KABARBURSA.COM - Di Bursa Efek Indonesia (BEI), sektor perbankan merupakan salah satu pilar utama yang menopang kekuatan pasar saham nasional. Tidak heran jika banyak investor, baik ritel maupun institusi, menjadikan saham bank sebagai pilihan utama dalam portofolio mereka.
Salah satu daya tarik utama dari sektor ini adalah daftar panjang bank-bank publik yang telah melantai di bursa, mulai dari bank besar beraset raksasa hingga bank digital yang mengusung inovasi finansial berbasis teknologi.
Hingga tahun 2025, tercatat lebih dari 40 bank telah menjadi perusahaan terbuka di BEI. Ini termasuk bank-bank milik negara (BUMN), bank swasta nasional, bank asing, hingga bank pembangunan daerah yang mengakses pasar modal demi mendukung ekspansi bisnisnya.
Beberapa bank papan atas yang sahamnya sangat populer dan likuid antara lain:
- PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), bank swasta terbesar di Indonesia, yang dikenal karena manajemen risiko yang konservatif dan profitabilitas tinggi.
- PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), fokus pada pembiayaan UMKM dan mikro, serta menjadi bank dengan jaringan terluas.
- PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), bank milik negara dengan fokus pada segmen korporasi dan wholesale banking.
- PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI), memiliki diversifikasi kredit yang kuat di sektor korporasi dan komersial.
Selain para raksasa tersebut, pasar juga menyambut antusias kehadiran bank-bank digital dan menengah seperti:
- PT Bank Jago Tbk (ARTO), yang bertransformasi menjadi bank digital dan terintegrasi dengan ekosistem Gojek dan Tokopedia.
- PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB), menawarkan layanan perbankan digital yang menarik perhatian generasi muda.
- PT Bank Raya Indonesia Tbk (AGRO), anak usaha BRI yang fokus pada digitalisasi pembiayaan mikro.
- PT Bank Aladin Syariah Tbk (BANK), pionir bank digital berbasis syariah.
- PT Bank Amar Indonesia Tbk (AMAR), dikenal lewat produk Tunaiku yang menyasar pinjaman digital tanpa agunan.
Investor publik memiliki akses untuk membeli saham bank-bank ini melalui broker resmi yang terdaftar di OJK dan BEI. Saham-saham bank yang telah go public dan memiliki kode emiten di bursa bisa dibeli di pasar reguler, baik melalui aplikasi perdagangan online maupun secara manual lewat perusahaan sekuritas.
Namun, tidak semua bank publik memiliki saham yang aktif diperdagangkan—faktor likuiditas dan kapitalisasi pasar menjadi pembeda antara bank besar dan bank kecil.
Menariknya, bank pembangunan daerah seperti Bank DKI, Bank Jatim (BJTM), Bank Jabar Banten (BJBR), dan Bank Banten (BEKS) juga ikut mewarnai bursa. Meskipun sahamnya tidak sepopuler BBCA atau BBRI, beberapa di antaranya menjadi incaran spekulan karena volatilitas harga yang tinggi dan potensi merger regional.
Dari sisi regulasi, semua saham bank yang terdaftar di BEI dapat dibeli oleh investor, baik lokal maupun asing, selama kepemilikan tidak melebihi batas maksimum yang diatur pemerintah. Hal ini menjadikan sektor perbankan terbuka dan kompetitif, serta menjadi barometer penting dalam membaca arah ekonomi Indonesia.
Dengan fundamental yang kuat, posisi strategis dalam sistem keuangan nasional, dan adopsi digital yang kian progresif, tidak heran jika saham-saham bank menjadi magnet utama dalam dinamika pasar modal Indonesia. Bagi investor yang ingin masuk ke sektor ini, pilihan terbuka lebar, tinggal sesuaikan dengan profil risiko dan tujuan investasi.
Primadona Investor
Di antara deretan emiten perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), terdapat beberapa saham bank yang dinilai menarik untuk dikoleksi, bukan hanya karena kinerjanya yang solid, tetapi juga karena prospeknya yang cerah di masa depan.
