KABARBURSA.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah resmi menetapkan larangan terhadap penjualan rokok secara eceran atau per batang, sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 434 ayat 1c Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024.
Regulasi ini diimplementasikan sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 mengenai Kesehatan dan telah resmi berlaku mulai Jumat, 26 Juli 2024.
Walaupun larangan tersebut telah diterbitkan, peraturan ini, yang diprakarsai oleh Menteri Kesehatan (Menkes) RI Budi Gunadi Sadikin, belum menetapkan sanksi konkret bagi pelanggar yang terus menjual rokok eceran.
Dalam Pasal 433 ayat (1) aturan ini, sanksi hanya dikenakan kepada produsen rokok putih mesin yang mengemas kurang dari 20 batang dalam satu kemasan. Sanksi yang ditetapkan berupa peringatan tertulis dan penarikan produk dari peredaran.
Ketentuan yang sama juga berlaku untuk produsen atau importir tembakau iris yang dilarang mengemas lebih dari 50 gram per kemasan, sebagaimana tertuang dalam Pasal 433 ayat (3).
Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap peraturan ini, sanksi administratif yang akan diberlakukan mencakup pemberian peringatan tertulis dan penarikan produk yang melanggar ketentuan. Hal ini merujuk pada ketentuan yang diatur dalam Pasal 433 ayat (7) dari peraturan yang berlaku.
Peringatan tertulis bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang melanggar agar memperbaiki kesalahan mereka, sementara penarikan produk dilakukan untuk melindungi konsumen dan memastikan bahwa produk yang beredar di pasar memenuhi standar yang telah ditetapkan.
Langkah ini diambil sebagai upaya untuk menegakkan kepatuhan dan menjaga kualitas serta keselamatan produk di pasar.
Selain ketentuan tentang pengemasan, Pasal 440 dari peraturan ini juga memberikan sanksi kepada pihak yang memproduksi dan mengedarkan produk tembakau atau rokok elektronik tanpa mencantumkan peringatan kesehatan. Sanksi yang dikenakan meliputi penarikan produk dari peredaran dan denda administratif.
Aturan ini juga mengharuskan setiap produsen dan distributor produk tembakau serta rokok elektronik untuk menyertakan peringatan kesehatan yang mencakup tulisan dan gambar pada kemasan produk.
Peringatan kesehatan tersebut harus dicetak pada permukaan kemasan produk tembakau, rokok elektronik, serta cairan nikotin isi ulang rokok elektronik. Gambar dan tulisan peringatan harus diletakkan pada bagian depan dan belakang kemasan dengan porsi masing-masing 20 persen dari total kemasan produk.
Namun, Pasal 437 ayat (4) mencatat bahwa ketentuan ini tidak berlaku untuk industri produk tembakau yang tidak termasuk dalam kategori pengusaha kena pajak, dengan total produksi tahunan tidak melebihi 24 juta batang.
Tidak Ganggu Setoran ke Negara
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah mengonfirmasi bahwa kebijakan pelarangan penjualan rokok dalam kemasan eceran tidak akan mempengaruhi pendapatan negara yang diperoleh dari cukai.
Menurut DJBC, langkah ini diambil sebagai upaya untuk mengurangi konsumsi rokok yang tidak terkontrol dan mencegah peredaran barang ilegal yang dapat merugikan kesehatan masyarakat.
DJBC juga menjelaskan bahwa mekanisme pemungutan cukai dan pengawasan yang ada akan terus diterapkan secara ketat, memastikan bahwa pendapatan dari cukai tetap stabil dan tidak terpengaruh oleh perubahan dalam kebijakan penjualan eceran ini.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa di Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto, mengatakan bahwa kebijakan pelarangan penjualan rokok eceran tidak akan berdampak pada penurunan penerimaan cukai negara.
Ia menjelaskan bahwa meskipun kebijakan ini mungkin tampak ketat, tujuannya adalah untuk menekan konsumsi rokok dan menurunkan prevalensi perokok di Indonesia.
Menurut Nirwala, dengan mengurangi aksesibilitas rokok dalam kemasan eceran, diharapkan jumlah perokok akan berkurang, dan pada akhirnya, akan memberikan manfaat kesehatan yang lebih besar bagi masyarakat.
DJBC juga berkomitmen untuk terus melakukan pemantauan dan penegakan hukum yang ketat guna memastikan bahwa kebijakan ini dilaksanakan dengan efektif tanpa mengganggu pendapatan dari cukai.
"Larangan penjualan rokok eceran tidak akan mempengaruhi pendapatan negara. Penjualan rokok yang dilakukan oleh pabrik sudah ditetapkan per kemasan, jadi tidak akan ada penurunan setoran ke negara," jelas Nirwala di Jakarta pada Rabu, 31 Juli 2024.
Hingga Semester I-2024, penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) mengalami kontraksi 4,43 persen year on year (yoy) menjadi Rp97,84 triliun atau tercapai 42,46 persen dari target.
Kinerja ini membaik dari kondi sebelumnya, di mana hingga Mei 2024 penerimaan sempat terkontraksi 13,35 persen yoy.
Penurunan tersebut lebih dipengaruhi oleh relaksasi penundaan pelunasan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-2/BC/2024.
Secara umum, peraturan ini memperpanjang tenggat waktu pelunasan dari 60 hari menjadi 90 hari, sehingga sebagian dari pendapatan yang seharusnya diterima pada Mei 2024 akan berpindah ke Juni 2024. Dampak dari pergeseran ini akan berangsur-angsur kembali normal hingga Desember 2024. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.