KABARBURSA.COM - Sektor bahan baku atau basic industry di Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat kenaikan yang mengesankan sebesar 2,83 persen hingga pukul 15.15 WIB. Indeks mantap berada di level 1.169,87, naik 32,14 poin dari posisi penutupan hari sebelumnya.
Kenaikan ini menjadi sorotan utama pasar, seiring dengan volume perdagangan yang tercatat mencapai 1,32 miliar saham, lebih tinggi dibandingkan rata-rata volume harian yang berada di angka 1,58 miliar saham. Tidak hanya volume, transaksi total sektor bahan baku juga menunjukkan nilai signifikan yakni Rp1,04 triliun, menggambarkan tingkat aktivitas yang tinggi.
Kenaikan hampir tiga persen ini disokong oleh sejumlah saham emiten terkemuka yang mengalami lonjakan harga signifikan, di antaranya PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA), PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN), PT Barito Pacific Tbk (BRPT), PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), dan PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk (INKP).
1. TPIA
Chandra Asri Pacific, salah satu pemain utama di industri petrokimia Indonesia, mencatatkan kenaikan 3,23 persen pada hari ini, dengan harga sahamnya menyentuh level 7.200, naik 225 poin dari harga sebelumnya.
Saham TPIA diperdagangkan dengan volume mencapai 16,11 juta saham, sedikit di bawah rata-rata harian volume 15,7 juta saham. Harga saham TPIA yang sempat menyentuh titik tertinggi 7.400 mencerminkan optimisme investor terhadap kinerja perusahaan yang terus berkembang.
Kenaikan harga saham TPIA ini tidak lepas dari kuatnya permintaan produk petrokimia domestik yang seiring dengan peningkatan proyek infrastruktur dan sektor energi.
2. AMMN
Amman Mineral Internasional, yang terlibat dalam sektor pertambangan mineral dan energi, turut memperlihatkan kinerja yang solid, dengan kenaikan 2,56 persen pada harga sahamnya yang ditutup pada level 7.000. Saham AMMN tercatat diperdagangkan dengan volume 14,42 juta saham.
Kenaikan ini menunjukkan bahwa investor cukup yakin terhadap proyeksi pertumbuhan sektor pertambangan, apalagi dengan meningkatnya permintaan logam dasar yang terkait dengan kebutuhan pembangunan infrastruktur global.
3. BRPT
Barito Pacific atau BRPT, yang bergerak dalam bidang energi dan bahan baku industri, mengalami lonjakan harga saham yang cukup signifikan, yaitu 5,56 persen, menjadi 855 per saham. Kenaikan ini didorong oleh volume perdagangan yang cukup besar, yakni 124,34 juta saham.
Saham BRPT mencapai harga tertinggi 865, yang menunjukkan sentimen positif pasar terhadap potensi perusahaan yang terus berkembang, khususnya dalam sektor energi terbarukan. Selain itu, investasi yang dilakukan oleh Barito Pacific dalam sektor energi memberikan angin segar bagi prospek jangka panjang perusahaan.
4. MDKA
Merdeka Copper Gold MDKA menjadi bintang pada perdagangan hari ini dengan lonjakan harga saham hingga 10 persen ke level 1.815. Saham MDKA diperdagangkan dengan volume yang sangat besar, mencapai 107,65 juta saham.
MDKA yang berfokus pada pengembangan tambang emas dan tembaga, mendapat keuntungan besar dari lonjakan harga komoditas logam tersebut, seiring dengan permintaan global yang stabil dan kebijakan yang mendukung ekspansi di sektor pertambangan.
5. INKP
Indah Kiat Pulp & Paper, yang bergerak dalam industri pulp dan kertas, mengalami kenaikan yang signifikan, yakni 5,37 persen, menjadi 6.375 per saham. Saham INKP diperdagangkan dengan volume 5,15 juta saham, lebih tinggi dibandingkan rata-rata volume harian yang mencapai 3,7 juta saham.
