yoy dari Rp65,54 triliun pada tahun sebelumnya.
Dalam fungsi intermediasi, penyaluran kredit BBRI tercatat sebesar Rp1.336,78 triliun, tumbuh 11,2 persen yoy pada periode Juni 2024. Dari jumlah tersebut, kredit UMKM mencapai Rp1.095,64 triliun, atau menyumbang 81,95 persen dari total kredit.
Penyaluran kredit yang tumbuh double digit tersebut membuat aset BBRI tercatat meningkat. Hingga akhir Juni 2024 aset BRI tumbuh 9,54 persen yoy menjadi sebesar Rp1.977,37 triliun.
Pertumbuhan kredit tersebut diikuti dengan penyaluran kredit yang selektif dan prudent sehingga Perseroan mampu menjaga kualitas kredit yang disalurkan.
Dari sisi pendanaan, Dana Pihak Ketiga (DPK) BRI tercatat tumbuh 11,61 persen yoy menjadi sebesar Rp1.389,66 triliun. Dana Giro dan Tabungan (Current Account Savings Account/CASA) tumbuh 7,66 persen yoy menjadi Rp877,90 triliun. "Dana murah masih mendominasi struktur DPK BRI, di mana porsi CASA mencapai 63,17 persen dari total DPK BRI," tambah Sunarso.
Selain pertumbuhan yang berkualitas, perseroan juga mampu meningkatkan fee based income menjadi sebesar Rp11,26 triliun atau tumbuh 10,15 persen yoy dari periode yang sama tahun sebelumnya yakni sebesar Rp10,22 triliun.
Sunarso pun menatap paruh kedua tahun 2024 dengan optimisme. Hal tersebut tak lepas dari kondisi likuiditas dan permodalan BRI yang memadai, dengan Loan to Deposit Ratio (LDR) Bank sebesar 86,59 persen serta Capital Adequacy Ratio (CAR) di level 25,13 persen.
Dengan kondisi likuiditas dan permodalan yang memadai tersebut, tegas Sunarso, ke depan BRI masih memiliki ruang untuk tumbuh lebih baik.
Saham BBRI
Saham BBRI sudah turun cukup signifikan mendekati level terendah pada 2021 setelah mencapai all time high di Maret 2024. Dalam setahun, saham BBRI turun 16,99 persen atau 960 poin menjadi Rp4.780 per saham pada penutupan perdagangan kemarin, Rabu, 24 Juli 2024, dari sebelumnya Rp5.650 per saham per 25 Juli 2023. Dalam kalender tahun berjalan atau year to date (ytd), sahamnya merosot 17,46 persen, sedangkan dalam satu semester, sahamnya drop 15,11 persen.
Salah satu tekanan terhadap saham BBRI adalah kebutuhan pencadangan lebih banyak karena insentif restrukturisasi kredit UMKM untuk Covid-19 sudah selesai di Maret 2024. Ditambah, dengan posisi suku bunga tinggi, tingkat risiko kredit mikro menjadi lebih tinggi.
Melihat kinerja laba bersih BBRI yang cenderung stagnan tersebut, perlu dilihat apa penyebabnya. Dari segi pendapatan bisnis organik, yakni penyaluran kredit, BBRI mencatatkan pertumbuhan pendapatan bunga sebesar 7,47 persen menjadi Rp71,38 triliun.
Tekanan pada laba bersih BBRI disebabkan oleh kenaikan tajam dalam pencadangan, yang meningkat hingga 52,28 persen menjadi Rp21,34 triliun. Akibatnya, pertumbuhan laba bersih BBRI hampir stagnan.
Dalam hal operasional, BBRI masih menunjukkan efisiensi yang baik dengan rasio biaya terhadap pendapatan sekitar 37,47 persen, lebih baik dibandingkan 38,96 persen pada periode yang sama tahun lalu.
Tantangan utama BBRI tahun ini adalah memperbaiki rasio kredit bermasalah. Secara keseluruhan, rasio kredit bermasalah bruto BBRI meningkat menjadi 3,21 persen dari 3,1 persen pada tahun sebelumnya. Sementara itu, rasio kredit bermasalah neto juga naik menjadi 0,86 persen dibandingkan 0,76 persen pada periode yang sama tahun lalu.
Kondisi ini akan memaksa BBRI untuk meningkatkan pencadangan lebih lanjut dalam setahun ke depan, yang dapat menekan pertumbuhan laba bersihnya. Diperkirakan, BBRI akan menaikkan tingkat cakupan NPL hingga mencapai 250-300 persen, dibandingkan dengan saat ini yang berada di 211 persen.
Dari segi segmen bisnis, kinerja BBRI sepanjang 2024 didorong oleh segmen korporasi yang tumbuh 29,2 persen menjadi Rp241,1 triliun. Selain itu, segmen mikro juga memberikan kontribusi signifikan dengan pertumbuhan 7,8 persen menjadi Rp623 triliun.
Oleh karena itu, dari segi valuasi, saham BBRI saat ini justru lebih menarik. Meskipun kinerja BBRI sedang menurun, kami percaya bahwa sekarang adalah waktu yang tepat untuk membeli saham BBRI. Hal ini dikarenakan harga saham yang terjangkau dan tidak ada masalah fundamental yang signifikan, selain penurunan kinerja yang disebabkan oleh faktor eksternal yang sulit dikendalikan, seperti suku bunga tinggi yang memperlambat pertumbuhan ekonomi, serta berakhirnya insentif restrukturisasi terkait Covid-19. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.