KABARBURSA.COM – Menarik mengamati saham Abadi Nusantara Hijau Investama Tbk, dengan kode saham PACK. Saham yang bergerak di sektor barang baku ini sudah empat hari berturut-turut menyentuh Auto Rejection Atas (ARA). Apa ini artinya PACK sedang terjebak false rally?
False rally (atau disebut juga rally palsu) merujuk pada kenaikan harga saham yang tampak kuat dan meyakinkan di permukaan. Sayangnya, kenaikan ini tidak didukung oleh faktor fundamental, teknikal, atau volume yang solid, sehingga biasanya tidak bertahan lama dan diikuti oleh koreksi tajam
Nah, saham PACK menjadi fenomena menarik. Ada beberapa dinamika yang perlu dicermati secara kritis karena kenaikan seperti ini tidak selalu mencerminkan kekuatan fundamental yang sehat.
Dari sisi grafik harga (chart), terlihat bahwa setelah mengalami fase penurunan panjang sejak Juli hingga akhir September 2025, saham PACK mulai memantul tajam pada pertengahan Oktober. Harga yang sempat terpuruk di kisaran Rp1.600-an kini melesat ke Rp2.620 hanya dalam beberapa hari.
Pola ini sangat identik dengan technical rebound ekstrem, yang disebabkan kenaikan bertahap yang ditopang oleh akumulasi jangka panjang. Dalam konteks teknikal, lonjakan beruntun seperti ini lebih menyerupai rally euforia ketimbang tren naik yang stabil.
Jika dilihat lebih detail, setiap candle harian menunjukkan kenaikan penuh hingga batas ARA, tanpa retracement berarti. Artinya, ada dominasi penuh oleh satu sisi pasar, yaitu pembeli yang agresif, tetapi di sisi penjual seolah menghilang.
Namun, hal menarik justru muncul di data order book. Seluruh kolom offer terlihat kosong, artinya tidak ada antrean jual di pasar saat itu. Sebaliknya, antrean bid menumpuk besar di harga atas, dengan 202.961 lot pada level Rp2.620, diikuti oleh antrean besar lainnya di bawahnya.
Ini menandakan bahwa saham sedang mengalami antrian beli masif tanpa suplai jual, sebuah kondisi khas saham yang terkunci ARA berhari-hari. Nilai transaksi harian mencapai Rp7,4 miliar dengan volume 28,32 ribu lot, memperkuat dugaan bahwa terjadi pergerakan cepat dari volume terbatas. Bukan rotasi pasar alami, tetapi kemungkinan besar efek dorongan spekulatif atau aksi “pump” jangka pendek.
Fenomena ini membuat harga tampak melonjak indah di permukaan, tetapi di baliknya terdapat potensi bahaya laten. Ketika seluruh minat beli menggelembung di harga tinggi tanpa adanya likuiditas jual, pasar bisa menjadi asymmetric, di mana satu perubahan sentimen kecil bisa memicu antrian jual yang tidak tertampung.
Kondisi ini sering disebut “false rally” atau “bubble microcap”, terutama jika kenaikan tidak diiringi rilis informasi material atau perubahan kinerja signifikan dari emiten.
Saham Tidak Likuid, Kapitalisasi Kecil?
Saham PACK sendiri tergolong tidak terlalu likuid dan memiliki kapitalisasi kecil di sektor investasi hijau. Dengan latar belakang seperti itu, kenaikan beruntun empat hari penuh ke ARA perlu dilihat bukan sebagai tanda kekuatan fundamental, tetapi lebih sebagai fenomena teknikal dan psikologis.
Ada sebuah efek FOMO (fear of missing out) di kalangan trader jangka pendek. Mereka tengah mengejar momentum tanpa memperhitungkan risiko pembalikan harga mendadak.
Dalam konteks pasar, kondisi ini bisa menjadi sinyal ketidakseimbangan supply-demand yang berpotensi berbalik tajam saat investor pertama mulai mengambil untung. Apalagi, dari catatan sebelumnya, saham PACK sudah pernah mengalami lonjakan besar pada Juni 2025 hingga hampir menembus level Rp5.000, sebelum terjun bebas kembali ke bawah Rp2.000 hanya dalam waktu sekitar dua bulan. Artinya, volatilitas ekstrem sudah menjadi pola berulang.
Kesimpulannya, reli empat hari berturut-turut yang membuat PACK terus menabrak ARA mungkin tampak seperti “kemenangan besar” di permukaan, tetapi secara teknikal dan psikologis pasar, ini adalah lonjakan yang sarat risiko.
Ketika likuiditas jual kembali muncul atau euforia mulai surut, harga bisa terkoreksi cepat seperti sebelumnya. Dalam istilah pasar, saham ini sedang “terbang tanpa sayap fundamental,” dan setiap lonjakan yang terlalu cepat tanpa dasar bisnis nyata cenderung berakhir dengan pendaratan keras.(*)