KABARBURSA.COM - PT Platinum Wahab Nusantara Tbk (TGUK) menyampaikan kabar resmi terkait rencana pengambilalihan saham mayoritas oleh investor asing.
Perusahaan asal Singapura, Visionary Capital Global Pte. Ltd., mengumumkan bahwa proses negosiasi akuisisi telah mencapai tahap penandatanganan term sheet. Dokumen ini menjadi dasar awal dari transaksi strategis antara Visionary dan PT Dinasti Kreatif Indonesia selaku pemegang saham pengendali saat ini.
"Visionary Capital Global Pte. Ltd. selaku calon pengendali baru menyatakan bahwa terdapat perkembangan proses negosiasi dengan telah ditandatanganinya dokumen Term Sheet," tulis Direktur Visionary, Agus Suhada, dalam surat resmi tertanggal 28 Mei 2025.
Ia menjelaskan, tahap selanjutnya adalah penyusunan Conditional Share Purchase Agreement (CSPA). Setelah itu, kedua pihak akan menyusun Akta Jual Beli sebagai dokumen pengalihan resmi saham TGUK.
Visionary menyebut pengambilalihan dilakukan sesuai ketentuan POJK No. 9/2018 tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka. Setelah transaksi rampung, mereka akan menjalankan penawaran tender wajib kepada pemegang saham publik.
“Sebagai pengendali baru TGUK, kami akan melaksanakan penawaran tender wajib sesuai ketentuan,” tambah Antonius Bobby Siswanto, Direktur Visionary.
Namun hingga kini, saham TGUK masih dalam status suspensi. Bursa mencantumkan dua notasi khusus: “L” karena belum menyampaikan laporan keuangan, dan “X” sebagai efek dalam pemantauan khusus.
Saham TGUK terakhir diperdagangkan di harga Rp137 pada 23 Mei 2025. Harga ini melonjak lebih dari 150 persen dalam tiga pekan terakhir sebelum perdagangan dihentikan.
Kinerja Fundamental Teguk (TGUK)
Di tengah ekspektasi pasar terhadap proses akuisisi, Platinum Wahab Nusantara menghadapi kenyataan operasional yang cukup berat.
Berdasarkan laporan keuangan terakhir, per 30 September 2024, perseroan mencatat penurunan tajam pada sisi likuiditas. Posisi kas dan setara kas TGUK hanya tersisa Rp2,18 miliar, merosot lebih dari 93 persen dibanding akhir tahun 2023 yang sebesar Rp34,58 miliar. Di sisi lain, total liabilitas jangka pendek naik menjadi Rp37,07 miliar, menciptakan kesenjangan likuiditas yang signifikan.
Salah satu komponen tekanan utama adalah utang usaha kepada pihak ketiga yang mencapai Rp14,97 miliar. Ditambah beban akrual dan utang pajak, liabilitas jangka pendek TGUK kini hampir 19 kali lebih besar dari posisi kas, menandakan bahwa perusahaan dalam posisi rentan terhadap tekanan pembayaran rutin.
Meskipun tidak ada utang bank jangka panjang yang mencolok, perusahaan masih memiliki utang jangka pendek kepada bank senilai Rp5 miliar, yang semakin membebani arus kas operasional.
Secara profitabilitas, kinerja TGUK mengalami kemunduran tajam. Pendapatan turun drastis menjadi Rp69,80 miliar selama sembilan bulan pertama 2024, dari sebelumnya Rp100,13 miliar pada periode yang sama tahun 2023. Ini mencerminkan kontraksi pendapatan lebih dari 30 persen secara tahunan (year on year/yoy).
Sementara itu, beban pokok penjualan memang ikut menurun, namun tekanan biaya penjualan dan administrasi tetap tinggi, mendorong perusahaan mencatat rugi bersih sebesar Rp20,1 miliar, berbanding terbalik dengan laba bersih Rp4,15 miliar pada kuartal III tahun sebelumnya.
Margin kotor masih bisa dipertahankan sebesar Rp34,66 miliar, tetapi struktur biaya tetap (fixed cost) perusahaan yang besar, terutama pada komponen pemasaran dan distribusi, menyerap hampir seluruh marjin tersebut.
Beban penjualan sendiri mencapai Rp39,98 miliar, lebih tinggi dari margin kotor yang dihasilkan. Situasi ini memperlihatkan ketidakseimbangan antara skala bisnis dengan kapasitas operasional saat ini.
Dari sisi arus kas, TGUK masih mampu mencatat arus kas operasi positif sebesar Rp2,04 miliar hingga akhir September 2024. Namun angka ini belum cukup menutupi kebutuhan investasi yang cukup besar.
Pembayaran uang muka pembelian aset tetap dan properti yang dilakukan pada tahun berjalan mencapai lebih dari Rp32,5 miliar, dan tercermin dalam arus kas investasi yang defisit hingga Rp37,36 miliar. Kesenjangan inilah yang turut menyebabkan posisi kas menyusut drastis.
Sementara ekuitas TGUK masih solid secara nominal, sebesar Rp157,03 miliar, nilai tersebut lebih banyak berasal dari setoran modal dan bukan dari hasil akumulasi laba.
Saldo laba tidak ditentukan penggunaannya kini hanya tersisa Rp4,73 miliar, menyusut tajam dari Rp24,83 miliar pada akhir 2023. Indikator ini menunjukkan tergerusnya daya tahan internal perusahaan dalam menyerap kerugian jangka pendek. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.