KABARBURSA.COM - Direktur Utama PT Varuna Tirta Prakasya (Persero) atau VTP, Adi Nugroho, mengungkapkan bahwa pihaknya belum pernah dilibatkan dalam pembicaraan mengenai rencana pembubaran perusahaan yang dipimpinnya.
Kabar ini muncul seiring dengan informasi bahwa Varuna Tirta Prakasya termasuk salah satu dari enam BUMN yang kemungkinan akan dibubarkan oleh PT Perusahaan Pengelolaan Aset (PPA).
Dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI pada Selasa, 2 Juli kemarin, Adi menjelaskan bahwa saat ini perusahaan sedang fokus menyusun Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) untuk lima tahun ke depan.
Meskipun sedang menghadapi isu pembubaran, Adi tetap optimis bahwa kinerja VTP akan semakin membaik di masa mendatang.
VTP saat ini tengah mengajukan permohonan untuk mendapatkan penyertaan modal negara (PMN) dalam bentuk inbreng barang milik negara (BMN) berupa tanah dan bangunan kantor senilai Rp23 miliar.
Adi berharap bahwa pemberian aset tersebut akan memberikan dorongan positif bagi kinerja perusahaan ke depannya.
Adi menyatakan bahwa kinerja keuangan VTP sudah menunjukkan perbaikan. Meskipun mengalami kerugian sepanjang 2019-2022, perusahaan berhasil membukukan keuntungan sebesar Rp1,96 miliar pada tahun 2023. Dia yakin bahwa dengan mendapatkan PMN berupa BMN, kinerja keuangan VTP akan semakin membaik.
Aset yang akan diterima dari pemerintah tersebut direncanakan akan dijadikan kantor pusat perusahaan, sehingga memiliki nilai strategis dalam mendukung restrukturisasi dan kelangsungan operasional VTP di masa yang akan datang.
Selain manfaat strategisnya, pemberian aset PMN juga diharapkan dapat mengembalikan kepercayaan pasar terhadap Varuna Tirta Prakasya sebagai perusahaan logistik.
Ini juga akan memberikan dampak positif secara psikologis bagi karyawan perusahaan dan mengurangi biaya sewa gedung kantor, pajak bumi bangunan (PBB), serta biaya listrik dan air.
"Dengan demikian, kami meyakini bahwa PMN ini memiliki nilai yang sangat penting bagi kami," pungkas Adi.
Sri Mulyani Kasih Kisi-kisi BUMN yang bakal Ditutup
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa pemerintah sedang melakukan klasterisasi terhadap pengelolaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berdasarkan kinerja dan peran mereka dalam menjalankan mandat pembangunan.
Bersama dengan Kementerian BUMN, klasterisasi ini dibagi menjadi empat kuadran. Kuadran 2 mencakup BUMN dengan nilai strategis dan pencipta kesejahteraan, yang menjalankan mandat pemerintah serta memiliki kinerja keuangan yang baik.
Kuadran 1 berisi BUMN dengan nilai strategis yang menjalankan mandat pemerintah tetapi memiliki kinerja keuangan yang kurang baik.
Kuadran 4 terdiri dari BUMN yang menjadi pencipta surplus, memiliki sedikit mandat dari pemerintah namun kinerja keuangan yang baik.
Terakhir, kuadran 3 mencakup BUMN non-inti, yang memiliki mandat dan kinerja keuangan yang rendah.
Sri Mulyani menyarankan bahwa BUMN di kuadran non-inti seharusnya ditutup atau dilikuidasi.
“BUMN non-inti seharusnya tidak dimiliki pemerintah karena kontribusi mereka terhadap pembangunan sangat kecil dan kinerjanya tidak memadai,” ujarnya dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin, 1 Juni 2024.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa BUMN dalam kuadran non-inti tidak menjadi alat pemerintah untuk mendorong pembangunan, sehingga tidak perlu dipertahankan.
Kondisi BUMN di kuadran ini mungkin disebabkan oleh pengelolaan bisnis yang salah dan sektor bisnis yang tidak lagi strategis.
“Mungkin karena salah kelola yang berlangsung lama, dan sektor tersebut tidak lagi penting. Oleh karena itu, seharusnya tidak dimiliki pemerintah, atau bahkan bisa ditutup dan dilikuidasi,” tambahnya.
