Logo
>

Sektor Manufaktur Indonesia: Saham-saham Tertekan

Pelemahan signifikan dalam permintaan domestik dan ekspor, serta mengindikasikan kontraksi ekonomi yang berlanjut di sektor manufaktur.

Ditulis oleh Desty Luthfiani
Sektor Manufaktur Indonesia: Saham-saham Tertekan
Hall Bursa Efek Indonesia di Bilangan SCBD, Jakarta Selatan. Foto: KabarBursa/Abbas

KABARBURSA.COM – Sektor manufaktur Indonesia mengalami kontraksi tajam pada April 2025, dengan Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur S&P Global atau indeks untuk mengukur kesehatan sektor manufaktur, anjlok signifikan menjadi 46,7, turun dari 52,4 pada Maret.

Penurunan ini mencatatkan pelemahan terdalam sejak Agustus 2021 dan menandai perubahan tren setelah ekspansi kuat pada dua bulan sebelumnya.

Ekonom Senior Samuel Sekuritas Indonesia (SSI Research), Fithra Faisal Hastiadi menjelaskan bahwa kontraksi ini sejalan dengan ekspektasi SSI, yang mencerminkan koreksi musiman pasca lonjakan produksi menjelang Ramadan dan Lebaran.

“Penurunan output yang sangat tajam, terbesar dalam hampir empat tahun, menegaskan pelemahan permintaan domestik maupun ekspor yang saat ini sedang berlangsung,” ujarnya dalam riset terbarunya yang diterima KabarBursa.com di Jakarta Jumat, 2 Mei 2025

Lebih lanjut, Fithra menekankan bahwa kontraksi output berdampak pada turunnya tingkat ketenagakerjaan dan aktivitas pembelian. Meski demikian, ada sedikit titik terang berupa perbaikan waktu pengiriman pemasok untuk pertama kalinya sejak November 2024, yang menunjukkan mulai meredanya tekanan logistik.

“Inflasi biaya input memang mulai melambat, tetapi masih berada di level tinggi akibat kuatnya nilai tukar dolar AS, sementara harga jual tetap naik dengan laju tercepat tahun ini,” ujar dia.

Dari sisi pesanan baru, baik domestik maupun ekspor kembali mencatatkan kontraksi, menggambarkan kerentanan sektor ini terhadap tekanan global, termasuk dampak dari gangguan perdagangan dan negosiasi tarif yang masih berlangsung. Fithra juga mencatat bahwa penurunan tingkat tenaga kerja setelah lima bulan berturut-turut mengalami kenaikan mencerminkan kehati-hatian pelaku industri terhadap prospek permintaan di masa depan.

“Perbaikan rantai pasokan adalah kabar baik, tetapi kepercayaan bisnis yang turun ke titik terendah dalam tiga bulan terakhir memperlihatkan bahwa pelaku industri tetap waspada. Optimisme yang ada masih sangat hati-hati,” katanya.

Secara tren, rata-rata PMI Manufaktur Indonesia selama 12 bulan terakhir berada di angka 50,4, dengan puncak 53,6 pada Februari dan titik terendah terbaru di 46,7 pada April. Bandingkan dengan PMI Manufaktur China Caixin yang mencatat rata-rata 50,7 selama setahun terakhir, dan terakhir berada di 50,4 pada April 2025, sedikit turun dari 51,2 bulan sebelumnya.

Baltic Dry Index, yang mencerminkan aktivitas pengiriman global, juga mengalami fluktuasi dengan rata-rata 12 bulan di 1.518, dan terbaru melemah ke 1.386.

Fithra memperkirakan aktivitas manufaktur Indonesia akan mulai stabil secara bertahap setelah musim perayaan, meskipun pemulihan jangka pendek diperkirakan akan moderat.

“Tantangan utama tetap pada lemahnya kepercayaan bisnis dan konsumen, serta tekanan nilai tukar yang masih tinggi. Kami memperkirakan PMI dalam beberapa bulan mendatang tetap akan bergerak di kisaran yang hati-hati, sejalan dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kami perkirakan hanya sebesar 4,8 persen tahun ini,” ujar dia.

Dilansir dari data Trading Economic, aktivitas sektor manufaktur Indonesia mencatat kontraksi signifikan pada April 2025, di mana S&P Global Indonesia Manufacturing PMI jatuh drastis ke angka 46,7 dari 52,4 pada bulan sebelumnya. 

Penurunan ini menjadi yang pertama sejak Oktober 2024 dan merupakan laju terburuk sejak Agustus 2021, menandakan pelemahan yang cukup dalam setelah tren ekspansi selama dua bulan berturut-turut.