Salah satu primadona yang tak pernah kehilangan pesonanya adalah Bank Central Asia (BBCA). Saham ini dianggap sebagai "safe haven" dalam portofolio banyak investor, berkat kekuatan fundamentalnya yang luar biasa.
Dengan laba bersih yang terus tumbuh—mencapai Rp41,07 triliun pada 2024—dan cost of credit yang sangat rendah di angka 0,2 persen, BBCA menunjukkan efisiensi manajemen risiko yang nyaris sempurna. Fokus kreditnya yang besar di sektor korporasi dan konsumer memberikan stabilitas dan pertumbuhan yang konsisten.
Prospeknya ke depan masih sangat positif, apalagi dengan ekspansi layanan digitalnya yang makin terintegrasi ke dalam kehidupan sehari-hari masyarakat urban Indonesia.
Tak kalah menarik adalah Bank Rakyat Indonesia (BBRI), si raksasa UMKM yang menguasai pasar mikro nasional. Meski laba bersihnya tumbuh tipis pada 2024, kekuatannya terletak pada jangkauan luas dan ketangguhannya dalam menghadapi fluktuasi ekonomi di akar rumput.
BRI bukan hanya bank, tapi juga motor penggerak perekonomian desa dan pelaku usaha kecil. Dengan digitalisasi BRIlink dan Super App BRImo, BRI memperluas penetrasinya secara inklusif. Potensinya di masa depan kian besar seiring dengan fokus pemerintah pada pemberdayaan UMKM dan pertumbuhan ekonomi berbasis kerakyatan.
Beralih ke sektor yang lebih progresif, Bank Jago (ARTO) mencuri perhatian sebagai pionir bank digital dengan pendekatan ekosistem. Keterlibatannya dalam ekosistem Gojek-Tokopedia (GoTo) menjadi daya ungkit strategis yang memperkuat posisinya di segmen milenial dan digital native.
Meskipun sahamnya sempat mengalami tekanan pada 2024, kinerja keuangannya menunjukkan peningkatan yang menjanjikan, termasuk pertumbuhan laba bersih yang signifikan. Potensi ARTO bukan hanya pada sisi perbankan tradisional, tapi juga pada kapabilitasnya membangun ekosistem keuangan digital yang personal, seamless, dan berbasis data.
Bagi investor yang menyukai nilai undervalued dengan potensi turnaround, Bank Neo Commerce (BBYB) dan Bank Raya Indonesia (AGRO) bisa jadi pilihan spekulatif yang menarik. Keduanya tengah menjalani proses transformasi digital dan menekan kerugian operasional.
Meskipun sahamnya masih volatil, potensi pertumbuhannya sangat bergantung pada keberhasilan strategi digitalisasi dan sinergi dengan induk usaha (seperti BRI untuk AGRO). Jika momentum pemulihan berlanjut, keduanya bisa menjadi bintang baru dalam dunia perbankan digital nasional.
Sementara itu, di segmen regional, Bank Jatim (BJTM) dan Bank Jabar Banten (BJBR) menawarkan stabilitas dividen dan fundamental yang relatif sehat. Keduanya mendapatkan dukungan kuat dari pemerintah daerah dan memiliki loyalitas nasabah yang tinggi. Meskipun pertumbuhannya lebih konservatif dibanding bank besar, mereka cocok bagi investor yang mencari pendapatan pasif lewat dividen dengan risiko yang lebih terkendali.
Ke depan, saham-saham perbankan Indonesia diproyeksikan tetap atraktif, terutama dengan percepatan inklusi keuangan, adopsi teknologi finansial, dan pertumbuhan ekonomi domestik yang solid. Bagi investor yang cermat, sektor ini menawarkan kombinasi antara kestabilan jangka panjang dan peluang pertumbuhan eksponensial—tergantung pada pilihan saham dan strategi yang diambil.
