Logo
>

Saham PEVE Melesat di Tengah Inflasi Medis yang Babak Belur

Ditulis oleh Yunila Wati
Saham PEVE Melesat di Tengah Inflasi Medis yang Babak Belur

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - PT Penta Valent Tbk (PEVE) mendadak menjadi pusat perhatia setelah secara mengejutkan sahamnya melejit hingga 15,60 persen ke level Rp252 per akhir sesi pertama perdagangan 15 Juli 2024. Sejumlah 14,81 juta saham diketahui telah ditransaksikan dengan frekuensi 2.573 kali dan memiliki nilai transaksi mencapai Rp3,61 triliun.

    Saham emiten Hermanto Tanoko ini bangkit setelah sebelumnya babak belur. Tepatnya pada 2-4 Juli kemarin, raport PEVE selalu memerah yang berlanjut hingga pada8-9 dan 11-12 Juli, ditutup merah. Adapun jumlah pemegang PEVE per 30 Juni 2024 sebanyak 2.400 pihak, naik 477 pohak dari bulan sebelumnya yang masih berada di angka 1.923 pemegang saham.

    Dalam pemaparan publik tahunan perseroan yang diungkap pada 10 Juni lalu, Direktur Utama Penta Valent Sukismo, sempat mengomentari target pendapatan perseroan tahun ini. Di tahun ini, perseroan akan berusaha mencapai pertumbuhan paling tidak sama dengan tahun sebelumnya.

    "Tentu saja kami berharap bisa lebih baik. Lalu, bila ditanyakan bagaimana pencapaian di kuartal I tahun 2024 kebetulan karena laporan kuartal I juga sudah di-upload di bursa, maka kami sampaikan kuartal I-2024 sales kai bertumbuh di kisaran angka 31,89 persen. Itu pertumbuhannya, di mana kami mencapai angka sales sekitar Rp714 miliar dan net profit di kuartal I-2024 pun bertumbuh sekitar 76,87 persen," kata Sukismo.

    Hermanto Tanoko sendiri menjadi pengendali PEVE melalui PT Tancorp Mega Buana dengan kepemilikan 56 persen saham. Adapun bisnis utama PEVE adalah distribusi produk farmasi, alat kesehatan, dan produk consumer health/kosmetik dengan 34 cabang dan menyediakan pelayanan ke suluruh pelosok Indonesia.

    Inflasi Medis Kian Babak Belur

    Melejitnya saham PEVE berbanding terbalik dengan kondisi medis di Tanah Air. Disebutkan, tengah terjadi inflasi yang luar biasa di bidang medis ini.

    Inflasi medis tengah menjadi isu global. Hasil riset Mercer Marsh Benefits (MMB) mengenai Health Trends 2024, biaya kesehatan diproyeksikan meningkat hingga 11,6 persen di tingkat global. Lalu, 11,4 persen di benua Asia dan 13 persen di Indonesia.

    Kenaikan biaya medis dapat memberikan tekanan besar pada keuangan pribadi seseorang, baik untuk rawat jalan maupun rawat inap. Meskipun memiliki asuransi kesehatan, inflasi biaya medis dapat menyebabkan premi asuransi juga ikut naik.

    Kenaikan Biaya Medis Global

    Menurut Survei Global Medical Trends 2024 oleh Willis Tower Watson, biaya medis global mengalami peningkatan signifikan dari 7,4 persen pada 2022 menjadi 10,7 persen pada 2023. Namun, tren ini diprediksi akan sedikit mereda pada tahun ini, dengan kenaikan biaya medis diproyeksikan sebesar 9,9 persen.

    Penurunan ini disebabkan oleh menurunnya penggunaan fasilitas kesehatan pasca pandemi dan perkiraan meredanya inflasi global.

    Situasi di Indonesia dan Asia Pasifik

    Di kawasan Asia Pasifik, termasuk Indonesia, inflasi biaya medis diperkirakan akan meningkat. Di antara enam negara ASEAN yang disurvei, hanya Thailand yang mengalami penurunan. Di Indonesia, inflasi biaya medis diperkirakan mencapai 12 persen pada tahun ini.

    Penyebab Inflasi Biaya Medis

    Willis Tower Watson mengidentifikasi beberapa faktor yang berkontribusi terhadap inflasi biaya medis:

    1. Perkembangan Teknologi Medis: Penggunaan teknologi medis canggih seperti kecerdasan buatan (AI) meningkatkan biaya perawatan.
    2. Overtreatment: Kondisi di mana pasien menerima perawatan berlebihan yang tidak diperlukan, menyebabkan pembengkakan tagihan rumah sakit dan peningkatan klaim asuransi kesehatan.
    3. Pengobatan Tidak Sesuai Prosedur: Perawatan yang tidak sesuai prosedur dapat mengganggu rencana pengobatan dan meningkatkan biaya.
    4. Penggunaan Layanan Telemedis: Meskipun telemedis dapat ditanggung oleh asuransi, penggunaannya yang meningkat turut menyumbang pada inflasi biaya medis.
    5. Buruknya Layanan Kesehatan Pemerintah: Di beberapa negara, layanan kesehatan pemerintah yang kurang memadai juga menjadi faktor inflasi biaya medis.

    Dampak pada Premi Asuransi

    Kenaikan biaya medis secara langsung berdampak pada premi asuransi kesehatan. Kenaikan premi ini berarti nasabah harus menyesuaikan pengeluaran mereka untuk memastikan proteksi finansial tetap terjaga. Peningkatan premi dapat mengurangi alokasi dana untuk tabungan dan investasi, sehingga perlu adanya evaluasi manfaat polis asuransi secara berkala.

    Strategi Menghadapi Kenaikan Premi

    1. Evaluasi Polis Asuransi: Melakukan bedah polis untuk meninjau manfaat yang diperoleh dan memastikan sesuai dengan kebutuhan.
    2. Alokasi Aset Investasi: Mengalokasikan aset investasi untuk menghasilkan pendapatan pasif yang dapat digunakan untuk membayar premi asuransi.
    3. Penyesuaian Pengeluaran: Menyesuaikan pengeluaran bulanan dan tahunan untuk memastikan cukupnya dana yang dialokasikan untuk pembayaran premi.

    Dengan memahami tren dan faktor penyebab kenaikan biaya medis serta dampaknya pada premi asuransi, nasabah dapat mengambil langkah proaktif untuk mengelola keuangan mereka dengan lebih baik, memastikan perlindungan kesehatan tetap optimal.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Yunila Wati

    Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

    Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

    Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79