Menurut data tersebut, koreksi tajam ini mencerminkan lemahnya permintaan baik dari pasar domestik maupun ekspor, di tengah tekanan global yang masih berlanjut. Aktivitas pabrik dilaporkan mengalami penurunan signifikan, seiring dengan berkurangnya tenaga kerja dan aktivitas pembelian yang turut terkoreksi. Meski demikian, tekanan logistik mulai menunjukkan perbaikan, terlihat dari waktu pengiriman pemasok yang membaik untuk pertama kalinya dalam beberapa bulan terakhir.

Penurunan pesanan baru yang berulang menggambarkan tantangan yang dihadapi sektor manufaktur di tengah ketidakpastian global dan fluktuasi nilai tukar. Tekanan inflasi biaya input mulai melandai, meskipun harga jual tetap naik dengan laju tercepat tahun ini.

Sementara itu, pelaku industri masih menunjukkan optimisme yang berhati-hati, dengan tingkat kepercayaan bisnis yang tetap di atas rata-rata historis meskipun turun ke titik terendah dalam tiga bulan terakhir. Hal ini mencerminkan kesiapan pelaku manufaktur untuk menyesuaikan kapasitas produksi apabila kondisi pasar kembali membaik.

Dampak Penurunan PMI terhadap Saham Manufaktur


Sektor manufaktur Indonesia mencakup berbagai industri, termasuk tekstil, elektronik, otomotif, dan kimia. Penurunan PMI mencerminkan melemahnya permintaan domestik dan ekspor, yang dapat berdampak pada penurunan produksi dan pendapatan perusahaan-perusahaan di sektor ini. Investor cenderung merespons negatif terhadap data PMI yang lemah, yang dapat menyebabkan tekanan jual pada saham-saham manufaktur.​

Pada perdagangan hari ini, beberapa sektor mengalami tekanan jual yang cukup signifikan. Sektor non-cyclical menjadi yang paling terpukul, mencatat penurunan sebesar 1,36 persen. Sektor industrial dan cyclical juga melemah masing-masing sebesar 0,44 persen, mencerminkan kekhawatiran pelaku pasar terhadap prospek jangka pendek industri yang sensitif terhadap kondisi ekonomi makro.

Sektor health turut terkoreksi tipis sebesar 0,12 persen, di tengah sentimen negatif yang membayangi akibat ketidakpastian global dan pelemahan permintaan domestik.

Kontraksi PMI dan Implikasinya Terhadap Saham

Penurunan PMI ke 46,7: Sinyal Kontraksi Serius

  • PMI April 2025 anjlok ke 46,7 dari 52,4 pada Maret, menandakan kontraksi aktivitas manufaktur terdalam sejak Agustus 2021.
  • Penurunan ini disebabkan oleh:
    • Koreksi musiman pasca Ramadan dan Lebaran.
    • Melemahnya permintaan domestik dan ekspor.
    • Penurunan output, ketenagakerjaan, dan aktivitas pembelian.

Sentimen Investor dan Reaksi Pasar Saham

  • Investor cenderung merespons negatif terhadap kontraksi PMI, karena dianggap sebagai indikator awal pelemahan pertumbuhan ekonomi.
  • Kontraksi PMI menyebabkan:
    • Tekanan jual pada saham-saham manufaktur dan sektor yang sensitif terhadap siklus ekonomi.
    • Peralihan dana ke aset yang dianggap lebih defensif atau aman.

ShareX_oc46Ncmxsw.png 17.79 KB

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Desty Luthfiani

Desty Luthfiani seorang jurnalis muda yang bergabung dengan KabarBursa.com sejak Desember 2024 lalu. Perempuan yang akrab dengan sapaan Desty ini sudah berkecimpung di dunia jurnalistik cukup lama. Dimulai sejak mengenyam pendidikan di salah satu Universitas negeri di Surakarta dengan fokus komunikasi jurnalistik. Perempuan asal Jawa Tengah dulu juga aktif dalam kegiatan organisasi teater kampus, radio kampus dan pers mahasiswa jurusan. Selain itu dia juga sempat mendirikan komunitas peduli budaya dengan konten-konten kebudayaan bernama "Mata Budaya". 

Karir jurnalisnya dimulai saat Desty menjalani magang pendidikan di Times Indonesia biro Yogyakarta pada 2019-2020. Kemudian dilanjutkan magang pendidikan lagi di media lokal Solopos pada 2020. Dilanjutkan bekerja di beberapa media maenstream yang terverifikasi dewan pers.

Ia pernah ditempatkan di desk hukum kriminal, ekonomi dan nasional politik. Sekarang fokus penulisan di KabarBursa.com mengulas informasi seputar ekonomi dan pasar modal.

Motivasi yang diilhami Desty yakni "do anything what i want artinya melakukan segala sesuatu yang disuka. Melakukan segala sesuatu semaksimal mungkin, berpegang teguh pada kebenaran dan menjadi bermanfaat untuk Republik".