Apakah ingin bermain aman bersama BBCA dan BBRI, atau berani bertaruh pada masa depan bersama ARTO dan BBYB, semuanya tersedia di pasar modal Indonesia, menunggu untuk dijadikan bagian dari perjalanan investasi.
Kinerja Saham Bank Besar dalam Lima Tahun Terakhir
Kinerja saham bank-bank besar Indonesia dalam lima tahun terakhir menunjukkan ketangguhan sektor perbankan dalam menghadapi berbagai gejolak, mulai dari pandemi COVID-19, tekanan ekonomi global, hingga tren digitalisasi.
Berikut adalah gambaran naratif yang komprehensif mengenai bagaimana saham-saham bank besar seperti BBCA, BBRI, BMRI, dan BBNI bergerak dari 2019 hingga 2024:
Bank Central Asia (BBCA) tampil sebagai pemimpin yang konsisten di pasar. Dalam lima tahun terakhir, saham BBCA tumbuh solid meskipun sempat terdampak pandemi di 2020.
Dari kisaran Rp6.000-an pada awal 2019, BBCA kini berada di sekitar Rp9.000-an per saham (per Juni 2024). Angka ini mencerminkan kenaikan sekitar 50 persen dalam lima tahun. Kinerja ini ditopang oleh pertumbuhan laba yang stabil, efisiensi operasional, dan kepercayaan investor terhadap manajemen yang konservatif namun adaptif terhadap digitalisasi.
Bank Rakyat Indonesia (BBRI), dengan kekuatan di sektor mikro dan UMKM, juga menunjukkan performa yang tangguh. Saham BBRI berada di kisaran Rp3.500–4.100 pada pertengahan 2024, naik dari kisaran Rp3.000-an pada 2019.
Walaupun sempat melemah selama pandemi akibat risiko kredit UMKM, BBRI berhasil bangkit lewat restrukturisasi dan transformasi digital. Dalam lima tahun, total kenaikannya berada di kisaran 25 persen–35 persen, belum termasuk dividen yang konsisten setiap tahunnya.
Bank Mandiri (BMRI) mencatatkan performa saham yang mengesankan, bahkan lebih agresif dibanding BBRI. Dengan posisi saham yang kini berada di atas Rp6.000, dibandingkan sekitar Rp5.000 pada 2019, BMRI mencatat pertumbuhan harga saham sekitar 20 persen–30 persen.
Kinerja ini dipacu oleh ekspansi di sektor wholesale banking, integrasi digital lewat Livin’ by Mandiri, serta kontribusi dari anak usaha seperti Mandiri Sekuritas dan Mandiri Tunas Finance.
Bank Negara Indonesia (BBNI) menunjukkan pemulihan yang kuat setelah sempat tertinggal dibanding bank besar lainnya. Saham BBNI sempat anjlok ke bawah Rp4.000 saat pandemi, tapi kemudian bangkit ke level Rp5.000-an hingga Rp5.500 pada 2024.
Dalam lima tahun, pertumbuhan sahamnya lebih fluktuatif, dengan estimasi kenaikan sekitar 15 persen–20 persen, namun menunjukkan momentum positif seiring dengan perbaikan NPL dan efisiensi operasional.
Secara keseluruhan, saham-saham bank besar Indonesia menunjukkan resiliensi dan daya tahan yang tinggi dalam lima tahun terakhir. Meski sempat mengalami tekanan akibat pandemi, sektor ini dengan cepat beradaptasi melalui digitalisasi, penyesuaian manajemen risiko, dan penetrasi ke segmen baru.
Dari sisi total return (harga + dividen), BBCA dan BBRI tetap menjadi favorit investor jangka panjang, sementara BMRI dan BBNI menawarkan peluang upside yang menarik dengan valuasi yang masih relatif kompetitif.
Kinerja saham lima tahun ini mencerminkan bahwa sektor perbankan tetap menjadi tulang punggung investasi yang kokoh di BEI, dengan peluang pertumbuhan yang masih terbuka lebar seiring dengan pulihnya konsumsi, digitalisasi sistem keuangan, dan inklusi keuangan nasional.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.