Mengenai daftar BUMN yang termasuk dalam setiap kuadran, Sri Mulyani menyatakan bahwa pemerintah belum mengklasifikasikannya secara tegas. Dia menyebut ada 76 BUMN yang dikategorikan berdasarkan kuadran tersebut.
Menurutnya, kuadran ini menjadi alat bagi pemerintah, khususnya Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan, untuk mempertimbangkan pemberian penyertaan modal negara (PMN) kepada BUMN.
Kuadran tersebut juga digunakan oleh Kementerian Keuangan untuk berkoordinasi dengan Kementerian BUMN dalam mengelola perusahaan-perusahaan pelat merah.
“Ini alat untuk mendisiplinkan kami di DJKN dalam mempertimbangkan kebutuhan PMN, baik tunai maupun non-tunai, serta mengevaluasi dan memberikan dukungan atau catatan terhadap rencana yang diajukan Kementerian BUMN untuk BUMN-BUMN tersebut,” jelas Sri Mulyani.
“Kami akan menyampaikan daftar BUMN di masing-masing kuadran secara indikatif, meskipun belum secara eksplisit hari ini,” tutupnya.
Karyawan BUMN Terancam jadi Pengangguran
Pengamat BUMN Achmad Yunus, mengungkapkan kekhawatirannya mengenai nasib para karyawan dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dibubarkan. Achmad menekankan, pembubaran BUMN yang tidak lagi relevan dengan zaman dapat menciptakan gelombang pengangguran baru.
“Ketika BUMN tidak bisa memenuhi kriteria sebagai perusahaan yang menguasai hajat hidup orang banyak, maka pembubaran adalah solusi yang logis. Namun, kita harus memikirkan nasib karyawan yang terdampak,” kata Achmad kepada Kabar Bursa, Senin, 1 Juli 2024.
Achmad menyoroti beberapa BUMN, seperti industri perhotelan dan pusat perbelanjaan, yang tidak lagi dianggap penting oleh negara. Karena itu, sektor-sektor ini lebih baik diserahkan kepada swasta daripada terus menggerogoti anggaran negara tanpa memberikan kontribusi signifikan.
“Dulu kita punya hotel dan mal karena investor di bidang itu belum ada. Namun sekarang, industri perhotelan dan pusat perbelanjaan tidak lagi penting bagi negara,” katanya.
Selain itu, Achmad juga mengkritik kebijakan pemerintah yang lebih sering menyuntik modal daripada merestrukturisasi BUMN yang bermasalah. Menurutnya, langkah ini justru memperburuk kondisi keuangan negara dan tidak memberikan solusi jangka panjang.
“Negara sudah bolak-balik menyuntikkan modal ke BUMN yang bermasalah, namun hasilnya nihil. Bisnis mereka sudah tidak relevan lagi,” tegas Achmad.
Achmad juga menyinggung pembubaran BUMN tanpa solusi bagi karyawan justru menambah jumlah pengangguran. Ia menyebut seharusnya BUMN bisa menjadi agen pembangunan dan penyerap tenaga kerja, bukan malah sebaliknya.
“BUMN seharusnya berperan sebagai agen pembangunan yang mampu menyerap tenaga kerja, namun kenyataannya malah menciptakan pengangguran baru,” ujar Achmad.
Menurut Achmad, karyawan BUMN yang terdampak pembubaran harus diberi kompensasi yang layak. Pemerintah harus memastikan bahwa semua hak dan kewajiban terhadap karyawan dipenuhi sebelum BUMN tersebut ditutup.
“Ketika memang harus ada pembubaran, maka semua kewajiban pada karyawan harus dipenuhi. Jangan sampai mereka dibiarkan begitu saja tanpa kepastian,” kata dia.
Dalam menghadapi era digital, Achmad menegaskan pentingnya BUMN yang masih relevan, seperti Telekomunikasi Indonesia, untuk tetap dikuasai negara demi memastikan akses internet merata ke seluruh wilayah Indonesia. Namun, bagi BUMN yang sudah tidak relevan, langkah pembubaran harus dilakukan dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap tenaga kerja.
“Mereka yang terdampak pembubaran harus diprioritaskan untuk penempatan kembali atau diberi pelatihan agar bisa bekerja di sektor lain,” kata Achmad. (*)