KABARBURSA.COM - Pergerakan emiten bank LQ45 yang mengalami kenaikan pada bursa Selasa 20 Agustus2024. Investor perlu mencermati dinamika saham blue chip seperti BBRI, BMRI, dan BBCA.
Pertama, saham BMRI (PT Bank Mandiri (Persero) Tbk) menutup perdagangan hari ini di zona hijau. Saham BMRI berakhir pada harga Rp 7.200 per lembar.
Jika dibandingkan dengan penutupan pada hari Senin 19 Agustus 2024, harga saham BMRI melonjak 0,70 persen dari Rp 7.150. Saham BMRI dibuka pada harga Rp 7.200, lebih tinggi dari penutupan sebelumnya.
Selama sesi perdagangan, saham BMRI mencatat harga tertinggi Rp 7.350 dan terendah Rp 7.150, dengan kenaikan Rp 50 per saham dalam sehari.
Dibandingkan dengan harga tujuh hari lalu (13 Agustus 2024), saham BMRI telah melonjak 2,86 persen dari Rp 7.000. Selama setahun terakhir (sejak 18 Agustus 2023), harga saham BMRI melonjak 24,68 persen dari Rp 5.775.
Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat total nilai transaksi saham BMRI mencapai Rp 742,50 miliar, dengan volume perdagangan sebanyak 1.026.159 lot.
Dengan earning per share (EPS) sebesar Rp 569, rasio harga terhadap laba (PER) saham ini berada di angka 12,57 kali, dan rasio harga terhadap nilai buku (PBV) di angka 2,62 kali.
BBCA Naik Tipis
Saham BBCA (Bank Central Asia Tbk) juga menutup perdagangan di zona hijau. Pada akhir perdagangan hari ini, saham BBCA berada pada harga Rp 10.425 per lembar.
Dibandingkan penutupan pada Senin (19/8), harga saham BBCA naik 0,48 persen dari Rp 10.375. Saham BBCA sempat dibuka di bawah harga penutupan sebelumnya, yakni pada Rp 10.325 per saham.
Selama perdagangan, saham BBCA mencatatkan harga tertinggi Rp 10.450 dan terendah Rp 10.300, dengan kenaikan Rp 50 per lembar saham dalam satu hari.
Jika dibandingkan dengan harga tujuh hari lalu (13 Agustus 2024), saham BBCA meningkat 1,21 persen dari Rp 10.300. Dalam setahun terakhir (18 Agustus 2023), harga saham BBCA melonjak 12,70 persen dari Rp 9.250.
BEI mencatat total nilai transaksi saham BBCA mencapai Rp 627,20 miliar, dengan volume perdagangan sebanyak 603.044 lot.
EPS saham BBCA sebesar Rp 436, dengan rasio harga terhadap laba (PER) berada di angka 23,80 kali, dan rasio harga terhadap nilai buku (PBV) tercatat 5,32 kali.
BBRI Alami Kenaikan Lebih dari 2 persen
Akhirnya, saham BBRI (PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk) menunjukkan kenaikan signifikan. Pada penutupan hari ini, saham BBRI tercatat pada harga Rp 4.950 per lembar.
Jika dibandingkan dengan penutupan pada Senin (19/8), harga saham BBRI melonjak 2,70 persen dari Rp 4.820. Saham BBRI dibuka pada harga Rp 4.860, lebih tinggi dari penutupan sebelumnya.
Selama perdagangan, saham BBRI mencapai harga tertinggi Rp 4.950 dan terendah Rp 4.840, dengan kenaikan Rp 130 per lembar saham dalam sehari.
Dibandingkan harga tujuh hari lalu (13 Agustus 2024), saham BBRI telah meningkat 4,87 persen dari Rp 4.720. Namun, jika dibandingkan dengan setahun lalu (18 Agustus 2023), harga saham BBRI mengalami penurunan sebesar 11,21 persen dari Rp 5.575.
BEI mencatat total nilai transaksi saham BBRI mencapai Rp 1.522,00 miliar, dengan volume perdagangan mencapai 3.100.855 lot.
EPS saham BBRI sebesar Rp 392, rasio harga terhadap laba bersih (PER) berada di angka 12,30 kali, dan rasio harga terhadap nilai buku (PBV) tercatat di angka 2,39 kali.
Tekanan Saham Blue Chips
Di tengah kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), sejumlah saham blue chip justru mengalami tekanan berat. Hal ini berpotensi menghambat momentum positif IHSG untuk melanjutkan penguatan.
Pada akhir perdagangan Jumat 16 Agustus 2024, IHSG ditutup menguat 0,3 persen atau naik 22,58 poin ke posisi 7.432,09. Secara year-to-date (YTD), IHSG telah mencatatkan kenaikan sebesar 2,19 persen.
Namun, penurunan saham PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) telah menggerus IHSG hingga 115,55 poin. Sepanjang tahun 2024 hingga Jumat 16 Agustus 2024, TLKM merosot sebesar 25,06 persen.
Saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) yang mengalami penurunan 25,63 persen YTD juga memberikan dampak negatif pada IHSG sebesar 85,77 poin. Tak ketinggalan, PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) turut menyumbang penurunan IHSG sebesar 68,48 persen.
Selain itu, saham PT Bayan Resources Tbk (BYAN) dan PT Astra International Tbk (ASII) masing-masing telah menggerus IHSG sebesar 45,08 dan 31,46 poin sepanjang tahun ini.
Sukarno Alatas, Kepala Riset Kiwoom Sekuritas, mengungkapkan bahwa penurunan harga saham blue chip umumnya disebabkan oleh faktor fundamental, yaitu kinerja yang tidak sesuai dengan ekspektasi.
Contohnya, TLKM melaporkan peningkatan pendapatan tahunan sebesar 2,47 persen menjadi Rp 75,29 triliun per Juni 2024, namun laba bersihnya justru turun 7,80 persen YoY menjadi Rp 11,76 triliun.
"Selain itu, prospek pelaku pasar yang dianggap bisa mempengaruhi kinerja di masa depan juga menjadi pertimbangan. Faktor valuasi dan teknikal yang dianggap sudah terlalu tinggi turut menjadi penyebab," jelas Sukarno akhir pekan lalu.
Reza Priyambada, Direktur Reliance Sekuritas, menambahkan bahwa kinerja saham yang cenderung bervariasi juga berdampak pada fluktuasi harga saham.
ASII menghadapi penurunan kinerja semesteran, sejalan dengan penurunan penjualan kendaraan dan alat berat. Sementara itu, BUKA menunjukkan pertumbuhan pada pendapatan, namun mengalami penurunan laba bersih akibat biaya operasional yang melonjak.
Penurunan harga saham ini menjadikan valuasi sejumlah emiten blue chip tergolong murah. Cheryl Tanuwijaya, Kepala Riset Mega Capital Sekuritas, menilai bahwa TLKM dan ASII kini berada pada tingkat valuasi yang sangat menarik.
Cheryl menjelaskan bahwa kedua saham ini berada di bawah minus dua standar deviasi dari Price Earning (PE) rata-rata lima tahun terakhir. Meskipun demikian, pilihan sahamnya terfokus pada ASII dan BBRI, karena dampak negatif yang mereka alami lebih bersifat sementara.
ASII tertekan oleh kompetisi ketat dengan kendaraan listrik yang terjangkau dan penurunan daya beli konsumen. Sedangkan BBRI terpengaruh oleh suku bunga tinggi, mengingat portofolio utamanya yang didominasi oleh UMKM, jelasnya.
Dalam perhitungan Cheryl, target harga ASII ditetapkan di Rp 5.600, dengan batas stop loss di Rp 4.500. Sementara untuk BBRI, target harga ada di Rp 6.000 per saham, dengan batas stop loss di Rp 4.500.
Sementara itu, Sukarno Alatas menyatakan bahwa TLKM, BBRI, ASII, dan SMGR secara umum tergolong murah dari segi valuasi jika dibandingkan rata-rata historis. Kiwoom Sekuritas merekomendasikan untuk hold atau beli BBRI dengan target harga Rp 5.700, TLKM di Rp 3.500, ASII di Rp 5.400, dan SMGR di Rp 4.750.
Sementara itu, pilihan saham Reza Priyambada termasuk BBRI dengan target harga Rp 5.650, PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN) di Rp 9.300, PT Barito Pacific Tbk (BRPT) di Rp 1.350, dan PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) di Rp 4.530.
Bursa Efek Indonesia (BEI) mengumumkan serangkaian pencapaian signifikan dalam periode perdagangan 12-16 Agustus 2024. Selama lima hari tersebut, bursa saham nasional mencatat beberapa rekor baru, mulai dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga kapitalisasi pasar.
IHSG menorehkan rekor penutupan tertinggi pada level 7.436,039, dengan puncak sepanjang masa (ATH) di angka 7.460,38. Rekor sebelumnya, pada 14 Maret 2024, adalah 7.433,315, seperti yang diungkapkan oleh Sekretaris Perusahaan BEI, Kautsar Primadi Nurahmad, pada Sabtu 17 Agustus 2024.
Kapitalisasi pasar saham juga mencatatkan rekor baru sebesar Rp12.601 triliun, melampaui rekor sebelumnya yang tercatat pada 12 Juli 2024 sebesar Rp12.478 triliun.
Dalam pekan tersebut, BEI juga mencatat penerbitan Obligasi Berkelanjutan I Kereta Api Indonesia Tahap II Tahun 2024 dan Sukuk Ijarah Berkelanjutan I Kereta Api Indonesia Tahap II Tahun 2024 oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero), yang dicatat pada Senin 12 Agustus 2024. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.