Kenaikan harga saham INKP ini menunjukkan kepercayaan investor terhadap daya saing perusahaan di pasar global, terutama dalam menghadapi permintaan yang kuat terhadap produk kertas dan pulp, baik dari pasar domestik maupun ekspor.
Dua Katalis ini Membuat IHSG Rebound
Analis sekaligus Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, menjelaskan rebound Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG pada perdagangan Senin, 17 Februari 2025. Indeks dibuka menguat di level 6.666 pada pagi hari, sedangkan pada awal perdagangan sesi II, IHSG menghijau di level 6.779.
Menurut Nafan, kondisi tersebut didorong oleh adanya apresiasi rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dan pelemahan indeks dolar (DXY). Penguatan ini juga didukung oleh sejumlah faktor fundamental, termasuk ekspektasi kebijakan Bank Indonesia (BI) serta dinamika global yang tengah berlangsung.
“Kita melihat bahwa rupiah mulai terapresiasi dengan baik, seiring dengan pelemahan indeks dolar AS. Ini tidak terlepas dari tantangan yang dihadapi Presiden Donald Trump dalam periode keduanya, khususnya terkait dengan penjualan ritel AS yang tumbuh di bawah ekspektasi,” ujar Nafan kepada Kabarbursa.com pada Senin, 17 Februari 2025.
Data penjualan ritel yang mengecewakan di AS menjadi sinyal melemahnya daya beli masyarakat, yang pada akhirnya menekan dolar terhadap mata uang lainnya, termasuk rupiah. “Dengan depresiasi dolar AS, ini memberikan dampak positif bagi IHSG karena investor cenderung mencari aset yang lebih menarik di emerging markets, termasuk Indonesia,” ucap dia.
Selain faktor eksternal, pelaku pasar juga menantikan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang akan berlangsung pekan ini. Menurut Nafan, dengan inflasi domestik yang saat ini berada di bawah batas bawah target BI, ada kemungkinan bank sentral akan melonggarkan kebijakan moneternya.
“Inflasi kita berada di level 0,76 persen, yang sudah di bawah batas bawah target BI di 1,5 persen. Dengan kondisi ini, ada peluang bagi BI untuk menurunkan suku bunga sebesar 20 basis poin dalam pertemuan minggu ini. Jika itu terjadi, ini akan menjadi dorongan tambahan bagi IHSG untuk terus menguat,” ucap dia.
Selain kebijakan moneter, data neraca perdagangan juga menjadi perhatian pasar.
“Jika surplus perdagangan tetap terjaga, ini akan semakin mengurangi tekanan terhadap IHSG. Meski ada kemungkinan defisit transaksi berjalan di kuartal keempat 2024 lebih besar dibandingkan kuartal ketiga, dampaknya terhadap pasar seharusnya masih terkendali,” ujarnya.
Dari sisi geopolitik, Nafan menilai bahwa prospek perdamaian antara Rusia dan Ukraina masih membutuhkan waktu. Ia menyoroti bahwa kebijakan Trump di periode kedua akan lebih berfokus pada isu domestik dibandingkan keterlibatan dalam konflik global.
“Trump kemungkinan akan lebih fokus pada kebijakan pro-growth melalui Trumponomics 2.0. Ini bisa menjadi angin segar bagi perekonomian global, meskipun pertumbuhan masih berada dalam fase yang relatif stagnan, sebagaimana diproyeksikan oleh IMF dan World Bank dalam laporan terbaru mereka,” ungkapnya.
Meski demikian, Nafan menekankan bahwa ketidakpastian global tetap menjadi faktor yang perlu diwaspadai investor. “Saat ini IHSG dalam tren positif, tetapi investor tetap perlu mencermati dinamika global dan kebijakan suku bunga dari The Fed serta BI ke depan,” pungkasnya.
Dengan kondisi makroekonomi yang cenderung mendukung, prospek IHSG masih terbuka untuk melanjutkan penguatannya dalam jangka pendek hingga menengah, terutama jika sentimen eksternal dan kebijakan domestik berjalan seiring dengan harapan pasar. (*)